Tampilkan postingan dengan label Analisa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Analisa. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Juli 2012

Pemicu bau mulut ketika puasa


ViVAlife.com - Selama menjalankan ibadah puasa, masalah bau mulut seringkali menimbulkan ketidaknyamanan di tengah lingkungan sosial. Masalah ini tak jarang menjadi hambatan dalam pergaulan dan membuat minder.

Penyebabnya? Saat puasa, aktivitas mulut berkurang membuat produksi air liur berkurang. Ini mengakibatkan bakteri lebih cepat berkembang biak dan mengubah sisa-sisa makanan di dalam mulut menjadi gas sulfur pemicu aroma tak sedap atau halitosis.

Aroma napas tak sedap yang muncul akan lebih menyengat pada mereka yang memiliki masalah gigi dan mulut seperti gigi berlubang, plak gigi, radang gusi, gingivitis karena karang gigi, dan periodontitis.

Setelah memastikan tak memiliki gangguan kesehatan gigi dan mulut, halau timbulnya aroma napas tak sedap selama puasa dengan sejumlah tips berikut:

• Hindari konsumsi makanan yang berpotensi meninggalkan aroma menyengat seperti bawang, petai, durian. Hindari pula rokok dan alkohol karena akan semakin mengurangi produksi air liur.

• Gosok gigi 20 menit setelah selesai makan sahur. Pastikan tak ada sisa makanan tertinggal untuk meminimalisir timbulnya halitosis.

• Saat sahur, konsumsi buah dan sayuran yang memiliki efek pembersih mulut seperti apel, wortel, dan bengkoang.

• Perbanyak minum air putih ketika sahur dan berbuka untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.

• Konsumsi keju. Selain kaya kalsium, dan rendah karbohidrat, dan keju mengandung fosfat yang bermanfaat untuk meningkatkan produksi air liur, dan mengurangi pertumbuhan karang gigi.

• Konsumsi rempah-rempah seperti ketumbar, mint, tarragon, kayu putih, rosemary, dan kapulaga yang sangat baik untuk memerangi bau mulut.

• Konsumsi vitamin C seperti berry, jeruk, dan melon karena dapat menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi pertumbuhan bakteri. Dapatkan vitamin C dari buah dan makanan alami. (umi)
Readmore »»

Selasa, 27 Maret 2012

Spiders Home


Oleh : Tsamir Sabainah

“Sesungguhnya rumah yang paling rapuh adalah rumah laba-laba, seandainya mereka tahu”.

Entitas Zionis telah membangun jejaringnya di setiap tempat, seperti laba-laba. Ia menanam kejahatan, menciptakan pembunuhan, dimanapun mereka berada. Ia adalah tubuh asing yang tidak bisa diterima dimana-mana. Itulah Israel. Karena mungkin latar belakang keberadaanya pun adalah terputusnya kepentingan antara para penjajah dan aliran Zionis untuk menciptakan legalitas keberadaanya di dunia Arab di masa depan, atau untuk membebaskan mereka dari virus yahudi di dunia agar berkumpul dalam satu komunitas di muka bumi ini, atau penyebab-penyebab lain yang ujung-ujungnya adalah demi membantu penjajahan dan kaum kolonilisme internasional.


Dalam kaitan akhir dari sebuah Entitas Israel tidak ada pembukaan dokumen yang lebih kuat daripada Al-Quran tentang persepsi akhir konflik dengan entitas Zionis. Allah berfirman, “dan kami tentukan pada Bani Israel dalam kitab (Al-Qur’an) untuk melakukan kerusakan di bumi dua kali, dan mereka akan sangat sombong dengan kesombongan yang tinggi. (4). Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana (5) kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar (6) jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(7) Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan Sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman (8) (QS.Alisra 3-8).

Kini rumah laba-laba ini menuju kehancuran, semua isyarat menunjukan hal ini. Banyak diantara para ilmuwan ahli setrategi Israel mengkhawatirkan masa depan mereka di negaranya. Badan intelijen Amerika, AS badan intelijen Amerika (CIA) telah meramalkan runtuhnya Israel ini dalam waktu dua puluh tahun. Seperti dimuat dalam konteks catatan yang dibuat oleh lembaga ini. Direktur Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan mengatakan, penjajahn mereka di Tepi Barat adalah penyebab kehancuran Israel dari dalam.

Pada periode terakhir, terutama setelah Perang Gaza (tahun 2008) Entitas Zionis dalam situasi internasional yang tidak diinginkan. Apalagi setelah laporan kecaman internasional terhadap tindakan tentara Israel, yang telah menjatuhkan citra moral Israel. Ia adalah sebuah bangsa dan militerisme moral, sampai batas tertentu yang dijelaskan di beberapa forum-forum internasional sebagai rezim yang menyerupai rezim apartheid di Afrika. Akibatnya sejumlah organisasi internasional hak asasi manusia di dunia mengusir beberapa Stafnya di negara-negara lain di dunia. Bahkan sekarang banyak dari mereka yang takut bepergian ke negara-negara Barat.

Israel telah gagal dalam menegaskan Entitasnya di wilayah pendudukan Palestina. Semua data statistik mengacu pada perpindahan Israel ke Barat dan nomor satu AS. Animo mereka begitu besar, sehingga mencapai angka satu juta orang Israel yang mengungsi ke Amerika selama lima belas tahun yang akan datang, menurut sebuah laporan CNN.

Struktur sosial internal masyarakat Israel mulai runtuh, jumlah proporsi pemuda yang mangkir dari wajib militer makin meningkat. Di sisi lain, persentase pengedar dan pengguna narkoba dan perdagangan manusia juga meningkat. Sejumlah tokoh Ukraina menuding perusahaan Israel terlibat dalam perdagangan 25 000 organ tubuh bangsa Ukraina.

Transisi dan revolusi Arab yang mulai merebak di sekitar Arab, seperti apa yang terjadi di Mesir, sebagai lumbung reservoir manusia strategis berdampak besar pada perubahan revolusi, untuk menghancurkan bangunan ini.

Revolusi-revolusi yang muncul dari sistem bangsa yang memerintah selama puluhan tahun dan telah hidup di bawah tirani dan penindasan. Hari ini orang-orang Arab memiliki pemimpin dari kalangan mereka. Revolusi-revolusi tersebut akan berdampak pada transformasi perjuangan Palestina. Masalah Palestina telah kembali ke Mesir, dan kami melihat bendera Palestina, yang tidak hadir selama ini di langit ibukota Mesir. (asy)

www.infopalestina.com
Readmore »»

Sabtu, 12 November 2011

Dari Tunis Untuk Orang Yang Mau Belajar


Oleh: Fahmi Huwaedi*

Peristiwa di Tunis, yang gaungnya hingga ke penjuru dunia, realita dan faktanya harus diamati dengan baik oleh kita. Terlebih lagi peristiwa tersebut mengirimkan kepada kita sejumlah pesan penting yang harus kita terima dan kita cerna dengan seksama.


(1)

Penulis ingin berbicara tentang hasil pemilu yang telah diselenggarakan disana pada Ahad (23/10) lalu dimana Gerakan al-Nahdhah/ Parti de la Renaissance (selanjutnya disingkat HN, pent.) memperoleh 90 kursi dari total 217 kursi di parlemen. Angka ini melampaui empat partai liberal dan sosialis yang hanya mendapatkan kursi tidak lebih dari 73 kursi. Bahkan dengan perolehan HN setara 41% ini mengagetkan para pejabat Tunis itu sendiri karena kepala pemerintahan sekarang ini, PM al-Baji al-Sibsi, sebelumnya hanya memperkirakan partai HN mendapatkan kursi tidak lebih dari 20% saja.

Dengan hasil ini, HN termasuk partai pertama dalam pengalaman demokrasi dunia Arab yang paling berhasil. Karena ini merupakan kali pertama dimana gerakan Islam memegang tampuk kekuasaan melalui pemilihan umum yang demokratis. Didalamnya mereka akan melanjutkan tugasnya dan bangkit bersama tanggung-jawabnya. (Catatan: Kemenangan Hamas dengan mayoritas kursi di parlemen Palestina memiliki kondisi khusus yang semua orang sudah mengetahuinya. Namun setelah kemenangan itu, Jalur Gaza diblokade disebabkan kemenangan itu sendiri). Sebagai contoh, kelompok Islam di Sudan memegang kekuasaan di tahun 1989 dalam sebuah kudeta yang dilakukan bekerjasama dengan sejumlah komandan militer. Saat Front Penyelamat Aljazair (FIS) menang dalam pemilu yang dilakukan tahun 1991 tapi pihak militer mengkudetanya dan tidak mengizinkan pemerintahannya untuk berjalan. Di Iran, para ahli agama memegang tampuk kekuasaan pasca meletusnya revolusi tahun 1979. Di Turki, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) memimpin pemerintahan setelah menang dalam pemilu tahun 2002, namun AKP tidak menganggap dirinya sebagai partai Islam. Walaupun para pengamat tidak berbeda pendapat tentang akar dan asal muasal AKP.

Latar belakang ini akan mempertajam analisa bahwa HN, dengan latar-belakang Islam, termasuk partai dengan pengalaman pertama yang berhasil dari model berdemokrasi di dunia Arab. Hal ini akan membuka kesempatan menguji program reformasi terbuka yang dikampanyekan HN, yang dulu didengungkan oleh Gerakan “Ittijah Islami” di awal tahun 80-an. Yaitu gerakan yang diketuai oleh Syeikh Rashed Ghannoshe setelah ia belajar fiqh dan falsafah di Mesir dan Suriah. Ide pemikiran itu kemudian beliau tuangkan dalam majalah Tunis, “al-Ma’rifah”.

Kemenangan HN dengan prosentase yang tinggi ini bukanlah satu-satunya hal yang mengejutkan (sekedar informasi dalam pemilu ini ada 49 perempuan yang menjadi anggota dewan, 42 diatarannya dari partai HN). Namun respon pemilih Tunis yang mencapai 80% termasuk hal yang mengejutkan juga. Hal ketiga yang mengejutkan lagi adalah terlihat dari kemajuan suara bagi aliran sekuler dan sosialis moderat. Terlihat dengan peringkat pertama yang diduduki oleh Partai Kongres untuk Republik (Congrès pour la république) yang diketuai oleh Dr. Monsef al-Marzoqi yang memperoleh 30 kursi. Kemudian di peringkat kedua ditempati oleh Partai Koalisi untuk Kerja dan Kebebasan (Forum démocratique pour le travail et les libertés) diketuai oleh Dr. Mustafa Ben Jafar yang memperoleh 21 kursi. Kejutan keempat ditunjukkan dengan perolehan Partai Persatuan Kerakyatan yang memperoleh 19 kursi, namun komisi pemilihan umum mendepaknya karena terbukti memiliki hubungan dengan partai presiden yang digulingkan, Ben Ali (Partai Perkumpulan Konstitusi/ RCD). Kejutan kelima berupa menurunnya perolehan kursi dari Partai Demokrasi Maju, yang diketuai oleh Ahmad Najib al-Shaby, yang hanya mempeoleh 17 kursi saja. Adapun Partai Demokrasi Modern, hanya memperoleh 5 kursi saja. Partai Kerja Komunis mendapatkan 3 kursi. Ketiga partai terakhir ini mewakili aliran sekuler garis keras dengan kedua sayapnya, Liberalis dan Marxis.

(2)

Benar memang, HN mendapatkan suara dan kursi terbanyak, namun lebih tepat dan pas dikatakan bahwa mayoritas rakyat Tunis memilih keadilan dengan dua sayapnya, Islam dan sekuler. Poin ini sangat penting dan mendalam artinya karena Tunis, sejak merdeka tahun 1956 dipimpin oleh penguasa sekuler otoriter dan bertambah keras di masa kekuasaan mantan Presiden Zaenal Abidin Ben Ali, 23 tahun lalu. Bukan hanya memerangi fenonema keber-agamaan dan menutup Universitas al-Zaetuna saja, tapi rezim Tunis saat itu sengaja mengejar-ngejar gerakan Islam dan menjebloskan sejumlah pemimpinnya ke dalam penjara. Hal ini menyebabkan sebagian pemimpin lainnya terpaksa lari ke luar negeri dan menetap di negara-negara Eropa seperti Perancis, Inggris dan Swiss.

Di saat kegiatan Islam dilarang di Tunis dan kegiatan partai komunis dibuka luas, media Tunis, selama rentang kekuasaan rezim Ben Ali, menjelek-jelekkan identitas Islam. Mengait-ngaitkan Islam dengan berbagai macam fenomena keterbelakangan dan keterpurukan.

Suasana seperti ini tidak banyak berubah pasca-revolusi 14 Januari lalu. Benar, rezim sudah tumbang dan kebebasan mewarnai negeri. Tentu hal ini memberikan ruang gerak bagi HN untuk mendapatkan legalitas dan beraktivitas di lapangan. Begitu juga, mengizinkan para pemimpin HN untuk balik lagi ke negaranya. Namun para petinggi sekuler masih menguasai sektor umum, lebih khusus lagi di bidang media. Kalangan sosialis menguasai penuh atas lembaga-lembaga kekuasaan masa transisi, seperti dewan tinggi untuk mewujudkan tujuan revolusi, badan independen untuk melaksanakan pemilihan umum. Cara-cara provokatif selama kampanye yang dilakukan kelompok garis keras sekuler, sering menakut-nakuti orang untuk tidak memberikan suara ke HN. Salah satu provokasinya adalah kemenangan HN berarti kebebasan orang dalam bahaya, pelaksanaan hukum hudud akan diterapkan, mewajibkan jilbab di jalanan, penghasilan wanita terancam kehilangan, memberangus seni, bank-bank (konvensional) akan ditutup, pariwisata akan dihentikan dan lain-lainnya. Tidak hanya provokasi dari kelompok sekuler garis keras ini saja yang mendukung kata-kata provokatif tadi, namun media Perancis juga memiliki andil dalam meramaikan provokasi tersebut selama rentang waktu itu.

Untuk menghadapi kampanye “hitam” ini, kampanye yang dipakai HN adalah menenangkan kecemasan orang dan menghilangkan ketakutan. Maka muncul kejutan, sebagian orang menyebutnya sebagai shok, massa tidak terpengaruh oleh kampanye hitam dan provokasi. Dan akhirnya HN memperoleh suara yang cukup besar. Hal ini seolah mengulang apa yang pernah terjadi di Mesir Maret lalu, ketika dilakukan referendum atas perubahan konstitusi. Dimana media massa, sejumlah ilmuwan dan politikus lebih condong untuk menolak referendum. Akan tetapi pilihan masyarakat umum tidak terpengaruh oleh kampanye hitam dan provokatif, hingga akhirnya mereka memilih referendum sebanyak 70% dari suara rakyat Mesir.

(3)

Ada sejumlah kesamaan antara apa yang terjadi di Tunis dan Mesir. Kedua negara pernah dibawah kekuasaan rezim polisi, hanya berbeda pada tingkatan (level) nya saja. Di Tunis lebih dahsyat namun di Mesir lebih kuat makarnya. Kedua negara masing-masing dibawah kekuasaan rezim sekuler, di Tunis lebih radikal sementara di Mesir terlihat diam-diam dan malu. Kedua negara juga melarang kelompok Islam menjalankan aktivitas politik, namun mengizinkan aktivitas partai-partai komunis. Larangan itu terang-terangan dan resmi di Tunis, namun nampak malu dan diam-diam di Mesir. Kedua negara berdalih kemenangan kelompok Islam, digunakan untuk meyakinkan negara-negara Barat, bahwa kelompok ini sebagai pengganti yang membahayakan kepentingan Barat. Agar kebijakannya dijalankan dan didukung opini umum, kedua negara memakai para ilmuwan dan cendekiawan sekuler-sosialis. Kemudian diberikan keleluasaan di mimbar-mimbar media dan kebudayaan sehingga mereka menjadi bagian dari rezim tersebut dan menjadi pilar utama bagi keberlangsungan mereka.

Di antara kesamaan yang lain adalah revolusi damai di kedua negara berhasil dan masyarakat yang menggalang serta memimpinnya.

Militer di Mesir berpihak kepada revolusi kemudian membentuk dewan militer untuk mengatur negara. Namun di Tunis, mereka bersikap netral dan pemerintahan dikuasai oleh ketua parlemen sesuai dengan konstitusi. Di masing-maisng negara, ada partai yang menguasai kekuasaan yang diketuai oleh presiden langsung, sedangkan partai-partai “gurem” yang ada disekelilingnya melanjutkan “dekor” demokrasi. Pasca-revolusi terjadi dorongan kuat untuk membentuk partai yang mencapai 115 partai di Tunis. Dorongan kuat yang sama juga terjadi di Mesir yang mengumumkan terbentuknya 50 partai setelah munculnya 120 koalisi.

Namun ada beberapa perbedaan dalam kaitan ini, bahwa kelompok Salafi di Mesir ikut terjun ke gelanggang pemilu dan memutuskan membentuk dua partai politik. Sementara kolega mereka di Tunis menolak ikut serta dalam pemilu dan menyebarkan pamflet-pamflet seruan memboikot pemilu pada 48 jam sebelum pelaksanaannya. Sekedar informasi, kelompok Islam satu-satunya yang terjun ke gelanggang politik adalah HN. Sedangkan di Mesir kelompok Islam memiliki 7 partai politik.

Di Tunis, pasca-revolusi, mereka menggunakan pendekatan yang dulu mereka lakukan pasca-pengumuman kemerdekaan tahun 1956. Dimana, pertama kali mereka memutuskan melakukan pemilihan majelis persiapan yang mewakili kekuatan riil di masyarakat. Dengan tugas menunjuk presiden, pembentukan pemerintahan, membuat undang-undang dan konstitusi. Ini dilakukan agar pemerintahan sipil bisa mengatur negara pada masa transisi hingga terbentuknya konstitusi yang baru. Tapi di Mesir, kami menghabiskan waktu panjang untuk mendiskusikan, mana yang harus didahulukan, pemilu atau konstitusi? Walaupun referendum konstitusi sendiri mendahulukan pemilu daripada konstitusi. Akibat lamanya diskusi dan perdebatan itu, menyebabkan masa transisi semakin panjang dan dewan militer tetap memegang tampuk kekuasaan. Sehingga tidak jelas, kapan dilangsungkan pemilihan presiden lalu kemudian kekuasaan dipindahkan ke kalangan sipil?

(4)

Dengan begitu, mereka ingin menjauhkan terjadinya perang sipil antara kelompok sekuler dan Islam. Itulah nasehat yang berharga yang disampaikan oleh Dr. Monsef Marzoqi, seorang pejuang dan petinggi Partai Kongres untuk Republik, mewakili kelompok sekuler moderat dan menjaga hubungan baik dengan HN, kepada kelompok liberal dan nasionalis untuk membentuk bersama HN poros terkuat di parlemen dan pemerintahan. Dari apa yang penulis dengarkan dari Dr. Monsef, beliau menyerukan untuk membuang jauh-jauh ideologi dari kompetisi pemilu dan memfokuskan kompetisi itu pada batas-batas pertarungan politik saja, bukan sisi ideologi.

Mungkin ada sejumlah pesan penting dan pelajaran berharga yang bisa diambil oleh pembaca dari pengalaman pemilu di Tunis, diantarannya:

1. Jangan merasa kehilangan kepercayaan dari masyarakat umum, mereka lebih pandai dan lebih sadar memahami fenomena di sekitar mereka walaupun media terus mengepung pemikiran dan otak mereka. Mereka mampu membedakan antara yang asli dan palsu, antara fakta dan fitnah.
2. Kelompok moderat di masing-masing ideologi, baik di sekuler, Islam atau sosialis lebih dekat satu dengan lainnya daripada kelompok garis keras di masing-masing ideologi tersebut. Kapal tanah air tidak akan melanjutkan melaut kecuali jika orang-orang moderat ini, satu dengan lainnya saling berkomunikasi dan membentuk poros yang satu.
3. Tanah air ini milik bagi setiap anak bangsa, tidak mungkin satu faksi saja yang memimpinnya. Untuk bisa tiba di darat dengan selamat, maka tak ada jalan lain kecuali koalisi dari beragam kekuatan yang mewakili berbagai elemen dan kekuatan di masyarakat harus dibentuk.
4. Karena tidak ada perbedaan seputar target nasional di masa transisi ini, berupa adanya demokrasi, kebebasan dan keadilan sosial, maka termasuk berlebih-lebihan jika dalam pernyataan sikap menyinggung tentang identitas dan tujuan akhir karena hal ini akan bisa memunculkan perbedaan dan membuyarkan upaya serta usaha yang sudah digalang selama ini.
5. Jangan sepelekan jaringan komunikasi sosial karena terbukti jaringan ini bisa menggalang massa, khususnya di kalangan anak muda yang menjadi harapan bagi masa depan bangsa.


Kelompok Islam yang sibuk dengan aktivitas politik, mereka diminta melakukan 4 hal:

Pertama: menenangkan dan membuang kekhawatiran orang.

Kedua: sibuk dengan melayani masyarakat bukan dengan menceramahi.

Ketiga: menghentikan berbicara soal akhirat orang dan membagi mereka, satu masuk surga, yang lain masuk neraka.

Keempat: menghormati kehidupan privat orang, yang memang tidak boleh disentuh, selama itu masih dalam batas-batas hukum yang berlaku.

Suatu yang baik, jika kita bisa mengambil pelajaran itu, namun lebih baik lagi jika kita mampu mencernanya dan mau belajar darinya.***

*)Diterjemahkan oleh Ust. Musyafa Ahmad Rahim, MA
dari artikel berjudul من تونس إلى من يهمه الأمر
http://aljazeera.net/NR/exeres/015A892B-6F4E-4E58-976E-2861E2890179.htm?GoogleStatID=1


*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Readmore »»

Minggu, 30 Oktober 2011

Revolusi Arab Bisa Pudarkan Hegemoni AS

Diposkan oleh DPC PKS PIYUNGAN Sabtu, Oktober 29, 2011



Oleh: Musthafa Abd Rahman*

TEWASNYA mantan penguasa Libya, Moammar Khadafy, Kamis (20/10), memperpanjang daftar pemimpin Arab yang tersingkir akibat gelombang revolusi, atau sering disebut pula Musim Semi Arab (Arab Spring).

Ini dimulai dari revolusi Tunisia yang memaksa Presiden Zein Abidine Ben Ali lari tunggang langgang ke Arab Saudi pada Januari lalu. Kejadian serupa menimpa Presiden Mesir Hosni Mubarak yang dipaksa lengser pada Februari lalu dan kini dalam proses pengadilan di Kairo.

Salah satu isu yang kini terus menjadi sorotan, bahkan menjadi polemik, adalah tentang peran asing, khususnya AS, di balik revolusi Arab itu. Tentu tidak bisa dimungkiri dukungan kuat AS dan Barat terhadap revolusi Arab.

Presiden AS Barack Obama, misalnya, secara tegas meminta Presiden Hosni Mubarak mundur saat revolusi Mesir pada Februari. Obama kini juga meminta Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dan Presiden Suriah Bashar al-Assad mundur.

Andil AS dalam penumbangan rezim Khadafy di Libya tak kalah besar. AS tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk operasi militer bagi perlindungan warga sipil di Libya. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir ini, AS mengerahkan pesawat tanpa awak, Predator, untuk memburu pasukan loyalis Khadafy.

Dukungan AS dan Barat terhadap revolusi Arab itu bukan tanpa pamrih. AS dan Barat yang selama ini dikenal pendukung kuat rezim-rezim diktator Arab tiba-tiba berubah arah. AS dan Barat tampaknya segera menyadari, percuma mempertahankan kapal yang sudah mau tenggelam.

Mereka pun segera membonceng gerakan revolusi rakyat, yang dimulai dari Tunisia, diikuti Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah. Tujuannya adalah agar AS dan Barat tidak kehilangan pengaruh di kawasan strategis itu (Timur Tengah).

Akan tetapi, banyak analisis di Timur Tengah menyebutkan, perubahan sikap AS dan Barat itu sangat spekulatif. Belum tentu pemain-pemain baru Timur Tengah yang lahir dari hasil pemilu demokratis nanti bersedia menjalin hubungan istimewa dengan Barat, khususnya AS.

Pasalnya, sistem pengambilan keputusan Pemerintah Arab baru mendatang akan berubah total. Opini publik akan menjadi barometer dalam pengambilan keputusan. Adapun opini publik di dunia Arab justru cenderung melihat negatif peran AS selama ini. Arab tidak simpati kepada AS lewat isu Palestina, dan prahara terorisme yang dianggap berlebihan sejak peristiwa serangan 11 September 2001 di AS.

Karena itu, mulai muncul analisis tentang kemungkinan mundurnya peran AS dan Barat di dunia Arab pascarevolusi. AS tampaknya sudah mengantisipasi tentang risiko kemerosotan pengaruhnya di kawasan strategis itu.

AS pun kini melakukan pertarungan dengan melobi kekuatan-kekuatan internal di Tunisia, Mesir, dan Libya agar mereka bersedia menjadi bumper bagi kepentingan AS di negara- negara tersebut.

Dekati media besar

Di Mesir, AS mendekati media massa berpengaruh, seperti beberapa televisi satelit dan media cetak milik pengusaha yang dekat dengan AS, serta sejumlah politisi pro-Barat. Bahkan, AS juga melakukan kontak intensif dengan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin) yang diperkirakan akan menjadi salah satu pemain utama di pentas politik Mesir mendatang.

Untuk Libya, Pemerintah AS segera mencairkan pula aset- aset Libya di AS yang sebelumnya dibekukan, yakni sebanyak 1,5 miliar dollar AS. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dalam kunjungannya ke Tripoli, Selasa (18/10), juga berjanji akan menggelontorkan bantuan 40 juta dollar AS untuk mendukung program keamanan di Libya.

Di Suriah, AS memilih berada di belakang Turki untuk mendukung gerakan revolusi rakyat melawan rezim Presiden Bashar al-Assad. AS berada di balik manuver-manuver oposisi Suriah yang sebagian besar bertitik tolak dari Turki. Pembentukan Dewan Transisi Nasional Suriah, misalnya, dideklarasikan di Istanbul, Turki, pada akhir September. Deklarasi ini juga mendapatkan dukungan penuh dari AS.

Meski demikian, manuver- manuver AS itu tetap belum menjamin terlindunginya kepentingan AS di Timur Tengah, seperti terjadi pada era kepemimpinan para rezim diktator.

AS dituntut harus mengubah kebijakan makro di Timur Tengah, terutama menyangkut isu Palestina, jika kepentingannya di kawasan itu tetap terpelihara. Kemarahan opini Arab terhadap AS sudah luar biasa. Ini adalah akibat dukungan tanpa batas AS terhadap Israel sejak negara Israel berdiri pada tahun 1948 hingga saat ini.

Keunggulan militer Israel secara mutlak hingga bisa memenangi semua perang melawan Arab hanya terjadi lantaran dukungan tanpa batas AS kepada Israel itu. AS kini lagi-lagi berusaha dengan segala cara untuk menghentikan program nuklir Iran agar Israel tetap memegang hegemoni dalam persenjataan nuklir di Timur Tengah.

AS dan Barat, bahkan Israel, harus sadar bahwa perubahan besar telah terjadi di Timur Tengah saat ini. Kasus serangan massa Mesir terhadap kantor Kedubes Israel di Kairo pada pertengahan September menunjukkan adanya perubahan besar di Mesir saat ini.

Pernyataan Perdana Menteri (PM) Mesir Essam Sharaf kepada televisi Turki dan Mesir pada pertengahan September lalu tentang perjanjian damai Camp David juga merupakan peringatan terhadap Israel.

Sharaf saat itu menegaskan, perjanjian damai Camp David pada tahun 1979 antara Mesir dan Israel bukan hal yang sakral. Perjanjian itu masih bisa didiskusikan kembali dan diamandemen untuk kepentingan perdamaian.

Bisa dibayangkan, PM Sharaf hanya seorang PM yang ditunjuk dewan agung militer yang berkuasa di Mesir. Namun, dia berani mengeluarkan pernyataan seperti itu. Jika pemerintah baru kelak terpilih secara demokratis, tentu pemimpin akan lebih berani melakukan apa saja, termasuk membekukan perjanjian damai Camp David, jika hal itu menjadi tuntutan rakyat Mesir.

Kasus hubungan Turki-Israel adalah contoh lain. PM Turki Recep Tayyip Erdogan berani menurunkan tingkat hubungan Israel-Turki hingga tingkat paling rendah, yakni tingkat sekretaris II. Turki melakukan ini setelah Israel menolak meminta maaf atas kasus penyerangan kapal Mavi Marmara bulan Mei tahun lalu.

Pemerintahan di negara-negara Arab mendatang yang lahir dari revolusi rakyat pasti akan berani mengambil keputusan besar terhadap AS ataupun Israel. Keberanian akan memuncak jika AS ataupun Israel tidak mengubah kebijakan klasik yang cenderung keras dan suka mendikte.

Oleh sebab itu, tak ada pilihan bagi AS, kecuali harus mengubah kebijakan makro di Timur Tengah, khususnya yang menyangkut isu Palestina, jika tak ingin kehilangan segalanya di Timur Tengah pasca-revolusi.

Tercapainya transaksi Gilad Shalit pekan lalu antara Israel dan Hamas merupakan percikan kecil yang positif akibat perubahan sikap Israel ke arah yang lebih lunak. Transaksi tersebut adalah menukarkan serdadu Israel, Gilad Shalit, yang disekap Hamas sejak tahun 2006 dengan 1.027 tahanan Palestina. Tercapainya transaksi tersebut tentu tak lepas dari adanya perubahan situasi di kawasan akibat revolusi Arab.

Tuntutan berikutnya adalah kesediaan Israel untuk bersikap atau menjadi lebih lunak dalam perundingan damai dengan Palestina. Perundingan ini perlu untuk membuka jalan bagi berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur.

Dalam hal ini, AS bisa berperan dengan menekan Israel demi terwujudnya negara Palestina tersebut. Dengan demikian, AS berharap kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah tetap terjaga pascarevolusi.***

*)KOMPAS.com


*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia
Readmore »»

Selasa, 25 Januari 2011

Proyeksi PKS 2014 Bersama Luthfi Hasan Ishaq

1/25/2011 08:54:00 AM | Posted by Faguza Abdullah


Islamedia -Partai Keadilan Sejahtera adalah partai tengah yang menjadi anggota Sekretariat Gabungan Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono. Namun, bukan berarti kader-kader PKS di parlemen tidak kritis kepada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana sesungguhnya posisi PKS terhadap pemerintahan?

Berikut pandangan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam wawancara dengan Kompas di Kantor DPP PKS di kawasan Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu:

Bagaimana mekanisme penjaringan pemimpin di PKS?

Kami mengawali gagasan penjaringan. Jadi, semua partai harus mulai menjaring siapa tokoh internal yang layak orbit biar diadu di lapangan. Kalau di sistem parlementer, kan, harus fight dulu, kita, sih, kan, enggak. Namun, setidaknya, biarkan orang lain tahu. Jangan last minute tiba-tiba muncul. Kita enggak punya pilihan lain, terpaksa memilih. Ironis kalau begitu.

Pilpres 2014 sudah dekat. Apa yang dilakukan parpol-parpol untuk kepemimpinan nasional?

Kita sudah matang berdemokrasi karena sudah 12 tahun lebih kita reformasi dengan keterbukaan, dengan sikap masyarakat yang diberi akses langsung, tak disekat-sekat seperti masa Orba. Saya kira sudah cukuplah. Kita berharap ke depan tokoh-tokoh kita benar-benar yang sudah teruji di lapangan, terbukti sukses, punya rekam jejak dalam menyelesaikan berbagai masalah.

PKS punya persiapan pada 2011?

Kami mengevaluasi dan mencoba melihat potensi dan semacam penelusuran bakat. Ada enggak yang punya bakat. Harus kita lihat dari berbagai aspek, dari sisi wawasan, kemampuan, kapasitas eksekusinya, dan sebagainya. Dengan demikian, bukan hanya PKS, kita berharap semua elemen bangsa mengorbitkan.

Tahun 2011, saya berharap masing-masing mengelus, memunculkan jagonya. Jadi, kita lontarkan semuanya, jangan malu-malu menyebutkan. PKS memang belum ada yang disebut. Bukan malu-malu, kami belum siap, mengukur, tahu dirilah.

Namun, PKS sangat diperhitungkan dan sangat merepotkan. Misalnya di Setgab?

Seluruh partai koalisi sudah teken kontrak politik dengan Pak SBY, satu di antaranya membentuk forum untuk membicarakan masalah nasional. Setelah satu tahun muncullah Setgab. Ini, kan, bagus. Namun, kemudian di lapangan ada evaluasi terhadap kinerja Setgab. Tujuannya untuk memperbaiki kinerja koalisi. Ini, kan, subordinatnya, bukan koalisinya.

Kita berharap dengan efektifnya pola manajemen di Setgab, koalisi menjadi semakin kuat. Namun, begitu dilontarkan evaluasi terhadap kinerja Setgab, seolah-olah kita ini akan memorakporandakan koalisi. Ini, kan, cara berpikir terbalik.

Kalaupun ada lontaran yang menohok, itu bukan dalam rangka menghantam. Ini, kan, institusi yang dibuat oleh koalisi. Ini yang dibenahi. Masak pintu rusak, bangunannya dirobohin? Benerin saja pintunya, gemboknya, kuncinya diperbaiki. Apakah kalau sudah bersama enggak saling mengkritisi? Suami-istri saja saling mengkritisi. Kan, biasa saja.

Mekanisme itu tidak pernah dibahas?

Tidak pernah. Makanya, itu yang kami kritisi. Harusnya ada pola yang lebih efektif dan efisien. Jangan kita dikaget-kagetkan dengan isu. Tiba-tiba, Setgab sudah sepakat dengan pemerintah. Kapan kita bertemu?

Memang di Setgab partai-partai anggota tidak diajak ngobrol?

Itu sudah ramai dibicarakan. Pak Anis (Matta, Sekjen PKS) pernah bilang, Setgab seharusnya jadi dapur. Jadi, harus digodok bersama. Setelah kita menggodok dan seluruh aspirasi diungkapkan, lalu kemudian kita melontarkan konsensus, semuanya sudah share dalam menggodok. Bukan sebelum matang lalu disajikan. Nanti orang yang makan bisa sakit perut.

Setelah kontrak selesai 2014, rencananya seperti apa?

Ya, sudah, kan, kita per lima tahun saja.

Apakah akan mencalonkan sendiri atau berkoalisi?

Kita lihat konstelasi politik ke depan. Biasanya siapa partai pemenang pemilu, komposisi partai-partai seperti apa. Terus sekarang kita mungkin akan mulai meluncurkan tokoh-tokoh, pilihannya itu. Dulu kita meluncurkan delapan kandidat, yang siap mendampingi siapa pun. Namun, delapan kandidat enggak ada yang laku, ya, sudah. Kita rasional saja.

Ada rencana lain? Misal kalau PKS menang, ada tokoh ini, kalau kalah, tokoh lainnya?

Pada akhirnya pasangan capres-cawapres ada unsur chemistry juga. Jadi, enggak bisa subyektif, kita yang memaksakan. Pada akhirnya mereka pilih sendiri-sendiri. Yang penting orbit dulu. Biarkan kinerjanya dibaca orang, biarkan berinteraksi, nanti tinggal kita lihat. Dulu berapa banyak yang ingin dilamar menjadi cawapresnya Pak SBY, tetapi tak ada satu pun yang dipilih. Justru yang dipilih orang yang sama sekali tidak pernah diorbitkan. Ya, sudah, chemistry-nya dengan dia.

Demokrasi sekarang karut-marut, banyak transaksional. PKS, kan, bagian dalam demokrasi itu. Bagaimana memperkuat demokrasi atau mengeliminasi dampak demokrasi itu?

Itu dia, ini sekarang ada sisi-sisi kelemahan yang harus dicarikan solusinya bersama. Seperti popularitas dan peran media untuk mengorbitkan seseorang, kadang-kadang, kan, ada yang berdasarkan rekam jejak dan kapabilitasnya sehingga dia dijagokan oleh media, ada yang karena ada aktivitasnya. Ada pula yang karena kemampuannya membayar iklan.

Nah, harusnya menurut saya pribadi yang dua pertama ini; karena itu memang assessment dari media tentang kapasitas dan kapabilitas atau karena aktivitas dia di lapangan sehingga diliput, ini yang harus jadi prioritas. Kalau iklan, kan, karena punya duit. Bayarnya, kan, mahal. Kalau dimaknai bahwa popularitas dan elektabilitas itu base on activity, itu akan menarik.

Namun, kalau base on iklan, itu beda. Kalau iklan, bergerak pun diatur, pencitraan. Kan, enggak beda kita dari bintang sinetron. Diatur, diajari cara akting. Karakternya bukan dia, tetapi supaya berkarakter seperti itu. Nanti kalau sudah selesai, ya, sudah kembali ke asal. Ya, ini menurut saya sisi yang harus dibenahi supaya demokratisasi kualitasnya semakin tinggi.

Peta politik ke depan ini akan seperti apa? Butuh pemerintah atau pemimpin yang kuat, kan?

Saya rasa, untuk Indonesia dengan teritorial yang sedemikian luas serta dengan bangsa dan rakyat yang sedemikian banyak, kita tidak bisa mengandalkan kepada person, tetapi kerja kolektif, tim, dari berbagai kemampuan.


LUTHFI HASAN ISHAAQ

Tempat Tanggal Lahir:
Kota Malang, Jawa Timur, 5 Agustus 1961
Pendidikan:

* Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Saud, Riyadh, Arab Saudi
* Master of Arts (MA) in Islamic Studie Salafia University, Pakistas

Jabatan:
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2010-1015

Perjalanan Karier

* Penerjemah Institute Policy Studies Arab-Inggris
* Public Relation Islamic Organization Union
* Direktur PT Sirat Inti Buana
* Ketua Yayasan Al-Amanah
* Sekretaris Jendral Partai Keadilan
* Bendahara Umum DPP PKS (2003-2005)
* Ketua Badan Hubungan Luar Negeri PKS
* DPR dari PKS dua periode (2004-2009), (2009-2014)
* Presiden PKS (2010-2015)

[Kompas.com]
Readmore »»

Minggu, 23 Januari 2011

PKS ; Antara Pusaran Politik dan Kemenangan 2014

1/24/2011 12:08:00 AM | Posted by islamedia



Islamedia - Menjadi bagian dari masyarakat yang majemuk atau plural tentunya adalah sebuah prestasi dan peluang tersendiri bagi seorang yang menamakan dirinya leader maupun petarung. Integritas dan independensi menjadi suatu hal yang paling teruji tentunya. Kesanggupan untuk mempertahankan nilai-nilai prinsipil serta kebijakan dalam mengadvokasi segala kepentingan dan tentunya tetap menjaga hubungan yang baik dengan segenap mitra adalah langkah-langkah yang senantiasa di tempuh dan di lakoni oleh para pemegang kebijakan.

Partai keadilan sejahtera dahulu, kini dan hari esok adalah tetap sama sebagaimana yang telah di fahami oleh kader-kader yang memang mengerti akan nilai-nilai universalisme islam itu sendiri. Tetapi seiring berjalannya waktu dan bergantinya periode dari setiap kepengurusan, akan ada saja warna-warna yang menghiasi segala kebijakan baik yang bersifat lokal, nasional bahkan regional. Tarulah saat ini, sering kita mendengar opini dari kader pks yang mengatakan bahwa pks kini bukan yang dulu lagi, pks telah berubah seperti parpol-parpol lainnya, orientasi kekuasaan, atau berubah menjadi pragmatis. Kita tidak akan menanggapi hal ini seperti tanggapan Politisi Anis Matta yang menggunakan doktrin materi yang bersifat religius, karena saat ini sebagian besar orang tidak sepenuhnya percaya dan menerima doktrin religius yang hanya sifatnya dogma. Akan tetapi dengan intelektual dan realitas yang bisa dengan mudah di fahami oleh nalar atau logika. Walaupun memang sedikit mengherankan juga sebenarnya yang berkata seperti ini apakah kader atau simpatisan PKS, kalau simpatisan mungkin sebuah kewajaran tetapi kalau kader pks, kita merasa sedikit sanksi, bukankah laju kaderisasi yang telah di jalani oleh kader-kader PKS selama ini sangat terkenal loyal dan militan, atau bisa jadi kader ini memang belum memahami strategi dan konsep yang telah di tetapkan PKS walaupun memang ada beberapa perubahan tetapi perubahan yang demikian itu adalah hal yang sifatnya temporal. Kita tidak membicarakan taqlid buta atau tsiqoh tanpa kepahaman, bahkan ke depannya simpatisan, kader dan publik akan melihat kebijakan pks mulai merambah ke segala lini-lini kehidupan baik yang sifatnya ideologis, kultural budaya, kawasan regional bahkan internasional yang mencakup segala kepentingan-kepentingan yang ada. Tidak menutup kemungkinan bahkan sebuah keharusan nantinya PKS akan merangkul dunia barat dan non muslim untuk menjalin kesepakatan demi kebangkitan dunia islam itu sendiri yang memang berkarakter universal.

- Independensi Partai
Mempertahankan independensi ideologis maupun lembaga yang bersifat struktural, PKS selalu memperhatikan hal tersebut, kontrak politik yang selama ini berjalan, kami melihatnya sudah sangat efektif, kenapa demikian ? karena yang ingin di tampilkan sebenarnya adalah koalisi antar partai politik yang menggunakan “akal sehat”. Tidak seperti masa-masa orde baru, Segala kebijakan yang terjadi saat ini dari pemerintah maupun koalisi bersama antar partai tetap dalam kewajaran yang memang sudah di sepakati ketika kontrak politik sebelumnya, seperti beberapa waktu lalu muncul koalisi Sekber, hal ini sudah ada dalam kontrak politik antara PKS dengan SBY sebelum PKS menyatakan bergabung, yang dimana saat itu kita melihat PKS adalah partai yang paling akhir bergabung di koalisi SBY, hal ini dikarenakan kontrak politik yang di tuangkan oleh PKS belum di sepakati oleh SBY, setelah di sepakati kedua belah pihak barulah PKS menyatakan bersedia. Hal yang demikian ini adalah gambaran bagi kita, bahwasanya PKS dalam menjalankan roda musyarokah ini sangat berhati-hati dan tentunya tetap mempertahankan independensi partai. Begitupun dengan penetapan calon disetiap pilkada, PKS selalu memperhatikan berbagai macam faktor sehingga wajarlah kalau PKS selalu yang paling akhir menyatakan keputusannya di setiap pilkada terkait pencalonan yang di usung.

- Kemenangan 2014
Kader PKS adalah kader yang intelek dan berwawasan luas, kemenangan yang ditargetkan di 2014, dalam hal perolehan suara, bukanlah sekedar optimisme tetapi sebuah realitas dengan fakta-fakta yang konkrit. Bagi sebagian pengamat politik mengatakan bahwa PKS akan semakin menurun perolehan suaranya di 2014 dengan melihat arus peningkatan suara perolehan dari 1999-2004 yang cukup besar kemudian di 2004-2009 hanya meningkat 1 %, bagi mereka artinya semakin ke depan PKS akan seperti parpol yang lain tetap mengalami penurunan perolehan suara, hal ini di asumsikan karena pks dari tahun 1999-2004 mampu meraih suara yang sangat signifikan karena program sosialnya, terjun langsung ke masyarakat dalam membantu dan memfasilitasi masyarakat baik saat musibah ataupun kondisi-kondisi tertentu, tetapi tren ini menurun di tahun 2004-2009 sehingga perolehan suaranyapun anjlok yang mengatakan bahwa pks tidak mempunyai program sosial yang besar seperti dulu, padahal bagi pks program sosial itu tetap besar dan berjalan dengan efisien akan tetapi sekarang menggunakan payung chariti atau lembaga kemanusiaan.

Berikut gambaran mengenai fakta-fakta menyongsong kemenangan PKS 2014 dalam tinjauan politik praktis,
1. Tren penurunan perolehan suara parpol selama 3 kali pemilu berturut-turut, kecuali Demokrat sebagai partai baru. Golkar dan PDIP yang selama ini mengungguli PKS penurunan suaranya sangat drastis, hal ini mencerminkan akan turunnya perolehan suara mereka di 2014. Adapun demokrat berbagai kasus yang dialami pemerintahan dua kali pemilu ini menjadi pelajaran yang berharga bagi publik bahwasanya perubahan yang di gembar-gemborkan adalah sekedar jualan politik saja. Sehingga dalam hal ini, publik akan melirik parpol yang senantiasa progres dalam setiap program dan konsepnya yang bermutu, saya kira kita tidak akan menyangsikan PKS. Kemudian melihat dari segi ideologis, golkar dan demokrat yang selama ini menjadi partai “tengah” akan di lengserkan oleh PKS yang memang sudah mulai menuju ke arah “tengah” yang mana sebelumnya sangat “ke-kanan-an”, memang peluang besar itu akan mulai bergeser ke PKS karena PDIP sebenarnya dari segi ideologis terbilang sangat “ke-kiri-an”.
2. Tokoh-tokoh PKS masa pembelajaran kenegaraannya sudah mengalami “efek kematangan”, semua melihat dan mengetahui sejak dari pemilu 1999 hingga sekarang, tokoh-tokoh politik PKS yang selama ini berkecimpung di pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif awalnya adalah kader-kader yang baru keluar dari kampus, mereka semua tergolong politisi baru, sehingga pengetahuan dan pengalaman kerjanya sangat pas-pasan, beda dengan parpol lainnya, tentu anda fahami bahwa Demokrat adalah pecahan dari Golkar, sehingga tidak mengherankan kalau demokrat sudah terbilang mapan dalam “bermain politik”. Dalam masa 11 tahun ini, kader-kader PKS telah terbilang matang pembelajarannya sehingga ke depannya ide-ide kenegaraan akan menjadi wacana dan realita yang akan di agendakan oleh PKS.
3. Kini saatnya merambah dunia eksternal, Periode sebelumnya bagi PKS, adalah pembenahan institusi internal, sehingga selama ini kader-kader PKS jarang tampil di publik dalam menuangkan ide-ide cemerlangnya. Karena memang untuk meraih sesuatu yang besar, pembenahan “kedalam” bagi PKS adalah suatu yang urgent dan sangat di kedepankan. Sehingga pada masa ini hal itu telah usai , kini PKS akan tampil dengan narasi-narasi baru, ide-ide yang sangat komprehensif dan universal, wacana-wacana kenegaraan akan digulirkan ke publik, sehingga PKS akan menjadi pelopor dalam setiap wacana dan debat publik, tetapi tentunya hal tersebut bukan sekedar wacana tetapi sebuah konsep yang akan bersama kita perjuangkan.

Menghadapi arus kemenangan bagi PKS, menarik untuk mencermati beberapa masukan dari para pengamat politik terhadap PKS, yaitu sedianya untuk segera berbenah dalam hal administratif, mulai dari logo, dan jargonnya. merekai memandang logo PKS saat ini tidak relevan lagi untuk menjadi lambang partai yang terbilang besar, karena sedianya publik ingin melihat sesuatu yang sederhana dan praktis, bagi beberapa partai ideologis, logo itu adalah perbedaan tersendiri. Seperti PDIP sebutan untuk logo partainya adalah banteng merah, PPP tentu kepada ka’bah, golkar partai beringin, begitupun dengan PAN lebih pas disebut partai matahari sedangkan PKS mau disebut apa ? partai ka’bah,bukan, partai padi juga bukan. Mungkin hal-hal yang biasa seperti ini kiranya menjadi perhatian, karena bagaimana pun publik tetap mempunyai peranan dalam mengusung dan mensosialisasikan pilihannya, begitupun dengan jargonnya PKS yang begitu panjang, mereka mengatakan bahwa hal itu sangat tidak mencerminkan dengan keberadaan kader PKS yang notabenenya adalah para intelektual. Wallahu A’lam

Opini dari :

Ikhsan Pallawa
(Koordinator Pusat Kajian Kepemimpinan Indonesia Masa Depan)

Sedianya Kritik dan saran ditujukan ke: ipallawa@yahoo.com
Readmore »»