Jumat, 10 Oktober 2014

Agenda Tarbiyah di Era Jahriyah-Jamahiriyah: Perbesar Kualitas, Perbanyak Kuantitas ! (3)

Mensikapi "Kesalahan" Kader

Dari keempat prinsip ini, kita akan mampu melihat masalah ini secara lebih utuh dan obyektif. Akan tetapi, barangkali ada yang menyoroti menurunnya kualitas dari sisi terjadinya kasus-kasus pelanggaraan syari’at dalam beberapa aspek kehidupan. Baik dalam urusan mu’amalah ataupun da’wah. Bagaimana ini?
Bila ini terjadi, memang hal yang memprihatinkan. Karena sejatinya kader-kader da’wah menjadi orang-orang terdepan dalam melakukan kebajikan dan juga terdepan dalam meninggalkan kemunkaran. Tetapi manusia adalah tempatnya kesalahan. Dan Allah SWT menyediakan sifat
Pema’af, Pengampun dan Penerima Taubat kepada manusia-manusia beriman yang melakukan kesalahan. Artinya kesempurnaan ajaran Islam muncul ketika Islam menerima kesalahan perbuatan manusia sebagai keniscayaan, dan memberikan jalan bagi perbaikannya. Ini tinjauan dari sisi manusia sebagai individu.
Tinjauan lain adalah proses tasyri’. Sebagian dari syari’at Islam diturunkan Allah SWT karena kasus-kasus kesalahan yang dilakukan nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Penetapan hukum ini berkaitan dengan urusan rumah-tangga, jual-beli, makan-minum, ibadah, da’wah dan juga jihad. Artinya, ketika terjadi kesalahan-kesalahan dalam komunitas da’wah, maka hal itu mesti diperlakukan dalam perspektif tasyri’.
Di sinilah kemudian pola hubungan qiyadah-jundiyah diberlakukan dalam konteks penerapan syari’at Islam. Perhatikan firman Allah SWT: "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan izin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya, datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan. Dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. 4:64-65).
Dalam kaitan ini, maka da’wah dan jajaran qiyadahnya di semua lini harus mampu mengelola masalah-masalah semacam ini untuk pengokohan tahqiq as-syari’ah dalam kehidupan berjama’ah. Juga untuk mematangkan kualitas kader ketika mereka belajar banyak dari kesalahan-kesalahan yang terjadi.
Marilah kita mengambil ibrah dari kisah Haditsul-Ifki yang menggegerkan itu. "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong iyu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapatkan balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar." (QS. 24:11).
Pada sisi lain, ketika ada sementara orang yang sulit diperbaiki dari kesalahan-kesalahannya, sangat mungkin ia merupakan cara Allah untuk membersihkan shaf da’wah. "Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasulNya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya.Dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar." (QS. 3:179).

Tidak ada komentar: