Jumat, 10 Oktober 2014

Agenda Tarbiyah di Era Jahriyah-Jamahiriyah: Perbesar Kualitas, Perbanyak Kuantitas ! (4)

Jalan Memperbaiki Kesalahan

Dengan memahami pandangan yang lebih utuh tentang kualitas kader dan kasus-kasus kesalahan yang terjadi, diharapkan kita bisa melihat persoalan dalam perspektif obyektif, positif dan ke depan. Namun begitu, bukan berarti kita mengabaikan persoalan-persoalan penurunan kualitas yang sementara ini terjadi.
Manajemen da’wah yang baik, tentu saja harus mampu melakukan tiga hal sekaligus dalam menghadapi permasalah ini. Yaitu tindakan antisipatif agar masalah masalah tidak meluas atau terulang kembali. Lalu tindakan responsif, yaitu menanggapi secara cepat berbagai gejala permasalahan sehingga bisa teratasi dengan cepat dan tuntas. Lainnya adalah tindakan kuratif, yaitu menyelesaikan dan memperbaiki kasus-kasus permasalahan yang ada di kalangan kader.
Terkait dengan tindakan kuratif (‘ilaj), dalam da’wah ini tersedia tiga pendekatan.
Pertama adalah ‘ilaj ukhawi. Yaitu menyelesaikan permasalahan melalui pendekatan ukhuwah. Setiap kader memiliki hak untuk menerima taushiyah dan sekaligus berkewajiban melakukan taushiyah. Bahkan dalam budaya da’wah, ketika seseorang melihat kesalahan saudaranya secara langsung, ia akan segera menegurnya dengan cara yang baik, dan bukan mengadukannya kepada orang lain. Inilah hakikat taushiyah bil-haq, bis-shabr dan taushiyah bil-marhamah.
Ketika teguran sudah diberikan, kita harus menunggu beberapa waktu untuk melihat apakah saudara kita itu mau memperbaiki kesalahannya. Manakala teguran kita tidak berhasil, baru kita bisa menceritakan dan meminta bantuan orang lain untuk memperbaikinya. Tentu saja orang itu adalah pihak yang memiliki otoritas, kemampuan atau kedekatan terhadap kader yang bermasalah. Menceritakan kasus atau aib saudara kita kepada orang lain yang tidak dalam kualifikasi ini, sudah termasuk perkara ghibah.
Hal lain yang penting, ketika kita menemukan seorang kader yang melakukan kesalahan atau memiliki aib, salah satu tugas kita adalah menutupi aib itu dari orang lain. Dan kita harus tetap memandang saudara kita itu dari sisi-sisi kebaikannya, agar kita tetap mampu bergaul dan
beramal jama’i. Dalam suasana seperti ini, kita akan terus berupaya mengarahkan dan mengingatkan saudara kita itu, agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Ini adalah bentuk lain taushiyah melalui bimbingan atau arahan amal.
Kedua adalah ‘ilaj tarbawi. Yaitu mengatasi permasalahan yang dialami kader melalui taujihat tarbawiyah dalam forum-forum pembinaan. Fadzakkir, inna dzikro tanfa’ul mu’minin. Sangat mungkin, seseorang melakukan kesalahan akibat ketidakpahamannya (‘adamul-fahm) akan suatu persoalan. Dengan diberikan ilmu tentang hal itu, masalah yang ada akan bisa diselesaikan. Untuk itulah, seorang murabbi dan muwajjih harus peka dan mampu mengidentifikasi persoalan-persoalan yang berkembang di kalangan kader. Sehingga taujihat tarbawiyah yang diberikan secara rutin, bisa diarahkan secara lebih spesifik. Perhatikanlah, taujihat Rasulullah kepada para sahabat dalam forum-forum pembinaan, biasanya sangat spesifik dan sering berangkat dari kasus-kasus tertentu yang terjadi di lapangan amal.
Ketiga adalah ‘ilaj tanzhimi. Harakah kita adalah munazhzhamah. Ada ijro’at tanzhimi (mekanisme dan aturan organisasi) yang mengikat kita. Ketika suatu kesalahan yang dilakukan kader tidak mampu diatasi dengan ‘ilaj ukhawi dan ‘ilaj tarbawi, maka dengan otoritasnya, da’wah bisa melakukan ‘ilaj tanzhimi. Jajaran qiyadah di berbagai jenjang struktur harus mampu menggunakan otoritasnya. Pada titik ini, seorang kader akan dihadapkan pada pilihan-pilihan komitmen da’wah-harakahnya. Karena keta’atan pada jama’ah dan qiyadah adalah salah satu kewajiban asasi dalam amal jama’i. "Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya." (QS.4:59).
Ketika ‘ilaj tanzhimi dilakukan, maka di antara otoritas da’wah dan qiyadah adalah menetapkan uqubah (sanksi). Hakihat uqubah adalah sebagai bukti adanya kesalahan yang telah dilakukan, sebagai konsekuensi yang harus dibayar dari kesalahan itu dan sebagai jalan untuk mengingatkan serta mengembalikan orang yang bersalah kepada jalan kebenaran. Oleh karena itu, uqubah menjadi sangat penting agar kewibawaan da’wah dan kewibawaan Islam tetap terpelihara. Tentu saja, ini harus dilakukan oleh pihak yang benar-benar berwenang, dengan aturan yang jelas dan syura yang mendalam.

Tidak ada komentar: