Kamis, 03 Maret 2011

17 Kelemahan dan Kerapuhan Fondasi Paham Inkar Sunnah (15-17)

Oleh: Abduh Zulfidar Akaha

15. Menolak Hadits Tetapi Mencari-cari Hadits yang Bisa Dipakai Untuk Menyerang Sunnah

Ini adalah salah satu ketidak-konsistenan inkar Sunnah. Di satu sisi mereka menolak hadits Nabi, namun di sisi lain mereka justru mencari-cari hadits yang bisa dipakai untuk menyerang Sunnah. Dalam hal ini, hadits-hadits yang sering mereka pergunakan adalah hadits tentang larangan Nabi untuk menulis hadits beliau. Mereka selalu mengatakan bahwa Nabi sendiri saja melarang penulisan hadits, bagaimana mungkin ada hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi?

Selain itu, orang-orang inkar Sunnah juga banyak mengambil hadits-hadits yang dianggap bertentangan satu sama lain, untuk kemudian mereka simpulkan bahwa jika memang hadits-hadits tersebut benar bersumber dari satu orang (Nabi), niscaya tidak akan terjadi pertentangan antar-hadits.

Kemudian, mereka juga sering menukil hadits-hadits palsu yang dapat digunakan untuk menyerang Sunnah Nabi. Atau, hadits-hadits yang matannya dianggap bertentangan dengan Al-Qur`an lalu mereka benturkan dengan Al-Qur`an, seakan-akan semua hadits bertentangan dengan Al-Qur`an. Akan tetapi, ini semua hanyalah alasan yang dicari-cari. Dan, masalah ini telah kita singgung dalam pembahasan yang lain dalam buku ini.

16. Mengatakan Al-Qur`an Sempurna Tetapi Mengurangi Kesempurnaan Al-Qur`an

Kita semua mengakui dan percaya seratus persen bahwa Al-Qur`an adalah sempurna menurut pemahaman yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sahabat-sahabatnya, dan para ulama salaf. Orang-orang inkar Sunnah juga percaya dan mengakui di mulut mereka bahwa Al-Qur`an adalah sempurna. Akan tetapi, kebencian mereka terhadap Al-Qur`an dan kesesatannya membuat mereka menabrak logika pemahaman mereka sendiri. Sebab, ternyata mereka justru telah mengurangi kesempurnaan Al-Qur`an, entah sadar atau tidak.

Pak Abdul Malik moderator milis sesat inkar Sunnah Pengajian_Kantor berkata, “Sebagai catatan, adalah sepatutnya kita menghilangkan kata ‘qul’ atau ‘katakanlah’ pada ayat-ayat yang diawali dengan kata ‘qul’ atau ‘katakanlah’ seperti yang terdapat di dalam surat Al-Ikhlas, Al-Falaq maupun An-Nas. Ini dilakukan karena pada saat shalat seorang hamba sedang berkomunikasi dengan Tuhannya sehingga tidak pantas memerintah-Nya dengan ucapan ‘Katakanlah!’.”[1]

Sebetulnya, perkataan Pak Abdul Malik ini sama saja dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh inkar Sunnah lain (meskipun mungkin beliau tidak mau mengakui), semacam; Ahmad Subhi Manshur, Musthafa Kamal Al-Mahdawi, Muhammad Syahrur, dan lain-lain. Simpel saja komentar kami; Bukankah ini sama saja dengan mengurangi Al-Qur`an? Bukankah kata “qul” itu adalah merupakan firman Allah juga? Apa pun alasannya, kenapa mereka tidak kurangi saja semua kata perintah yang ada di dalam Al-Qur`an?

Alasan mereka membuang kata perintah “qul” (katakanlah) ketika shalat dan membaca Al-Qur`an dikarenakan hal tersebut sama saja dengan menyuruh Allah dengan ucapan “Katakanlah!” sangat tidak logis. Sebab, jika kata perintah “qul” ini dihilangkan dengan alasan tidak pantas seperti kata mereka, maka akan banyak kata-kata perintah lain dalam Al-Qur`an yang akan mereka lenyapkan. Apakah juga pantas –menurut logika inkar Sunnah– kita menyuruh Allah untuk melakukan sesuatu yang lain selain perintah untuk berkata?

Dalam Al-Qur`an disebutkan,

فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَاتَّبِعْ أَدْبَارَهُمْ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ وَامْضُوا حَيْثُ تُؤْمَرُونَ .

“Maka pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutilah mereka dari belakang dan janganlah seorang pun di antara kamu menoleh ke belakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu.” (Al-Hijr: 65)

Apakah pantas kita menyuruh Allah Ta’ala untuk pergi pada malam hari beserta keluarga dan mengikuti mereka? Na’udzu billah...

Dalam Al-Qur`an disebutkan,

اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ .

“Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia orang yang sangat taat.” (Shaad: 17)

Pantaskah kita menyuruh Allah Azza wa Jalla untuk bersabar dan mengingat-ingat Nabi Dawud? Sungguh, rancu sekali logika pemahaman mereka.

Dalam Al-Qur`an disebutkan,

فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا .

“Maka, ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah burung-burung itu, kemudian letakkan di atas setiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu. Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka akan mendatangimu dengan segera.” (Al-Baqarah: 260)

Apakah pantas kita menyuruh Allah untuk mengambil dan mencincang burung? Apakah pantas kita memerintahkan Allah untuk melakukan hal-lain selain yang telah disebutkan? Allahu Akbar! Demikianlah kira-kira jadinya kalau kita mengikuti logika pemikiran sesat inkar Sunnah. Mereka bukan hanya lancang mengurangi kesempurnaan Al-Qur`an, tetapi mereka juga membuat-buat aturan sendiri yang tidak ada petunjuk dari siapa pun selain dari diri mereka sendiri dan hawa nafsu setan.

Adalah dusta apabila mereka mengaku beriman kepada Al-Qur`an. Bagaimana mungkin seseorang dikatakan beriman kepada Al-Qur`an sementara dia dengan seenaknya menghilangkan sebagian dari Al-Qur`an?



17. Benarkah Semua Ayat-ayat Al-Qur`an Sudah Jelas dan Mudah Dipahami?

Orang inkar Sunnah selalu mendengung-dengungkan bahwa Al-Qur`an itu sudah jelas dan mudah dipahami. Apa yang mereka katakan adalah benar, namun maksud di balik perkataan mereka ini benar-benar batil. Mereka ingin mengatakan bahwa Al-Qur`an tidak perlu lagi dijelaskan lagi oleh Sunnah Nabi karena sudah jelas dan mudah dipahami. Padahal, sebagaimana sudah kami singgung pada pembahasan yang lalu, bahwasanya kejelasan dan kemudahan Al-Qur`an itu bersifat umum. Maksudnya, secara umum Al-Qur`an memang mudah dipahami karena Al-Qur`an turun dengan Bahasa Arab yang jelas.[2] Sebab, sekiranya semua ayat-ayat Al-Qur`an ini sudah jelas, mudah dipahami, dan tidak perlu penjelas lagi, niscaya Allah tidak akan menyuruh kita untuk bertanya kepada mereka yang lebih tahu dalam masalah agama dan Al-Qur`an.

Namun demikian, benarkah semua ayat-ayat Al-Qur`an sudah jelas dengan sendirinya dan mudah dipahami? Ternyata tidak. Tidak semua ayat-ayat dalam Al-Qur`an sudah jelas dengan sendirinya dan mudah dipahami begitu saja, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ .

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur`an) kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur`an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata; ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)

Dari zhahir ayat ini dapat dipahami, sesungguhnya Allah pun mengatakan bahwa dalam Al-Qur`an juga terdapat ayat-ayat yang mutasyabihat selain ayat-ayat muhkamat. Ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang masih samar maknanya, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya secara pasti.[3] Sedangkan ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas dan mudah dipahami.

Tentang tafsir ayat ini, Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H/1834 M) berkata, “Demikianlah, suatu ayat yang tidak bisa dipahami secara tekstual dari ayat itu sendiri dan pula tidak bisa dipahami dari ayat lain, seperti ayat yang mengandung dua makna yang tidak bisa langsung disimpulkan salah satunya yang lebih benar, maka itu adalah ayat mutasyabihat. Termasuk di antaranya, yaitu kata-kata sinonim namun tidak disertai penjelasan makna dimaksud dalam ayat tersebut, dan adanya dua dalil yang tampak bertentangan dimana tidak bisa ditarjih (diputuskan yang lebih benar) salah satunya secara langsung meskipun sudah dibandingkan dengan ayat yang lain.

Adapun suatu ayat yang sudah jelas maknanya secara tekstual dimana kata-kata dalam ayat tersebut sudah dikenal dalam Bahasa Arab, atau dikenal dalam literatur syariat, atau bisa dipahami dari ayat lain, maka itu adalah ayat muhkamat. Contohnya, yaitu masalah-masalah yang masih bersifat global dimana terdapat penjelasannya di tempat lain dalam Al-Qur`an, atau dalam Sunnah Nabi. Atau, masalah-masalah yang dalil-dalilnya tampak bertentangan namun terdapat penjelasan di tempat lain dalam Al-Qur`an atau Sunnah Nabi atau petunjuk lain yang menegaskan mana yang lebih benar.”[4]

Jadi, sekiranya orang-orang inkar Sunnah mengatakan bahwa semua ayat-ayat dalam Al-Qur`an secara mutlak adalah sudah jelas dan mudah dipahami sehingga tidak memerlukan perangkat apa pun atau bertanya kepada siapa pun dalam memahaminya; maka itu adalah suatu dusta yang nyata. Nyata-nyata menyalahi Al-Qur`an sendiri.

* * *


[1] Silahkan lihat postingan sesat moderator inkar Sunnah ini dalam postingannya yang berjudul “Shalat Ala Al-Qur`an.”

[2] Lihat misalnya; QS. Asy-Syu’araa`: 195.

[3] Ayat ini juga bisa diterjemahkan secara tafsir, “… padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.” Maksudnya, hanya Allah dan orang-orang tertentu (ulama) saja yang mengetahuinya.

[4] Lihat; Fath Al-Qadir/Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani/tafsir surat Ali Imran ayat 7/CD Program Islamic Books – Kairo/2005 M

Tidak ada komentar: