Sampai Sejauh Manakah Perbedaan Ditolerir dalam Islam? (bagian ke-4, Tamat)
9/2/2006 | 9 Muharram 1427 H | 3,823 views
Oleh: Aba AbduLLAAH Assalamu ‘alaykum, AlhamduliLLAHi wash Shalatu was Salamu ‘ala rasuliLLAH wa ‘ala alihi, Amma Ba’du. Pada bagian terakhir bahtsul-kutub (bedah-buku) kita kali ini, saya sampaikan bagian terakhir dan paling menarik dari tulisan ustadz DR Immarah, yaitu tentang SENANTIASA BERPADUNYA ANTARA KESATUAN DAN KEANEKARAGAMAN, seolah-olah RABB dan ILAH kita yang Maha Mengetahui, Maha Teliti dan Maha Meliputi segala sesuatu ingin menekankan kepada kita bahwa SELALU ADA BAGIAN-BAGIAN POKOK (USHUL) YANG TIDAK BOLEH BERBEDA, harus 1 pemahaman, 1 penafsiran dan 1 sikap diantara kaum muslimin; yang pada sisi yang sama bagian-bagian itu SELALU MENGANDUNG BAGIAN-BAGIAN LAINNYA YANG MERUPAKAN CABANG-CABANGNYA (FURU’) yang boleh bahkan kadangkala harus berbeda, bervariasi, memungkinkan multi-penafsiran dan multi pemikiran…
Bagian terakhir ini juga menepis pemahaman sebagian saudara kita kaum muslimin (sebagaimana yang telah saya jelaskan pada bagian pertama dari bedah buku ini), yaitu sikap ekstremitas diantara 2 kelompok kaum muslimin, antara; Pertama, kelompok yang membenarkan semua perbedaan, yaitu yang berpendapat bahwa Islam adalah bagaikan Pelangi, kebenaran adalah relatif, karena sangat dipengaruhi oleh cara pandang seseorang/sekelompok orang terhadap hal tersebut. Kedua, adalah kelompok yang berpendapat Islam semuanya tidak boleh ada perbedaan dan harus 1 kelompok saja, lalu memvonis semua kelompok di luar kelompoknya sebagai salah, sesat dan oleh karenanya pastilah masuk neraka. Yang benar adalah kelompoknya sendiri.
Pemahaman kedua kelompok ekstrem di atas oleh karenanya kurang tepat, yang benar adalah Islam mengharuskan adanya kesatuan pemahaman dalam masalah-masalah dasar aqidah, dasar ibadah dan dasar mu’amalah; sementara Islam mentolerir multi pemikiran dalam masalah-masalah cabang aqidah, cabang ibadah dan cabang mu’amalah. Kedua sisi ini bagaikan 2 sisi dari 1 mata uang yang tidak terpisahkan satu sama lain, tidaklah orang yang berusaha membebaskan semuanya ataupun menyatukan semuanya kecuali ia akan menyimpang dan terlepas dari jalan yang benar…
Ikhwah wa akhwat fiLLAH, demikian akhir dari Bedah Buku kita atas kitab karangan ustadz DR Muhammad Immarah: AL-ISLAM WA AT-TA’ADDUDIYYAH: AL-IKHTILAF WA AT-TANAWWU’ FI ITHARI WIHDAH, nafa’ani waiyyakum…
Subahana RABBika RABBil ‘Izzati ‘amma yashifun wa Salamun ‘alal mursalin walhamduliLLAHi RABBil ‘alamin…
Abu AbduLLAH
SENANTIASA BERKELINDANNYA PENCIPTAAN ALLAH SWT ANTARA SINGULARITAS DAN PLURALITAS
1. Tuhan yang Satu tapi Pluralitas dalam Sifat dan Asma-NYA: Salah satu konsekuansi dari syahadah kita adalah menyatakan dan meyakini bahwa RABB kita dan ILAH kita adalah Satu, tiada sekutu bagi-NYA dan DIA adalah Pemilik kita dan kepada-NYA kita akan kembali. Tetapi Tuhan yang Maha Satu itu ternyata memiliki pluralitas dalam Sifat dan Asma’-NYA (diantaranya termasuk 99 asma’ ALLAH SWT) yang barangsiapa menghafal dan mengaplikasikannya akan masuk Jannah.
2. Awal Penciptaan Makhluq yang Satu tapi Pluralitas dalam Jenis-jenisnya: Firman-NYA: “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya ALLAH menurunkan air dari langit maka diatur-NYA menjadi sumber-sumber air di bumi, lalu ditumbuhkan-NYA dengan air itu tanaman yang bermacam-macam warnanya…” (QS 39/21). ALLAH SWT menciptakan angin, lalu DIA membeda-bedakan angin tersebut menjadi angin yang sangat dingin (QS 3/117), angin yang baik (QS 10/22), angin topan (16/69), angin yang membinasakan (QS 51/41), angin yang mengawinkan (QS 15/22), angin yang membawa berita gembira (QS 30/46).
3. Agama yang Satu dan Pluralitas dalam Syariat, Metode dan Politik. Agama yang diridhoi disisi ALLAH SWT hanya satu yaitu Islam (QS 3/19-20, 52, 67, 85). Ibnul Qayyim mengatakan: Ada politik yang far’iyyah karena disesuaikan dengan maslahat yang berbeda karena perbedaan zaman, dan ada pula syariat-syariat yang umum yang harus terus menjadi aturan ummat sampai hari Kiamat. Adapun politik yang far’iyyah yang mengikuti maslahat-maslahat tertentu ia terbatas dalam lingkup zaman dan tempat tertentu, dan tentang hal ini para fuqaha telah bersepakat.”[1]
4. Syariat yang Satu tapi Pluralitas dalam Fatwa dan Hukum. Syariat adalah satu tetapi penerapan hukumnya bisa beragam dan berbeda-beda, renungkanlah jawaban khalifah Ali ra ketika kaum Khawarij meneriakkan yel-yel: Tidak ada keputusan hukum kecuali hanya bagi ALLAH! Maka jawab Ali ra: Itu adalah kalimat yang benar, tapi digunakan secara salah…[2] Masalah syariat menjadi tidak boleh berbeda jika dalilnya berkekuatan qath’i tsubut dan qath’i dilalah, dan sebaliknya masalah tersebut menjadi boleh beragam penafsiran jika dalilnya zhanni tsubut atau zhanni dilalah. Berkata Imam Ibnu Hazm: Diantara bagian dari syariat ALLAH adalah memberikan hak perumusan hukum tertentu bagi selain ALLAH SWT.[3] Berkata Imam Ghazali: Masalah Imamah tidak termasuk masalah pokok (ushul), tapi ia adalah masalah fiqh furu’… Kesalahan dalam imamah, penentuan dan syarat-syaratnya serta yang berhubungan dengan negara dan politik tidak sedikitpun berimplikasi pada pengkafiran.[4] Berkata pula Imam al-Haramain: Sesungguhnya pembicaraan dalam masalah Imamah bukan termasuk ushul aqidah.[5] Berkata Imam aj-Jurjani: Sesungguhnya imamah bukan termasuk ushul agama dan akidah, tapi ia adalah bagian furu’ yang juz’i yang berkaitan dengan orang-orang yang mukallaf.[6] Ditambahkan oleh Asy Syahrastani: Benar bahwa imamah bukan termasuk bagian ushul dari aqidah.[7] Ibnu Khaldun seorang pakar politik Islam berkata: Imamah bukan termasuk rukun agama, karena ia adalah bagian dari maslahat yang diserahkan pada hasil pemikiran manusia.[8]
5. Satu Kemanusiaan tapi Pluralitas dalam Ummat, Suku, Bangsa dan Ras. Firman-NYA: “Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada RABB-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu dan darinya ALLAH menciptakan istrinya dan dari keduanya ALLAH memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..” (QS 4/1) Dan bahkan hal ini dimasukkan sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan-NYA (QS 30/22). Bahkan golongan Jin pun disebutkan memiliki pluralitas pula: “Dan diantara kami (Jin) ada orang-orang yang shalih dan ada pula yang tidak demikian, adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS 72/11)
6. Ummat yang Satu tapi Pluralitas dalam Partai Politik. Lihatlah fatwa pemimpin Salafi paling terkemuka syaikh Abdulaziz bin Baaz (mufti Saudi) yang sangat berbeda dengan para bawahannya, ketika beliau ditanya tentang perbedaan berbagai jama’ah Islamiyyah yang ada di negara-negara kaum muslimin, jawab beliau: Keberadaan jamaah-jamaah ini adalah baik bagi kaum muslimin dan agar setiap jamah Islam seperti Jama’ah Tabligh, Ittihad Thalabil Muslimin, Al-Ikhwanul Muslimin, Asy Syubbanul Muslimin, Anshar as Sunnah al Muhammadiyyah, al Jami’ah asy Syar’iyyah dll bekerjasama satu dengan lainnya dalam kebenaran yang mereka sepakati dan agar saling memaklumi akan sisi-sisi perbedaan diantara mereka.[9]
7. Peradaban yang Satu tapi Pluralitas dalam Budaya. Terminologi al-Qur’an menyebutkannya dengan ‘umran dan bukan hadharah (lih QS 11/61 dan 30/9), peradaban Islam memiliki ciri-ciri yang bersendikan tauhid, rabbaniyyah (tidak materialistik), wasathiyyah (moderat), insaniyyah (kemanusiaan), naqliyyah wa ‘aqliyyah (bersumber pada dalil dan akal). Tetapi Islam juga menghormati perbedaan budaya (‘urf), seni, bahasa, dst, semua hal ini dibolehkan dan dikembangkan dalam Islam sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah pokok syari’at.
(Selesai)
REFERENSI:
[1] Ath Thuruq al Hakimah fis Siyasatis Syar’iyyah, hal 25-27 (tahqiq DR Jamal Ghazy).
[2] Nahjul Balaghah, hal 65.
[3] Al Mufadhalah baina as Shahabah, hal 66 dalam Nizhamul Khilafah fil Fikr al-Islami, DR Musthafa Hilmy, hal 171, Darud Da’wah, Iskandariah.
[4] Fayshalah at Tafriqah bainal Islam wa az Zanadiqah, hal 15.
[5] Al-Irsyad, hal 410, Kairo, 1950.
[6] Syarh al-Mawaqif, juz 3, hal 261, Kairo.
[7] Nihayah al Iqdam, hal 478.
[8] Al-Muqaddimmah, hal 168, Kairo.
[9] Ar Raddul Wajiz ‘ala syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali, hal 60-61, DR AbduRRAHMAN abdul Khaliq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar