Jumat, 10 Oktober 2014

Agenda Tarbiyah di Era Jahriyah-Jamahiriyah: Perbesar Kualitas, Perbanyak Kuantitas ! (1)

Kebijakan umum kaderisasi di era jahriyah-jamahiriyah ini adalah penumbuhan jumlah dan peningkatan kualitas kader. Ini membuat agenda tarbiyah menjadi lebih besar dan berat. Namun bukan berarti tidak mungkin.

Selama ikhtiar da’awi kita selaras dengan sunnah syar’iyyah dan sunnah kauniyah, hal-hal yang berat dalam pandangan sebagian manusia menjadi ringan karena pertolongan Allah SWT. Kualitas tentu saja harus mendahului kuantitas. Numu nau’iyah nuqaddam ‘ala numu kammiyah. Ketika kualitas kader baik, maka mudah untuk memompa kuantitas.

Harakah Nukhbawiyah

Perlu dipahami kembali bahwa da’wah kita adalah harakah nukhbawiyah. Artinya da’wah yang menempatkan kader sebagai aset utama gerakan dan sebagai ujung tombak terdepan seluruh aktifitas da’wah.

Ketika da’wah harus mampu menjangkau dan menggerakkan seluruh unsur masyarakat, maka pembesaran jumlah kader sebagai anashir da’wah menjadi mutlak diperlukan. Dan ketika misi da’wah juga harus mampu menghasilkan perubahan-perubahan besar di berbagai aspek kehidupan, maka peningkatan kualitas kader menjadi suatu keniscayaan.

Perpaduan antara aspek kuantitas dan kualitas inilah yang digambarkan Allah SWT dalam ayat: "Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa (rabbaniyyin). Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran: 146).

Urgensi Kualitas dan Akibat Mengabaikannya

Kualitas kader dalam kehidupan da’wah harus senantiasa mengikuti kebutuhan marhaliyah dan mihwar da’wah. Semakin meningkat marhalah dan semakin meluas mihwar da’wah, maka kualitas kader pun dituntut untuk semakin berkembang. Bila yang terjadi sebaliknya, maka akan muncul bencana bagi da’wah. Apa bentuk bencana itu?

Pertama, akan muncul kader-kader yang tidak mampu istiqamah di dalam mengikuti irama perjalanan da’wah yang dinamis. Ia akan tersibukkan oleh problem-problem personal dan terjauhkan dari aktifitas da’wah. Ingatlah, ayat yang membuat rambut nabi Muhammad SAW beruban adalah: "Maka istiqamahlah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan

kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlak kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. 11:112 ). Kesabaran untuk menggapai janji-janji Allah adalah kunci rahasianya. "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. 18:28).

Kedua, munculnya sebagian kader yang menginginkan kehidupan da’wah sebagai sesuatu yang ringan dan menyenangkan secara duniawi. Mereka menjadi enggan ketika perjalanan da’wah ini begitu panjang dan membutuhkan pengorbanan yang banyak. Mereka cenderung menjadi orang yang ingin "hidup dari da’wah" dan bukan "menghidupi da’wah". Perhatikan peringatan Allah SWT: "Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup, tetulah kami berangkat bersamamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka sesungguhnya benar-benar orang yang berdusta." (QS. 9:42).

Ketiga, munculnya ketidakmampuan di dalam menjalankan misi da’wah ditengah-tengah masyarakat. Ini karena daya dukung dan daya topang yang dimiliki kader semacam ini, tidak seimbang dengan kebutuhan dan tuntutan da’wah yang semakin terbuka. Allah SWT mengarahkan Rasulullah SAW untuk menyiapkan diri sedemikian rupa agar mampu mengemban misi da’wah yang besar dan berat. "Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah." (QS. 74: 1-7).

Keempat, akibat dari ketiga hal ini, da’wah menjadi disibukkan oleh problematika internal yang menguras energi da’wah, sehingga tidak mampu menjalankan misi-misi perubahan secara efektif. Padahal misi utama da’wah adalah melakukan perubahan dan perbaikan secara nyata. "... Dan aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali." (QS. 11:88).
Kelima, akibat ketidakmampuan ini, timbul kesenjangan antara harapan besar masyarakat dengan apa yang bisa diberikan oleh da’wah. Lalu terjadi krisis kredibilitas dan krisis legitimasi. Krisis ini bisa jadi akan diperamai oleh sejumlah kasus-kasus negatif yang muncul ke permukaan. Perhatikan peringatan Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (QS. 61:2-3).

Terakhir, pada saat semacam itulah, akan muncul pikiran di sebagian kader yang lemah, untuk menarik kembali da’wah ke belakang. Mereka merasa lebih nyaman ketika da’wah ini belum berhadapan langsung dengan masyarakat secara terbuka. Cukuplah pelajaran dari kisah perang Uhud berikut ini: "Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas", jikalau mereka mengetahui." (QS. 9:81). Inilah bencana yang bisa terjadi pada da’wah manakala aspek kualitas diabaikan.
Bersambung.................

Tidak ada komentar: