Kamis, 03 Maret 2011

17 Kelemahan dan Kerapuhan Fondasi Paham Inkar Sunnah (11-14)

Oleh: Abduh Zulfidar Akaha

11. Benarkah Perintah Shalat dalam Al-Qur`an Hanya Tiga Kali Sehari?

Biar asal beda dengan Ahlu Sunnah, orang-orang inkar Sunnah selalu mengatakan bahwa shalat dalam sehari hanya tiga kali, bukan lima kali sebagaimana yang ditelah dipraktikkan secara mutawatir turun temurun oleh kaum muslimin. Menurut mereka, kewajiban shalat yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur`an hanya ada tiga macam dan tiga kali. Mereka mendasarkan pemahaman sesatnya ini pada firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Israa` ayat 78. Dalam ayat tersebut, Allah hanya memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan tiga macam shalat, yaitu; shalat duluk syam, shalat ghasaq lail, dan shalat qur`an fajar.

Akan tetapi, benarkah perintah Allah untuk shalat dalam Al-Qur`an ini hanya tiga kali sehari dan cuma ada tiga macam? Baiklah, sekali lagi dalam hal ini kita akan menjawab mereka dengan memakai logika mereka. Sebab, sesungguhnya masih ada lagi jenis macam shalat lain yang juga diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur`an. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا .

“Dan dari sebagian malam, maka (shalat) tahajjudlah kamu sebagai nafilah (tambahan) bagimu, semoga Allah mengangkat derajatmu ke tempat yang terpuji.” (Al-Israa`: 79)

Sekiranya orang inkar Sunnah mau konsisten dengan cara mereka menafsirkan Al-Qur`an, maka seharusnya shalat tahajjud ini juga dimasukkan dalam kategori shalat yang diwajibkan setiap hari di samping shalat yang tiga kali versi mereka. Apa pun tafsiran mereka tentang “tahajjud” dalam ayat ini, harus diakui bahwa ayat ini jatuh persis setelah ayat yang menyebutkan perintah shalat yang tiga kali.[1] Jadi, makna tahajjud di sini sama saja dengan duluk syam, ghasaq lail, dan qur`an fajar. Apalagi, dalam inkar Sunnah tidak ada perbedaan antara hukum wajib dan sunnah, sehingga perintah shalat tahajjud ini pun semestinya dianggap wajib oleh mereka. Itu pun masih ditegaskan lagi oleh Allah dalam firman-Nya,

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ، نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ، أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا .

“Dirikanlah shalat malam meskipun sedikit. Seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua, atau tambahi dari seperduanya.” (Al-Muzzammil: 2-4)

Dengan demikian, pemahaman sesat mereka bahwa shalat yang diwajibkan dalam sehari semalam hanya tiga kali adalah salah menurut logika mereka sendiri. Seharusnya mereka merevisi pendapatnya menjadi; shalat yang diwajibkan dalam sehari semalam itu ada empat kali, yaitu shalat duluk syam, shalat ghasaq lail, shalat qur`an fajar, dan shalat tahajjud!

Sekadar catatan tambahan tentang inkonsistensi inkar Sunnah dalam menerjemahkan dan bukti bahwa mereka memang memahami Al-Qur`an menuruti hawa nafsunya, yaitu bahwa shalat yang mereka klaim hanya tiga kali sehari ternyata tidak mutlak demikian. Perhatikan kata yang kami beri garis bawah pada ayat berikut,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) fajar. Sesungguhnya shalat fajar itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`: 78)

Apabila mereka mau konsisten, kata “sampai” pada ayat ini tidak bisa disamakan dengan kata “dan,” karena memang berbeda maknanya dari segi bahasa. Contoh mudah saja, jika ada kalimat berbunyi. “Abdul Malik tidur dari jam tujuh malam sampai jam tujuh pagi.” Apakah ini berarti si Abdul Malik tidur dua kali, yakni tidur pertama pada jam tujuh malam, dan tidur kedua jam tujuh pagi?[2] Orang yang berakal sehat tentu akan mengatakan, bahwa tidur malam si Abdul Malik hanya sekali, yaitu mulai jam tujuh malam sampai jam tujuh pagi.



12. Benarkah Tidak Ada Hukum Sunnah dan Makruh dalam Al-Qur`an?

Dalam salah satu ‘fatwa’ sesatnya atas pertanyaan anggota milis yang diposting di milis Pengajian_Kantor tentang hukum dalam Al-Qur`an, Pak Abdul Malik berkata, “Sepanjang yang saya baca di Al-Qur`an, tidak terdapat ketentuan tentang sunnah ataupun makruh sebagaimana pemahaman kalangan sunni. Yang saya pahami, ketentuan2 Allah di dalam Al-Qur`an ada yang bersifat ‘suruhan’ sebagaimana ayat tentang puasa yang anda kutip; ada yang bersifat ‘larangan’ sebagaimana ayat tentang larangan mendekati zina; ada pula yang bersifat ‘keutamaan’ seperti ayat yang mengatakan beruntungnya orang yang memberikan hak sanak saudara, fakir miskin, dan musafir (30:38). Pedoman kita selaku muslim sederhana saja: Apa yang disuruh Allah, wajib kita jalankan. Apa yang dilarang-Nya, haram kita lakukan.”

Dalam jawabannya ini, Pak Abdul Malik mengatakan bahwa di dalam Al-Qur`an tidak terdapat hukum sunnah dan makruh. Yang ada hanyalah; wajib, haram, dan keutamaan. Seharusnya, jika menurut logika inkar Sunnah dalam memahami Al-Qur`an, maka dalam Al-Qur`an pun sebetulnya terdapat hukum sunnah dan makruh.[3] Untuk hukum makruh, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا ، كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا .

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong. Sesungguhnya kamu tidak akan dapat menembus bumi dan juga tidak akan sampai setinggi gunung. Itu semua keburukannya dibenci (makruh) di sisi Tuhanmu.” (Al-Israa`: 37-38)[4]

Apa pun kata inkar Sunnah tentang ayat ini, yang jelas secara secara letterledge (tekstual) ayat ini menyebutkan kata “makruh” untuk perbuatan sombong dan perbuatan dosa-dosa lain yang disebutkan dalam surat yang sama mulai ayat 22. Dengan kata lain, perkataan Pak Abdul Malik tentang tidak adanya hukum makruh dalam Al-Qur`an adalah tidak benar.

Sedangkan untuk hukum sunnah, jika mau diambil secara harfiyah saja –menurut logika inkar Sunnah–, terdapat sekitar dua belas kata “sunnah” dalam Al-Qur`an. Tetapi, karena mereka menerjemahkan kata “sunnah” sebagai syariat, hukum, dan ketetapan; maka bisa dibilang tidak ada makna hukum sunnah[5] dalam Al-Qur`an sebagaimana yang dipahami oleh Ahlu Sunnah. Bahkan, mereka menggeneralisir bahwa semua hukum dalam Al-Qur`an adalah sunnatullah. Suatu perkataan yang benar namun bermaksud batil.

Pak Abdul Malik berkata, “Perkataan ‘sunnah’ secara harfiah bisa diartikan ‘syariat/ hukum/ ketetapan.’ Istilah sunnah ini disinggung di dalam Al-Qur`an dalam tiga konteks yang berbeda. Dalam konteks yang ketiga ini, seluruh hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur'an adalah sunatullah.”[6]

Adapun hukum sunnah dalam Al-Qur`an yang berarti “tambahan” atau hukum kedua setelah wajib, maka hal ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala berikut,

“Dan dari sebagian malam, maka (shalat) tahajjudlah kamu sebagai nafilah (tambahan) bagimu, semoga Allah mengangkat derajatmu ke tempat yang terpuji.” (Al-Israa`: 79)

Jadi, sesungguhnya dalam Al-Qur`an pun terdapat hukum sunnah sebagaimana hukum makruh, di samping hukum wajib dan haram, selain ‘hukum keutamaan’ yang sebetulnya termasuk sunnah juga.

13. Mereka Mempunyai Kesamaan dengan Kelompok di Luar Ahlu Sunnah

Pada dasarnya orang inkar Sunnah sendiri mengakui bahwa mereka bukan termasuk Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Mereka mengaku Islam, tetapi menurut versi sesat mereka. Mereka adalah inkar Al-Qur`an was-Sunnah wal jama’ah. Bahkan, pada hakekatnya mereka bukanlah pemeluk agama Islam dan bukan bagian dari umat Islam. Sekali lagi, mereka hendak menghancurkan Islam dari dalam dengan cara mempengaruhi kaum muslimin agar menjauhi Sunnah Rasul-Nya.

Dalam peta sejarah Islam, dikenal adanya kelompok-kelompok yang ada hubungannya dengan Islam. Baik itu adalah benar-benar kelompok Islam ataupun kelompok yang dinisbatkan kepada Islam karena masih mempunyai ciri keislaman, dan ada pula kelompok yang benar-benar berada di luar Islam. Biasanya, agar lebih simpel, para ulama hanya menyebutkan dua istilah saja; Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan bukan Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Yang disebut belakangan, biasanya ada embel-embel aliran atau kelompok sesat. Dan, memang demikianlah faktanya.

Para ulama mengkritisi, bahwa kelompok inkar Sunnah ini mempunyai kesamaan dalam sebagian pemahamannya terhadap Islam dengan tiga kelompok atau golongan yang pernah tampil dalam pentas sejarah Islam yang dianggap sesat oleh kalangan Ahlu Sunnah. Mereka yaitu; Khawarij, Syiah, dan Muktazilah. Dan, belakangan inkar Sunnah pun juga mengadopsi sebagian pemikiran sesatnya dari kelompok orientalis.

A. Kesamaan Inkar Sunnah dengan Khawarij

I. Khawarij tidak menerima semua hadits dari para sahabat yang terlibat langsung dalam kasus tahkim yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu Anhuma. Sementara inkar Sunnah tidak menerima hadits dari semua sahabat secara mutlak, meskipun tanpa alasan yang jelas.

II. Khawarij menolak semua hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat yang menerima (ridha) kasus tahkim, sekalipun sahabat tersebut tidak turut serta di dalamnya. Adapun inkar Sunnah, mereka menolak semua hadits yang diriwayatkan oleh semua sahabat.

III. Khawarij menganggap bahwa satu-satunya sumber syariat adalah Al-Qur`an. Sedangkan inkar Sunnah pun juga demikian.

IV. Khawarij menolak ijma’ ulama sebagai salah satu sumber hukum syariat. Demikian pula dengan inkar Sunnah. Mereka bahkan tidak mau mengakui ilmu dan ulama.

V. Khawarij tidak mengakui adanya hukuman rajam. Sama persis inkar Sunnah, karena hukuman rajam tidak ada dalam Al-Qur`an. [7]

B. Kesamaan Inkar Sunnah dengan Syiah

I. Sama-sama sangat membenci Abu Hurairah. Sebagaimana umum diketahui, bahwa Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

II. Sama-sama sangat membenci Imam Al-Bukhari (dan Muslim), karena dianggap sebagai orang pertama kali yang membukukan hadits-hadits Nabi.[8]

III. Sama-sama menolak hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat. Namun, kaum Syiah lebih spesifik, yakni menolak hadits yang tidak diriwayatkan melalui jalur Ali bin Abi Thalib dan para imam makshum.[9]

IV. Sama-sama membenci para sahabat secara umum. Namun, kaum Syiah masih menghormati beberapa sahabat (selain ahlul bait), seperti; Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.[10]

C. Kesamaan Inkar Sunnah dengan Muktazilah

I. Sama-sama mendewakan dan tergila-gila dengan logika.

II. Sama-sama lihai dalam retorika dan menyusun kata-kata.

III. Sama-sama senang menafsirkan Al-Qur`an menurut hawa nafsunya.

IV. Sama-sama mengingkari hadits ahad. Bahkan, banyak dalam literatur Muktazilah yang juga menolak hadits mutawatir, dengan alasan; apabila satu dua orang bisa berbohong, bukan tidak mungkin banyak orang juga bisa berbohong! Artinya, dua kelompok ini sama-sama menolak Sunnah Nabi.

V. Sama-sama melecehkan kredibilitas sahabat.[11]

D. Kesamaan Inkar Sunnah dengan Orientalis

I. Sama-sama lahir dari rahim orang-orang Barat dan Eropa yang notabene adalah musuh Islam.[12]

II. Sama-sama menerjemahkan Al-Qur`an dengan hanya menggunakan kaidah bahasa atau permainan bahasa, meskipun salah kaprah dalam penerapannya.

III. Sama-sama menyerang Sunnah Nabi, baik shahih maupun dhaif, dan mempertentangkan satu hadits dengan hadits yang lain.

IV. Sama-sama senang membandingkan Sunnah dengan Bibel, untuk kemudian menyimpulkan bahwa Sunnah mengadopsi dari Bibel.

V. Sama-sama di luar Islam dan musuh Islam.[13]

Dengan demikian, jelas sudah bahwa sesungguhnya gerakan inkar Sunnah ini sangat membahayakan Islam dari dalam. Sebab, dari segi kemunculan, metode pemikiran, dan pemahamannya mempunyai kesamaan dan sangat erat kaitannya dengan kelompok-kelompok yang dikenal sesat dan berada di luar jalur Ahlu Sunnah wal Jama’ah, bahkan di luar Islam. Bahkan, tidak salah jika dikatakan bahwa inkar Sunnah ini pun memiliki sejumlah kesamaan dengan Yahudi dan Kristen. Setidaknya mereka sama-sama di luar Islam, sama-sama memusuhi Islam, sama-sama tidak melaksanakan ajaran Islam, dan sama-sama tidak percaya kepada Sunnah Nabi.

14. Mereka Dibayar Untuk Menghancurkan Islam dari Dalam!

Bukan tidak mungkin gerakan inkar Sunnah ini sengaja diciptakan oleh musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam dengan dukungan dana yang cukup besar. Meskipun agak sulit untuk membuktikannya, akan tetapi berdasarkan fakta dan kesaksian di bawah ini dapat disimpulkan bahwa dugaan ini bukanlah isapan jempol semata.

a. Kesaksian Prof. DR. Muhammad Ali Qashwari

Prof. DR. Muhammad Ali Qashwari, seorang ilmuwan Pakistan lulusan Cambridge University, Inggris, mengatakan bahwa yang memilih Abdullah Cakralawi untuk membawa misi inkar Sunnah adalah delegasi Kristenisasi dari Inggris. Lembaga Kristenisasi inilah yang secara rutin membiayai seluruh dana yang diperlukan Cakralawi, baik secara langsung maupun tidak langsung.[14]

b. Kasus DR. Rasyad Khalifah

Dalam mukaddimah buku ini telah kita bahas, bagaimana salah seorang tokoh inkar Sunnah di Amerika kelahiran Mesir, DR. Rasyad Khalifah diberi fasilitas yang serba luks dan sangat lengkap berikut gaji ratusan ribu dolar perbulan untuk mengacak-acak Islam dari dalam. Dia dijadikan imam besar di ‘masjid’ Tucson, Amerika Serikat, beristrikan seorang wanita cantik warga negara Amerika, diberi kewarganegaraan Amerika, memiliki lembaga studi Qur`anic Society, dan sebagainya. Seiring dengan itu semua, dia mendapatkan tugas untuk membuat berbagai buku, statemen, dan penelitian yang membuat marah kaum muslimin. Dimana akhirnya dia menanggung sendiri akibatnya sebelum sempat bertaubat.

c. Kasus DR. Ahmad Subhi Manshur

Tokoh kita ini adalah penulis buku pedoman bagi ‘pemeluk’ aliran inkar Sunnah yang cukup lengkap yang berjudul “Al-Qur`an wa Kafa Mashdaran li At-Tasyri’ Al-Islamiy,”[15] (Cukup Al-Qur`an Sebagai Sumber Syariat Islam). Sayangnya, DR. Ahmad Subhi Manshur tampaknya tidak memiliki cukup uang untuk mencetak dan menerbitkan bukunya, sehingga baru terbit setelah didanai oleh Presiden Libia Kolonel Moammar Gadafi. Terlepas dari siapa Gadafi, yang jelas orang inkar Sunnah selalu saja mendapatkan dana dari orang-orang yang jauh dari Al-Qur`an dan Sunnah Nabi.

d. Kasus Antar-Jemput Gratis

Masih ingat sejarah munculnya inkar Sunnah di Indonesia? Pada pembahasan sejarah inkar Sunnah di negeri kita ini, kami kutipkan dari bukunya Pak Hartono Ahmad Jaiz dan Pak Amin Jamaluddin, bahwa orang-orang inkar Sunnah di Jakarta waktu itu tinggal naik mobil antar-jemput setiap kali mengikuti pengajian, gratis. Padahal, pengajian mereka cukup ramai di sejumlah masjid di Jakarta. Bisa dibayangkan, berapa kira-kira dana yang mereka keluarkan untuk menyewa kendaraan demi menjemput dan mengantar setiap orang yang mau mengikuti pengajiannya. Tentu tidak sedikit.

e. Kesaksian Pak Amin Djamaluddin

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Pak Amin Jamaluddin mengatakan, bahwa dulu pada tahun 1980-an, setiap orang yang mengikuti pengajian inkar Sunnah ini mendapatkan uang sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) setiap satu kali pengajian. Itu pun bagi yang berasal dari luar Jakarta, ada uang tambahan. Adapun untuk ustadznya, selain uang yang tentu lebih banyak dari jamaahnya, apabila mereka mengikuti tujuh kali pengajian secara berturut-turut; maka mereka tinggal mengukur badannya untuk mendapatkan stelan jas, celana, dan sepatu. Kemudian, bagi setiap orang yang berhasil membawa satu orang baru untuk mengikuti pengajian, dia mendapatkan lagi lima ribu rupiah!

Uang lima ribu untuk saat itu tentu cukup banyak. Dan, bukan tidak mungkin tradisi semacam ini masih terus berlangsung hingga sekarang, yang tentu saja dengan jumlah nominal yang lebih besar.

f. Pengakuan Tak Langsung Deepspace

Dalam salah satu email diskusi kami dengan Pak Deep, kami pernah menanyakan masalah ini, yakni apakah mereka dibayar atau tidak. Tetapi, jawaban Pak Deep terasa ngambang dan tidak tegas. Sehingga, hal ini membuat dugaan kami semakin kuat bahwa mereka memang sebetulnya benar-benar dibayar oleh pihak tertentu untuk menghancurkan Islam. Akan tetapi, kami salut pada Pak Deep yang tidak mau berbohong. Sebab, apabila Pak Deep mau bohong, dalam arti kata dengan tegas menolak dugaan atau tuduhan yang kami lontarkan, tentu beliau bisa melakukannya.

Di bawah ini adalah email dimaksud. Sebagaimana kebiasaan Pak Deep, kali ini beliau juga menyelipkan jawabannya di tengah-tengah email kami.



Date: Wed, 19 Oct 2005 16:54:15 +0700

From: Deep

To: Abduh Zulfidar Akaha

Cc: Debu , Pengajian-Kantor@yahoogroups.com, Pengajian_Kantor@yahoogroups.com

Subject: Re: INKAR SUNNAH; DIBAYAR GAK SIH? (cuma nanya)

On Wed, 2005-10-19 at 09:15 +0000,

Abduh Zulfidar Akaha wrote:
(A) Pak Deep dan Pak Debu Yth,[16]
saya mau tanya:
1. kata pak amin jamaludin (ketua LPPI) yang sudah kenyang menghadapi
kelompok2 sesat sejak pertengahan tahun 70-an, melalui salah seorang
informannya, bahwa pada tahun 80-an; orang yang ikut pengajian inkar sunnah
mendapatkan 5 ribu, ustadznya dapat 10 ribu, dan bagi yang bisa membawa
satu orang dapat 5 ribu. itu tahun 80-an. uang 5 ribu masih banyak.
pertanyaan saya; apakah bayaran ini masih berlangsung sampai sekarang?

(D) Wah, saya tidak tahu itu.
Konon yang demo pakai teriak Allahu Akbar juga dibayar.
Dan mereka pasti golongan pro hadits loh.
Gimana?

(A) 2. orang2 inkar sunnah yang menyebarkan buletin kecil "CAHAYA AL-QUR`AN"
untuk minta sumbangan receh yang sering mangkal di pom2 bensin, di mal, di
depan perkantoran, dll, selalu tertulis (dulu) PONPES AL-MUKMIN, CILACAP.
tapi setelah diselidiki oleh bapak2 dari LPPI, ternyata pesantren itu
fiktif. sama sekali tidak ada pesantren tersebut di alamat yang dicantumkan.
pertanyaan saya: kok berani sih orang inkar sunnah bohong seperti itu demi
mendapatkan receh?

(D) Itu orang inkar sunnah.
Saya muslim kok

(A) 3. sekarang orang2 inkar sunnah mengaku punya PONPES di ceger jakarta
timur, seperti yang tertulis di buletin. tapi setelah diselidiki, ternyata
cuma rumah biasa yang dijadikan tempat mangkal pengajian orang2 inkar
sunnah.
pertanyaan saya: itu rumah apa ponpes?

(D) Kenapa anda tidak tanya sendiri langsung pada mereka?

(A) 4. dulu anda (debu/pak abdul malik) bilang mau melihat al-qur`an yang beda
kalo memang ada. saya udah jawab ada (mushaf al-qur`an riwayat qalun 'an
nafi', diterbitkan oleh pemerintah libia) dan saya punya. saya juga sudah
mempersilahkan anda datang langsung untuk melihatnya. tapi kenapa anda
tidak datang juga sampai detik ini?

(D) Bisa anda scan dan publish, biar dilihat banyak orang?
Biar tiap orang mencocokkan dengan al-Qur'an masing-masing.

(A) 5. apakah anda bisa membaca al-qur`an dengan baik dan benar sesuai tajwid?
silahkan anda datang ke kantor saya untuk melihat mushaf yang mau anda
lihat. ketika itu kita bisa bersilaturahim, sekalian kita saling membaca al-
qur`an. saya membaca anda mendengarkan. dan gantian, anda membaca saya
mendengarkan.

(D) Apakah kita akan dilaknat Allah karena salah tajwid?

abduh z.a

= = =

Pembaca bisa melihat pada jawaban Pak Deep untuk pertanyaan pertama, dimana beliau tidak secara tegas membantah pertanyaan kami dalam masalah ini. Dengan demikian, dari berbagai kasus dan pengakuan di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dugaan adanya sumber dana untuk gerakan penghancur Islam inkar Sunnah ini benar adanya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

[bersambung...]

[1] Ayat perintah shalat yang tiga kali versi inkar Sunnah adalah ayat 78 surat Al-Israa`, sedangkan ayat tahajjud ini adalah ayat ke-79 surat yang sama.

[2] Lalu, kapan bangunnya?

[3] Dan, memang menurut Ahlu Sunnah pun juga demikian. Spesifikasi hukum yang diklasifikasikan para ulama menjadi; wajib (fardhu), sunnah, mubah (halal), makruh, dan haram; terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah.

[4] Rangkaian ayat-ayat yang berisi larangan (baik makruh maupun haram) dalam surat Al-Israa` ini bisa dibaca mulai ayat 22.

[5] Harap dibedakan antara Sunnah Nabi yang bermakna sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur`an, dan hukum sunnah yang bermakna sebagai hukum kedua setelah wajib. Dalam hal ini, kami membedakannya dengan huruf kapital untuk Sunnah Nabi dan huruf kecil untuk hukum sunnah.

[6] Lihat perkataan moderator milis Pengajian_Kantor ini dalam bab “Postingan-postingan Sesat…” sub-bab “Konsep Al-Qur`an Mengenai Sunnah.”

[7] Lihat; Islam Bila Madzahib/DR. Musthafa Syak’ah/hlm 121-163/Penerbit Ad-Dar Al-Mishriyah, Kairo/Cetakan ke-11/1996 M – 1416 H.

[8] Meskipun sebetulnya tidak mutlak demikian. Sebab, Imam Malik-lah orang pertama yang membukukan kitab hadits secara sistematis dan teratur rapi dalam bab-bab yang terpisah. Akan tetapi, kitab Shahih Al-Bukhari diakui memang sebagai kitab hadits yang paling kredibel di antara kitab-kitab hadits yang lain.

[9] Asy-Syi’ah fi Al-Mizan/DR. Muhammad Yusuf An-Najrami/hlm 115/Penerbit Dar Al-Madani/Cetakan I/1987 M – 1407 H.

[10] Ibid, hlm 120.

[11] Lihat; Islam Bila Madzahib/DR. Musthafa Syak’ah/hlm 391-402/Penerbit Ad-Dar Al-Mishriyah, Kairo/Cetakan ke-11/1996 M – 1416 H.

[12] Munkiri As-Sunnah Fahdzaruhum/Ustadz Ahmad Sa’duddin. Lihat artikelnya di http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah_deny.htm.

[13] Dengan catatan, bahwa ada segelintir orientalis yang masih obyektif dan proporsional dalam memandang Islam.

[14] Majalah Isya’ah As-Sunnah, jilid 19, lampiran ke-7, hlm 211. Lihat juga tulisan Ustadz Ahmad Sa’duddin di http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah_deny.htm.

[15] Kami menggunakan buku Ahmad Subhi ini sebagai salah satu rujukan, terutama untuk bab “Pokok-pokok Ajaran dan Pemahaman Inkar Sunnah.”

[16] Abduh (A), Deepspace (D).

Tidak ada komentar: