Kamis, 16 Juni 2011

Siyasatud Da'wah

Taujih
Siyasatud da’wah merupakan aktivitas politik praktis da’wah yang erat kaitannya dengan minhaj da’wah, bukan ilmu politik seperti yang kita kenal selama ini yang dilakukan oleh personal structural dan fungsional da’wah dimana ruang lingkupnya adalah dalam pengendalian problematika da’wah.

siyasatud da’wah berbicara tentang pengendalian da’wah. ia merupakan istiglalul amtsal (usaha terbaik dan maksimal) dan mempercepat terbentuknya isti’ah (kemampuan) beramal jama’i. meningkatnya kualitas dan kuantitas, menertibkan marotib tanzhimi (stelsel structural) da’wah. Siyasatud da’wah mengarahkan sumber daya da’wah baik materi, termasuk situasi kondisi, pribadi, lembaga, dsb. pandai dalam melakukan intifa (pemanfaatan) potensi pada umat dan lawan.

Contoh Rasulullah di Mekah dilindungi oleh Abu Thalib, paman beliau yang melindungi beliau. Saat hijrah ke madinah pun Rasulullah memanfaatkan keahlian Suraqah dalam mengelabui kafir Quraisy. Pemanfaatan potensi lawan ini dengan syarat:

1. Untuk maju dan berkembangnya da’wah
2. Tidak menjual kebenaran pada orang-orang kafir
3. Jaminan kepada orang kafir boleh, asal diminta, untuk keselamatan da’wah
4. Tidak mengandalkan kekuatan selain sunatullah

Da’wah Islam tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip islam (mabadiul Islam). Ia tidak boleh melarut pada kancah politik, bebas dari vested interest dan motivasi-motiovasi diluar mardhatillah, tidak lepas dari tujuan Li ‘ilai Kalimatullah. Ia akan efektif jika punya patokan yang khas sebagai prasarat operasional dan berdiri diatas prinsip yang jelas, tidak melanggar aqidah, fikrah, minhaj, dan akhlak islam. Al-Qur’an menjelaskan:

1. Posisi yang kokoh

Adanya police maker dalam menentukan kebijakan da’wah.. jabatan/posisi bukanlah tasrif (kemuliaan) tetapi taklif (beban) yang mesti di pertanggungjawabkan. Para police maker muncul karena dipilih (isthofa) melalui syuro jama’ah. Sedapat mungkin untuk kelayakan, mereka harus bertakwa, banyak pengetahuan, sehat fisiknya (basthotan fil ilmi wal jismi)

1. Adanya sarana sebagai potensi

Menggunakan sarana-sarana sebagai potensi da’wah yang paling efektif dan efisien.. pemimpin harus memiliki isti’ab hammatut tadhbir (kemampuan menguasai perancangan) dalam menggunakan potensi-potensi ini

1. Langkah-langkah pelaksanaan

Potensi dirubah menjadi kekuatan da’wah berdasarkan acuan program yang jelas dan terarah. tidak boleh mengkalkulasikanpertolongan ghaibiyah sebagai potensi kekuatan

Sumber kekuatan adalah Allah, jama’ah berfungsi sebagai penampung kekuatan Ilahi (markazul quwwah, dimana kekuatan utama gerakan da’wah adalah anggota gerakan sebagai basis operasional jama’ah. Manusia sebagai asset harakah (thoqwotul harakah), para du’at menjadi milik da’wah, Anggota mesti didukung oleh masyarakat sebagai power base (pangkal kekuatan).

1. 13 tahun di mekah Rasulullah belum berhasil membentuk Qaidah ijtima’iyah sebab basis social pada sat itu belum mampu dimunculkan sebagai kekuatan islam yang manunggal. Rasulullah memulai da’wah dan menghimpun kekuatan mulai dari keluarga, kemudian kepada pemuka Quraisy , kemudian kepada masyarakat di Thaif, dan yang terakhir adalah basis sosial di Madinah oleh Mus’ab Bin Umair, diplomat dan da’I di Yastrib (madinah). Basis social terdiri dari mahali (lokal) dan ‘alami (regional)







Penerimaan Yastrib (madinah) pada saat itu adalah karena:





1. Masyarakat madinah mayoritas adalahg kalangan pemuda. mereka mudah menerima perubahan sosial. Kebanyakan orang tuanya banyak yang meninggal dikarenakan perang Buats selama 40 tahun sebelu islam masuk Madinah.
2. Masyarakat terdiri dari dua kabilah Aus dan Khajraj yang saling berseteru. adanya islam mempersatukan dua suku asli madinah tersebut.. perselisihan keduanya dikarenakan adanya campur tangan dari Yahudi.
3. Rasulullah mempersaudarakan muhajirin da anshar

Pada masyarakat manusia sebagai inti dari kekuatan (quwwatul basyariyah) sebagai main power. kekuatan ditentukan pleh bentuk manusia yang mengelolanya.

3 unsur kekuatan pada manusia antaralain: ruh, akal, dan jasad:

1. Ruh yang suci dan dekat pada Allah, penggerak dan sebagai daya dorong dari segala aktifitas hidupnya
2. Akal cerdas dan berkhidmat pada islam. ia tidak terpengaruh oleh pemikiran jahiliyah. Ia juga mampu memecahkan masalah umat dalam sudut pandang masyarakat islami
3. 3. Jasmani mampu menanggung beban da’wah bagaimanapun besarnya.

Personal da’wah harus mampu membentuk bia’ah (lingkungan/masyartkat) yang tidak terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya jahiliyah. Mereka mesti mampu membentuk opini umum (ro’yul aam) yang islami. Sehingga sedapat mungkin mampu melahirkan Bi’ah Islamiyah dan Bi’ah Harpkoyah secara sekaligus. Dimana diperlihatkan bahwa adanya bi’ah islam syiar islam tersebar.. slogan-slogan dan visi islam mampu hidup dalam tatanan masyarakat organik. Dan adanya bi’ah harakiyah menumbuhkan sia[ berjihad dalam islam.

Sebagaimana kita ketahui, ada 4 penberimaan masytarakat terhadap harakah islam:

1. Toleran (tasamuh)

Harakah tidak dianggap musuh dan tidak diganggu, dibiarkan tumbuh dan berkembang

1. Simpati (ta’athut)

Masyarakat ada minat dan rasa suka terhadap harakah meskimereka belum turun dalam kancah pergerakan harakah itu

1. Cinta (mahabbah)

Masyarakat yang sudah mengerti arti dan nilai harakah siap memberi dukungan pada harakah

1. Keterlibatan langsung (Ta’yid)

Masyarakat terlibat langsung dan melakukan pembelaan sekuat tenaga.



Da’wah nabi pada masa-masa kepeloporan adalah da’wah secara sirriyatut tanzhim, meski pada konteks sekarang, da’wah ini malah banyak dicurigai. Harakah (gerakan) islam harus mampu menjadi penghubung social (alaqoh ijtimaiyah) dengan masyarakat secara umum.

Ada dua bentuk wajihah da;am gerakan da’wah:

1. Wajihah tanzhim (langsung terkait dengan personil harakah)

wajihah ini dituntut untuk berpenampilan formal yang baik dan berkualitas. Ia merupakan penjelmaan dari bidang-bidang structural yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, termasuk dalam wajiha tanzhimiah (wajihah organisasi))

1. Wajihah amal (berkaitan dengan personil-personil gerakan da’wah)

Wajihah ini sedapat mungkin mampu memperkenalkan sakhshiyah (kepribadian) personil dalam konteks ruang keteladanan. Ia adalah wahana dari aktifitas anggota harakah, bisa berupa masailiyah dan bisa melibatkan orang di luar tanzhim (diluar struktural)

3 sasaran wajihah amal, antara lain:

1. Penyebaran fikroh (nashrul fikroh)
2. Penumbuhan keahlian (tanmiyatul kafaah)
3. Mendapat sumber pencaharian (kasbul maisyah)

Dalam meletakan potensi-potensi, jama’ah hendaklah mampu menganalisa hal-hal dibawah ini:

1. Pengalama masa lalu (tajribiyah madhiyah)
2. Realaitas masa kini (al haqiqah al hadhirah)
3. Perkiraan di masa mendatang (At-Tawaqut Al Mustaqbaliyah)

Dari tiga hal tersebut diatas, maka ditetapkanlah kebijakan jama’ah (qororot al ijtima’i), jika dari analisa tersebut baik/positif (ijabiyah) maka perlu dikembangkan dan ditumbuhkan, jika sebaliknya (salbiyat) maka hendaklah di ilaj (diperbaiki) kembali. Maka Qororot (kebijakan) da’wah ini merupakan bagian dari aktifitas ijtihad yang bernilai disisi Allah. Ada dua kemungkinan dari da’wah dan segala analisa kita:

1. Mihnah (karunia)

Ia adalah pemberian dari Allah, penuh bimbingan Ilahiyah yang mampu memuaskan hati, sehingga manusia perlu tafakkur fini’amillah

1. Minhah (ujian)

Ini adalah pemberian Allah, untuk menguji keimanan dan keislaman manusia, mereka perlu tafakur fillah

Dalam QS. Al Anfal ayat 60 dikatakan: wa’a idu lahum mastato’tum min quwwah, quwwah yang tersebut bersifat nakirah dan bermaksud kurang lebih sebagai berikut:

1. Ta’azomul aan (perintah yang besar)
2. Ma’na aam (pengertian yang umum)

Maksudnya adalah tegaknya masyarakat isalm dan daulah isalmiyah baru bisa dicapai manakala seluruh komponen kekuatan telah terpatri pada setia elemen pembawa kekuatan itu. Dan tarbiyah adalah pintu gerbang tegaknya berbagai aspek kekuatan. Namun, jama’ah kita tidak boleh semata-mata terjebak menjadi jama’ah tarbawiyah semata, meski tidak dipungkiri bahwa ikhwah memang tumbuh dan dibesarkan dalam tarbiyah islamiyah ini.. Maka, dalam kopntemplasi waktu ini, ada dua hal persiapan (I’dad) sebagai pangkal kekuatan umat:

1. I’dad dakhily

Mempersiapkan pribadi muslim sebagai sakhsiyah jama’iyah yang senantiasa iltizam dan memiliki kekuatan loyalitas yang tinggi pada jama’ah harakiyah

1. I’dad khorijy

Setelah sakhsiyah jama’iyah matang, maka hendaklah mereka beraktifitas di masyarakat, memberi penerangan di masyarakat, menjadi rujukan masyarakat

I’dad ini perlu dikembangkan dalam suasana pranata terkecil terrlebih dahulu (fard), kemudian dilanjutkan dalam kehidupan usrah (keluarga), dan seterusnya. usrah memegang peranan yang sangat fundamental dalam perkembangan tatanan masyarakat. Ada beberapa karakteristik usrah, antara lain:

1. Usrah ruhani

Ia adalah mata air keimanan yang tidak pernah kering.. didalam usrah ini dibentuk sifat2 sebagai berikut:

* Iman dan aqidah
* Hubungan hati dan persaudaraan
* Hubungan moralitas dan akhlak

1. Usrah fikriyah

Ia menghimpun cita-cita dan pemikiran islam dimasa depan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat-sifat yang dibentuk antara lain:

* Ilmu pengetahuan dan wawasan yang mendalam, baik syariah maupun umum, tumbuhnya kajian-kajian ilmiyah sesuai dengan kafaah (keahlian) masing-masing
* Teoritis (nazhariyah)

Usrah melahirkan teori-teori keislaman yang praktis dan aplikatif

* Konsepsional (minhajiyah)

Usrah melahirkan konsepsi (minhaj) sesuai dengan bidang atau kecenderungan

1. Usrah da’wah

Usrah ini sebagai pos da’wah yang paling dekat pada mad’u (objek da’wah) yang meliputi setiap amaliyah da’wah.. dengan karakterisitsik sebagai berikut:



* Gerakan (harakah)

Upaya perbaikan masyarakat diberbagai bidang

* Perjuangan (jihadiyah)

Usrah menjadi basis perjuangan islam dala kehidupan

* Jundiyyah (kepeloporan)

usrah mampu membentuk elemet2 tanzhim yang disiplin, sami’na wa’atona

usrah harus berperan di masyarakat sebgaia pemimpin asyarkat (al qoid al mujtama’) dan sebagai pemegang kendali masyarakat (ad daurul al qiyadi).. maka butuh beberapa urutan-urutan, agar masyarakat menjadi basis sosaila harakah yang murni:

1. Ro’yul aam al islamy (tersebarnya opini umum yang islami)
2. As suluk al ijtima’il islam (tingkah laku yang islami)
3. Bi’ah harakah islamiyah (lingkungan yangmenunjang gerakan islam)

Jama’ah da’wah haruslah berdiri dalam konsep petumbuhan.. untuk melakukan pertumbuhan (an numu) jama’ah harus secara berkesinambungan (mustamirah) melakukan tarbiyah. Tarbiyah ini harus meliputi tiga unsure penting, yakni: shalabatul qaidah (kekokohan barisan) sebagai inti kekuatan jama’ah, nuqhthatul intilaq (titik bertolak) diperlihatkan dengan kejelasan fikrah dan pemahaman yang mendalam tentang islam, dan kayfiyatul masiir (metode berjalan) dengan berusaha tetap[ dalam arah gerak seoerti Rasulullah saw.. tarbiya ini ada dua sisi:

1. Talqiniyah

Pembahasan masalah-masalah islam dalam bentuk halaqoh/liqo tarbawi

1. tajribiyah

menerima pengalaman langsung di lapangan sebagai pembelajaran di medan da’wah

asset harakah adalah manusia, mereka yang berhasil diajak ke jalkan Allah maka tegaklah diennulah.. para du’at menjadi milik da’wah.. watak yang mesti dipelihara keseimbangannya dalam thoqotul harakah (potensi pergerakan da’wah) adalah watak kebijaksanaan orang tua dan semangat pemuda (hikmatus syukukh fi hamasatus syabaab). Kita mengetahui bahwa potensi syabab adalah:

1. quwwatul mubadarah (kuat inisiatif)
2. quwwah tanfiziyah (kuat dengan gerak dan aktifitas)
3. al muthala’ah an nashariyah (kuat telaah konsepsional secara teoritis)

hamashah syabab tidak boleh menjadi emosi (infi’ali) sehingga menyeret manusia kedalam ekstremisme. Bahwa syukuh (orangtua) dianggap bijaksana, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Khazanah tadribiyah (kaya pengalaman)

Banyak dan lamanya perjalanan hidup mereka,sehingga mereka memiliki kekuatan menelaah situasi dan kondisi

1. Quwatussaitaroh fikriyah (kekuatan daya berpikir)

Pengaruh pemikiran mereka yang matang diterima di masyarakat

1. Quwwatus syaitaroh ruhiyah (kekuatana ruhani)

Mampu memberi pengaruh di hati masyarakat

Manusia sebagai pendukung dari harakah, adalah asset yang sangat bernilai, asset da’wah bukanlah kekayaan materi atau kekayaan lain dari jama’ah.. jama’ah harus akif, opensif, dalam proses rekruiting dan pembinaan iman melalui halaqah-halaqah. Pertumbuhan (an numu) asset meliputi:

1. Pertumbuhan kuantitas (numu ‘I kamiyah)

Jama’ah dalam rekrtuiting dan pembinaan melakukan tarbiyah qobla tanzhim sebagai pintu gerbang parrtisipasi dalam jama’ah dan tarbiyah ba’da tanzhim melalui daurah-daurah takhasusiyah (pelatihan kespesifikasian) untuk melahirkan orang-orang dengan kemampuan spesial (spesialis). Pertumbuhan jumlah ini mesti memperhatiakn:

* Pertumbuhan jumlah

Keselarasan antara jumlah du’at denbgan mad’u, termasuk mengelola peminat da’wah dengan berkualitas

* Penyebaran potensi harakah

Pemeliharaan piramida da’wah dan fase pembinaan dilakukan mulai dari tingkat Al-Akh (akltifis), sa’id (pendukung), muhibbin (pengembira), dan sampai kepada da’wah amah (orang umum), tidak bpleh ada yang mu’athol (hilang) dalam tatanan hierarki ini. Disini pert;u pembagian wilayah da’wah agar kondisi ini dapat menjadi tatanan strategis dalam da’wah

* Komposisi kafa’ah yang ada (tarkibul kafaah)

Kafaah dalam wihdah harakah (komponen pergerakan) da’wah ada tiga macam: da’wah, ilmiyah, dan fanniyah.. dengan potensi penyebaran 2-1-1

1. Pertumbuhan kualtitas (numu ‘I nau’iyah)

Parameter kualitas adalah adanya tarqiyah (peningkatan) baik qobla tanzhim maupun ba’da tanzhim.. sehingga mereka dituntut untuk memahami arkan bai’ah (rukun-rukun bai’ah) dalam jama’ah tersebut. Penjagaan klulitas ini dil;akukan dengan tarbiyah (pendidikan) madal hayah (seumur hidup). Tidak boleh anggota harakah lepas dari tarbiyah, mereka senatiasa melibnatkan diri dalam setiap aktifitas harakah, tidak bersikap penonton( komentator) dan memiliki sikap lapang dada (inshirohus shadr) agar sanggup melakukan tugasnya..

Contoh masyarakat yang lemah interaksinya dengan harakah adalah masyarakat bani israil..

* tatkala mereka meminta pemimpin kemudia ditunjuk oleh Allah, maka mereka menolak (kelemahan dalam mengantisipasi perkembamngan struktural)
* tatkala mereka diperintahkan untuk menyembelih sapi betina oleh Allah, mereka menganggap hal ini sebagai ledekan (kelemahan dalam menerima perintah Allah)
* tatkala mereka mendapat kenikmatan dari Allah meraka tidak puas, meminta lebih dari porsi yang diberikan Allah

dengan kenyataan seperti ini, Nabi Musa as, bersikap Rhahabatus shadr (lapang dada), maka bentuk solusi dari pertolongan Allah yang dia minta untuk disegerakan adalah:

* Allah melapangkan dada dan memudahkan segala urusan

Lapang dada (inshirahus shadr)merupakan mata rantai dari kemudahan urusan (tasyirul umur). Misalnya: dsalam fatratul wahyu, Allah memudahkan dan menghibur Rasulullah saw dengan Ad-Dhuha (sebagai hiburan) dan Al Insyirah (untuk melapangkan hati Rasulullah saw)

* Allah membuang uqdatul lisan dan membuat orang memahami da’wah

Uqdatul lisan adalah lisan yanmg gemar mengghibah, mengumpat, mencari kesalahan orang lain, mengejek, dsb.. denagn benarnya ucapan kita, memudahkan masyarakat dalam menerima dan memahami ajakan kita

* Allah memunculkan wazir (penolong) dalam urusamn da’wah

Orang dengan karakter setia (wazir) mendukung da’wah,, dengan adanya kesesuaian aqidah, fikrah, dan minhaj da’wah.. meraka adalah manusia pilihan untuk menolong kebenaran

1. Pertumbuhan kemampuan (numu ‘I qudrah)

Jama’ah yang kuat akan terbentuk jika memiliki jumlah yang memadai dalam mengendalikan masyarakat secara efektif. Ada beberapa syarat dalam pengendalian masyarakat ini:

1. Jumlah yang cukup dalam pengendalian masyarakat ini (al a’dad kafiy)

Umat tidak boleh ghurur dalam mengendalikan masyarakat

1. Ghirah keimanan yang kuat (ghirah qowwiyah)

Ghirah ini muncul jika doktrin-doktrin harakah sudah melekat pada individu

1. Kekuatan yang terorganisir secara rapi (al quwwah al munashomat)

Setiap Al-Akh (aktifis) hendaklah memiliki al indibath al qowwiyah (disiplin yang kuat) dalam bersikap, berbicara, dalam menyunaikan amanah jama’ahnya.. ia mampu berbicara sesuai dengan spesifikasi lawan bicaranya. (khatibu ahlid dunya billughati ahlid dunya, wa khatibu ahlillah billughati ahlillah). Mereka memiliki kedudukan yang sama, berbeda pada tugas dan fungsi penataannya saja, dan bahwa ketaatan kepada Qiyadah (pemimpin) merupakan kunci sukses bagi jama’ah. Ada lima (5) jenis kader da’wah di masyarakat:

1. Para khutoba yang bersemangat (al khutoba al jamahiry)

Kekuatan para khatib adalah dalam mengerahkan masa (tahtidh) dan menumbuhkan tahmis (semangat) berdasarkan iman dan pengetahuan.. bukan berdasarkan emosi atau kebencian

1. Orang faqih di masyarakat (faqih assya’bi)

Mereka adalah para ulama ditengah masyarakat yang member bimbingan dan fatwa-fatwa lurus, mampu memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan masyarakat.. da’I mesti meyakini tentang “Nahnu du’at qobbla kulla syai” (pada dasarnya kita ini adalah DA’I)

1. Aktifitas kerjasama social (amal at-ta’awun al khairy)

Salah satu contohnya adalah mampu menjadikan mesjid sebagai tempat strategis. para da’I menjadi pelopor di berbagai bidang (ta’zizud da’wah)

1. Menumbuhkan ekopnopmi masyarakat kecil (nasru’al iqtishadis sya’bi)

Sasaran yang hendak dicapai adalah agar masyarakat menjadi ikhtifa dzati (berdikari), mampu mengendalikan seluruh laju perekonomian.

1. Penerangan yang memasyarakat (al I’lam as sya’bi)

Sebagai langkah pembentukan ro’yul aam (opini umum) sesuai dengan rancangan da’wah. Ditandai dengan kemampuan menyebarkan dan memperluas media dan komunikasi serta pemasaran konsep-konsep yang terbingkai dengan ruh dan fikrah islam secara syar’I di masyarakat.

Jama’ah da’wah ibarat rumah (bina), ia tampak dalam (bina dakhily) dan tampak luar (bina kharijy). Jama’ah harus mampu meningkatkan fungsi rumah dengan baik.. maka ada dua hal yang mesti dikuasai oleh Al-Akh, yakni:

1. Peningkatan penguasaan internal (numu al isti’ab ad dakhily)

* Kemampuan meredakan masalah dalam jama’ah

Dalam meredakan masalah di tubuh jama’ah, ada dua hal pengefektifan (ilaj) yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Ilaj tarbawi (mengefektikan wasail tarbiyah)

Seperti poeningkatan ruhiyah, fikrah, ukhuwah, pemahaman dan tsaqoha islamiyah

1. Ilaj tanzhimi (mengefektifkan mekanisme struktural)

Meningkatkan suasana lingkungan persaudaraaan di tubuh jama’ah, memperbaiki penugasan melalui mekanisme structural oraganisasi

* Mendisiplinkan mekanisme structural organisasi

Mengusahakan agar jama’ah dapat berfungsi secara hierarkis, ditangani oelh orang0orang yang strategis

* Memobilisasi bantuan dengan stock ukhuwah

Ukhuwah sebagai wahana kebersamaan, sebagai kekuatran jama’ah dalam menghadapi tantangan dan perkembangan jaman. Ia akan lapang dada (insirahus shadr) dalam skala kecil dan toleran (tasamuh) dalam skala besar

1. Peningkatan penguasaan eksternal (numu al isti’ab al kharijy)

Meningkatkan kemampuan personil da’wah dalam memenuhi tuntutan dari luar jama’ah. Tuntutan-tuntutan ini biasanya berupa:

1. Tarbiyah di tingkat tasis harakah
2. Tsaqofiyah sebagai langkah poencerdasan umat dengan program islam
3. Siyasat (langkah politis) dalam pengendalian masyarakat
4. Iqtishadiyah (peningkatan ekonomi) dan kewmandirian

Dalam qoidah harakiyah (basis pergerakan) da’wah, tidak perlu tenaga mutakhasis (tenaga specialist). Orang dengan kemampuan generalis (multi dimensi) malah sangat efekltif. Berbeda dengan qoidah fikriyyah (basis konsepsional) dimana orientasi dari basis ini adalah penumbuhan orang-orang dengan karakter khusus (spesialist), mampu memikirkan dan memproyeksikan da’wah dan memenuhi tuntutan da’wah di masa depan. Pertumbuhan interenal qoidah fikriyyah ini mencangkup:



1. Pembentukan kafaah-kafaah spesialis

Memanfaaatkan orang yang memiliki kelebihanm dalam satu bidang untuk diberdayakan.. berdasar kaidah fikih mengatakan: ashobu shun’is sa’bi la yujidu syaian (mereka yang memiliki tujuh keahlian sebenarnya tidak emiliki keahlian apa-apa)

1. Pembentukan konsep keislaman yang dibutuhkan masyarakat

Ini adalah salah satu studi mendalam dari para pakar terhadap berbagai masalah dan kebutuhan jawaban bagi masyarakat, dengan jawaban-jawaban yang tersibghah dengan islam. Lalu disebarkan keluar dalam rangka menumbuhkan opini umum yang islami

1. Penyebaran teori-teori atau konsep-konspe (batsu nazhariyat fikrul islam)

Upaya mempublikasikan teori keislaman sehingga popular di masyarakat

1. Pembentukan lingkungan yang islami (siyaghat bi’ah islamiyah)

Dalam qoidah siyasiyah (basis kepemimpinan), mereka adakah para policy maker (pembuat kebijakan), ia hidup dalam qadhaya assahsiyah (pronblematika kepemimpinan), dalam qadhaya al maidaniyah (masalah-masalah di lapangan) baik dimasa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Pertumbuhan kemampuan basis siaysah bergantung pada tingkat komitmen mereka terhadap disiplin siyasah islam. Hendaklah mereka berdisiplin dengan cara:

1. Jelas sasaran dan tujuan dari kebijakan yang diambil

Ini merupakan komitmen para pembuat kebijakan dengan komitmen aqidah dan fikrah islam.a danya suasana dan ruh islam dalam berbagai keputusan dan kebijakan yang diambil. Sebagaimana ungkapan sahabatyang terkenal: ta’alau numus sa’ah (mari sejenak meningkatkan iman)

1. Menggunakan wasilah yang sesuai dengan syariat islam

Tidak menghalalkan segala cara untuk tujuan islam, maka orang-orang yang ada di level ini harus memahami dengan baik tentang fiqhul ahkam.. dalam rangka memunculkan karakter keseimbangan agama dan ilmu pengetahuan.. za’inul alim wa allimuz zaiim (pemimpin yang ulama dan ulama yang pemimpin).. tidak dibenarkan para pembuat kebijakan menggunakan dalil darurat (dalil dalam keadaan terpaksa) secara sembarangan, sebab dalil ini bersifat temportal (muaqotoh)

1. Keterkaitan yang integral

Melihat kasus secara integral dalam kaitannya dengan hal lain yang terjadi.. maka dituntut orang-orang untuk memahami fiqhud da’wah secara menyeluruh

1. Saling sempurna dan menyempurnakan

Agama kita yang bersifaat kaafah (menyeluruh) secara syamil mutakammil (lengkap dan sempurna) tidak sebanding dengan kemampuan kita yang sektoral dan terbatas.. maka kita dituntut untuk memahami fiqhu amal jama’I dalam rangka untuk saling menopang satu dengan yang lain dalam penyebaran potensi yang tidak seragam ini. Istilahnya adalah tidak boleh ada yang mendahului shaff atau tertinggal sangat terbelakang, sebab akan merugikan jama’ah itu sendiri. Maka kita mengenal konsep kewajiban tarqiyah sebelum tausiyah (kewajiban peningkatan sebelum perluasan))

1. Pandangan positif dan dinamis

Poara ikhwah hendaknya berhati-hati, penuh rancangan dan poerhitungan. Segala kesulitan dipandang sebagai upaya mencari pengalaman, sedapat mungkin mengupayakan agar front perbedaan dan peperangan yang kita hadapi tidak meluas. Mencari segala penyelesaian yang mampu menyelasiakan masalah secara tuntas dan akurat

1. Kesupelan yang didasari kenyataan di lapangan

Syariat ilahi memberikan range (skala toleranbsi) bila menetapkan suatu kebijakan atau hukum.. nmaka kita dituntut agar memahami medan da’wah (ma’rifatul maydan) secara komprehensif

1. Kemudahan yang toleran

“mudahkanlah jangan mempersulit, gembirakanlah jangan mengecewakan” (HR Bukhari dan Muslim)

Hendaklah para pengambil kebijakan menguasai ma’rifatu rijaal (mengenal karakter) terhafdap asset da’wah (manusia) dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.

Ketujuh point diatas apabila direaliosasikan, akan menghasilkan siyat al hakimah (politik yang bijaksana), dalam rangka mencapai kebenaran dalam hal tatanan politis maupun praktis (ishobatul haq fil qauli wal ‘amali). Refleksi dari siyasat hakimah ini adalah:

1. Penerimaan yang luas (wasi’atul qobul)
2. Kuatnya dukungan yang diberikan (qowiyatud do’m)
3. Mudah untuk dilaksanakan (suhulatu tanfizh)
4. Hasil-hasil yang baik (thoyyibatun natajj)

Qoidah siyasiyah harus bertumpu pada siyasat idariyah (manajemen politik), berdasarkan tiga landasan:

1. Memahami policy umum dari jama’ah

Jama’ah bekerja secara syumul dan menyeluruh untuk kemenangan islam dan segala tatatan dan pranata social

1. Memahami tahapan-tahapan

Ikhwah sangat dituntut keahliannya dalam hal memahami aplikasi dan implementasi da’wah yang berbeda-beda ini

1. Menentukan policy yang bersifat bagian-bagian

Berkaitan dengan siyasat ammah (strategi umum) dan siyasat marhaliyah (strategi bertahap)

Maka dari tiga fundamen/landasan tersebut diatas, maka kita bisa embuat takhtit (perencanaan), meliputi

1. Menentukan sasaran-sasaran, baik itu sasaran amah, sasaran marhaliyah, atau tarbiyah
2. Menyusun program operasional untuk pelaksanaan tugas-tugas
3. Menentukan time schedule (barnamij aj jamaniy)
4. Menentukan metode bergerak (uslubut taharuk)

Dalam rangka merealisasikan program-program tanzhim (program organisasi), dibutuhkan pengarahan (taujih) secara terus menerus, bisa berupa:

1. Taujih Qiyadi
2. Taujih Ma’nawiyyah (pengarahan untuk meningkatkan semagnat moralitas)
3. Taujih lil ittishalat (pengarahan untul lomunikasi)
4. Menetukan sarana-sarana yang dipergunakan

Dalam hal penataan tanzhim, ada bebrapa kjewajiban yang tidak boleh dilalaikan oleh jama’ah:

1. Pembagian tugas sesuai kemampuan ikhwah
2. Menentukan tanggungjawab
3. Menentukan batas-batas wewenang dalam tanggungjawab
4. Menumbuhkan administrasi tanzhim
5. Menentukan mekanisme struktural
6. Menentukan perkiraan biaya/beban yang dibutuhkan

Jama’ah mesti mampu menjawab kebutuhan dan tantangan jaman. Ia mesti mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan kaidah-kaidah ijtima’iyah yang ada (sya’biahisasi) dalam rangka membentuk opini publik (ro’yul aam) dan melyu (suasana) isalm yagn menyatu dengan masyarakat.. dalam fiqhud da’wah kita kenal istilah: “yakhtalitun walakin yatamiizun” (bercampur tapi tetap berbeda), nu’tsar ghairu mutaasiruun (mempengaruhi tetapi tidak terpengaruh). Jama’ah harus mematerikan (mengejawantahkan) tarbiyah sehingga ada pengaruh/efek kepada internal jama’ah dan feel eksternal kepada sya’biah.. sebagaimana kita ketahui bahwa, pada tatanan masyarakat, tidak ahnya multazim (anggota) saja, akan tetapi ada diantara merak sebagai mu’ayyidin (pendukung), muhibbin (penggembira, dan mutafarrijin (penonton).. lingkungan sya’biayah (lingkungan masyarakat) menuntut kearifan para da’i.. Dalam rangka memelihara keaslian (muhafazhah alaa ashalah) jama’ah, agar tidak terjadi pelarutan dan pembiasan, maka diperlukan langkah-langkah ta’sil (penjagaan), antara lain:

1. Ta’sil aqidi

Sedapat mungkin menghindari sikap minder atau hyper di masyarakat, mengokohkan basis aqidah dan keyakinan dengan sebaik-baiknya.. seperti pada saat dulu, wanita-wanita madinah bersyair untuk Rasulullah: “kammi mengetahui Rasulullah yang mengetahui hari esok”, maka Rasulullah menasihati mereka: “laa taquulu hadza, innahu la yu’lima ghaiba illallah”

1. Ta’sil fiqih

Fiqih berkaitan dengan mafahim (pemahaman).. memahami uslub (cara) Rasulullah dalam merentas perjalanan da’wahnya mulai dari skala makro kepada skala mikro dengan konsep Islam minhajul hayyah (isalm adalah pedoman kehidupan). Maka sikap berdisiplin syar’I merupakan tuntutan yang tidak bisa dielakan, dalam rangka menjawab hal-hal yang terjadi di sya’biyah (masyarakat) yang biasanya bersifat farpiyan, juz’iyah, tafshiliyah, dsb

1. Ta’sil fiqri

Menjaga originalitas fikroh, dimana fikroh islam adalah: syamilah, mutakamillah, integral, tepadu. Tidak sentral/sektoral.. fikrah ini tidak bisa dipenjara, sertiap pukulan yang dilakukan terhadap wajan da’wah hanya membantu penyebaran gerakan da’wah lebih luas lagi.. maka, dalam konteks tahririyah (pembebasan), kita lebih dulu melakukan pembebasan terhadap daulatul hawa, menegakan islam dalam diri kita (fard), usrah (keluarga), masyarakat (al ijtima’iyah), Negara (daulah), dunia islam (khilafah), lalu sampai pada tahapan tertinggi yakni Ustradziaytul Alam (Islam sebagai soko guru peradaban)

1. Ta’sil syar’I secara tanzhimi

Hendaklah kita memhamai jama’ah kita, berdasarkan hadits rasulullah saw: alaikum bil jama’ah (hendaklah kalian berjama’ah). Individu-individu dalam jama’ah haruslah berkarakteristik jundullah “wain jundanaa lahumul ghaalibuun” .. kita belajar kepada alam, pada tatana kosmos, bahwa semua benda/materi tersekap dalam mihnatu wahid, dalam konsep kejernihan dan keteraturan.. disamping jundullah, maka qiyadah (pemimpin) pun mesti mampu melakukan segala aktifitas dan tanggungjawabnya dengan pendekatan tarbawi.. maka klasifikasi kader pemimpin di masyarakat antara lain:

1. Murrobi

Murobi membimbing, mengarahkan (muwajih), dan mengajarkan (mu’allim) kepada masyarakat tentang islam

1. Mufakhir

Menguasai fikriah, memahami tasawwur (penggambaran yang jelas), menguasai konsepsional yang luas

1. Munazhim (organisatoris)

Mampu memobilisasi dan mengkonsolidasikan potensi, menggerakan dan mengkoordinasi jama’ah

Kita diharapkan mampu menjaga keseimbangan iklim-iklim bi’ah da’awiyah, meliputi hal-hal berikut ini:

1. Iklim ruhiyah dan ubudiyah

Bergantuing niatnya, bagaimana kuatnya hati dan perasaan dia terhadap konsep ketuahanan dan penghambaan

1. Iklim fikrah dan ilmu

Mampu melakukan anaisis, riset, dan perencanaan secara ilmiyah

1. Iklim do’mah dan harakah

Manusia itu multidimensi: fariyah, da’awiyah, maupun ilmiyah.. diharapkan mampu melakukan sinergitas dalam pergerakan da’wah (harakah da’wah).. dengan catatan:

1. Tidak boleh melejit salah satu, sedangkan yang lain tertinggal
2. Perpindahan/mutasi da’I sebagai kader kepemimpinan boleh dilakukan
3. Untuk memelihara kedinamisan dan penyegaran
4. Untuk menjagfa efisiens, efektifitas, dan kelancaran pelaksanaan program

Al-Akh dituntut untuk berkomitmen terhadap jama’ah, terhadap diri sendiri.. komitmen ini diwujudkan dalam kebiasaan sehari-hari.. ia mesti memhamai arkanul ba’iah (rukun-rukun perjanjian) dengan jama’ah, sebagaimana Sahid Hasan Al Banna memaparkan rukun baiah ini secara jelas.. steven Covwey dalam bukunya “the seven habits” memaparkan bahwa kebiasaan dibangun atas dasar pegnetahuan, keterampilan, dan perbuatan.. beberapa rukun ba’iah ini antaralain: al fahmu (memahami), Al-Ikhlas (meluruskan niat dan tujuan beramal), dsb.. komitmen ini tidak cukup, tanpa diikuti dengan pernyataan misi individu dan misi jama’ah.. beberapa misi jama’ah, antara lain:

1. Jama’ah memahami ilmu sebelum beramal
2. Jama’ah menjadikan ikhlas sebagai asas dari amal
3. Jama’ah memiliki insisiatif beramal shaleh
4. Jama’ah bersungguh-sungguh dalam Iqomatuddiin secara berkesinambungan dan tereus-menerus
5. Jama’ah melatih individu agar siap bertadhiyah (berkorban) secara efektif

Peringkat da’wah yang menuntut tadhiyah kita antara lain:

1. Ta’rif (penyebaran fikrah umum)
2. Takwin (suffi total dalam ruhiyah, militer total dalam amaliyah)
3. Tanfizh (jihad tanpa konfromi)
4. Jama’ah senantiasa teguh dan stabil dalam bergerak dan berjihad
5. Jama’ah membulatkan diri mendukung fikrah islam
6. Jama’ah menekankan bahwa “dimanapun, kami adalah bersaudara”
7. Percaya sepenuhnya kepada Allagh, Islam, da’wah dan Jama’ah

Dalam da’wah hendaklah kita berlaku ihsan dalam segala hal, ihasan sebagai komitmen kualitas operasional, iman sebgai komitmen moral dan .. “ Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu” (HR Muslim).. ada dua makna ihsan, yang sebagaimana kita ketahui brsama-sama:

1. Kebersamaan dengan Allah

Tumbuhnya sikap Ma’yatullah (kebersamaan dengan Allah), merasadiawawsi oleh Allah, senantiasa berhati-hati dalam hidup, tumbuhnya sikap/rasa takut kepada Allah atas amal yang tidak sempurna, atas amal yang tidak ikhlas dan disoreintasi amal.

1. Berbuat baik karena Allah

Mmenuhi hak dan adab kepada oranglain.. Rasulullah sebagai udwah terbaik dalam hal perbuatan baik ini. Maka ihsan sebagai factor kualitas dalam amal da’awiy kita mesti meliputi setidakmya hal-hal berikut ini:

1. Ikhlasun Niyat

Ikhlas sebagai landasan cinta kepada Allah, senantiasa merasakan pengawasan Allah

1. Itqanul amal

“bekerja dengan rapi, berminhaj tertata, terprogram dengan baik” ada tiga prinsif agar amal/aktifitas kita menjadi Itqan dihadapan Allah:

* Jiddiyah (sungguh-sungguh dan serius dalam bekerja)
* Istimroriyyah (terus menerus dalam bekera)
* Ruhul BAdzli wa tadhiyyah (semangat berkorban yang senatiasa berdegup dalam dada)

1. Jaudatul ‘Ada

Melaksanakan pekerjaan secara tuntas, penyelesaiannya baik, tanpa menimbulakan masalah.. maka anggota jama’ah dituntut agar mampu melaksanakan tanggung jawab dengan baik, dating tepat waktu saat agenda/aktifitas, bekerja dengan tahu bnagaimana kesempurnaan dari pekerjaannya. Ihsan dalam da’wah, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Ihsan daam perencanaan da’wah

Ihsan dalam merencanakan agenda jangka panjang dan jangka pendek, melibatkan seluruh elemen jama’ah

1. Ihsan dalam pengorganisasian da’wah

Ihsan dalam menyelenggarakan liqp’at tanzhimiyah.. misalnmya dengan cara: tepat waktu kedatangannya, partisifasi secara aktif da;am ruhiyan/fikriyan dalam syuro, membagi tugas dan penugasan

1. Ihsan dalam operasional da’wah

Melaksanakan da’wah dalam berbagai peringkat sesuai tuntutan manhaj.. peringkat-peringkat da’wah yang dimaksud antara lain:

* Memperbaiki diri, Memperbaiki keluarga muslim
* Memperbaiki masyarakat
* Memperbaiki tanah air
* Memperbaiki pemerintahan
* Mewujudkan kesatuan dunia islam
* Sampai terealisasinya kepemimpinan islam, dimana islam sebagai soko guru peradaban cerdas

1. Ihsan dalam memutaba’ahi dan mengevaluasi da’wah
2. Ihsan dalam melibatkan para poendukung da’wah

dibedah dari buku: H. Hilmi Amiruddin (Siyasatud Da'wah) oleh : Kammi Komisariat ITB

Tidak ada komentar: