Sabtu, 24 Desember 2011

Nawaqidhul Iman


Nawaqidhul Iman (Hal-hal yang Membatalkan Iman)*

Sebagaimana bahwa iman itu bisa dibangun dan dikuatkan, maka iman juga bisa dilemahkan bahkan dirobohkan. Seorang yang menyatakan dirinya beriman pada hari ini, belum tentu tetap menyandang predikat sebagai orang beriman pada keesokan harinya. Sebagaimana juga mereka yang tidak beriman pada hari ini, bukan berarti akan tetap berada pada kondisi itu di hari yang lain.

Kondisi iman dalam diri seseorang itu fluktuatif, kadang naik, kadang menurun. Ada kondisi puncak keimanan dimana seseorang memiliki hubungan yang amat bagus dan dekat dengan Allah Ta’ala. Namun terkadang, ada pula iman yang mulai kotor oleh noda-noda aqidah, yang pada tingkatan tertentu akan bernilai membatalkan keimanan seseorang yang telah dibangun selama ini.
Menurut Asy Syaikh Abdul Majid Az Zandani, paling tidak ada empat faktor yang membatalkan keimanan seseorang.
Pertama, Kufur
Kufur menunjukkan perbuatan yang mengingkari atau menolak kebenaran, sedangkan pelakunya disebut kafir. Barangsiapa yang melakukan tindakan kekufuran, akan menyebabkan rusaknya keimanan. Betapa banyak umat terdahulu mengkufuri Nabi mereka dengan menunjukkan penentangan yang nyata, pada akhirnya mereka dibinasakan oleh kekuasaan Allah.
Al Qur’an banyak menyingkap perilaku kekufuran yang dilakukan oleh berbagai umat, di antaranya adalah:
a. Kufur Takdzib
Yang dimaksud dengan kufur takdzib adalah keyakinan hati yang menolak Rasul saw berikut ajaran yang dibawanya. Allah ta’ala mennggambarkan kondisi itu sebagai berikut:
“Dan jiika mereka mendustakan kamu maka sesungguhnya orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulNya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mu’jizat yang nyata, zubur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna” (Fathir: 25).
b. Kufur Iba’ wa Istikbar
Yaitu seperti kufurnya iblis dimana ia tidak menolak atau mengingkari perintah Allah, akan tetapi ia menerima perintah tersebiut dengan enggan dan kesombongan. Sebagaimana juga halnya orang-orang yang menerima Islam sebagai agama langit yang benar, akan tetapi ia meninggalkan ajaran Islam dan mencari ideologi atau isme-isme lain sebagai jalan hidupnya.
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: sujudlah kamu kepada Adam; maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan yang kafir” (Al Baqarah: 34).
Dalam ayat di atas ditunjukkan, betapa iblis ikut mendengar dan menerima perintah tersebut dari Allah, akan tetapi ia mensikapi secara enggan dan sombong.
c. Kufur I’radh
I’radh adalah berpaling. Kufur I’radh adalah sikap berpaling dari ajaran yang dibawa Nabi saw, tanpa penolakan ataupun penerimaan secara tegas. Allah berfirman tentang kondisi ini:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa” (As Sajdah: 22).
Berpaling dari ajaran kenabian sesungguhnya menyatakan pemngingkaran, hanya kadang tidak dieksplisitkan dalam kata-kata penolakan, sebagaimana ia juga tidak menyatakan kalimat penerimaan.
d. Kufur Syak
Kufur yang disebabkan oleh sikap syak atau ragu-ragu terhadap kebenaran. Seseorang tidak bersegera menyambut kebenaran, ia bimbang antara penolakan dan penerimaan, antara keinginan meyakini dan menjauhi. Sikap ragu-ragu dalam menerima kebenaran ini bersifat kontraproduktif, karena justru tidak menunjukkan kejelasan pilihan. Allah berfirman:
“Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mkereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian) dan berkata: Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami) dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajakkan kepada kami” (Ibrahim: 9).
e. Kufur Juhud
Yaitu sikap mengingkari wahyu Allah, atau mengingkari sesuatu ajaran pokok agama Islam, sebagaimana firman Allah:
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan padahal hati mereka metakini (kebenaran)nya” (An Naml: 14).
Kekufuran seperti ini banyak terjadi pada masyarakat jahiliyah di Makkah, mereka bukannya orang-orang yang secara hakikat menolak ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebaikan, kejujuran, dan kemuliaan Nabi saw. Hanya saja mereka mengingkari kebenaran itu karena faktor-faktor lain, seperti kesombongan atau gengsi sosial.
Kedua, Syirik
Syirik adalah perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan selainNya dalam hal-hal yang merupakan hak murni Allah, sedangkan pelaku syirik disebut sebagai musyrik. Perbuatan syirik amat dibenci oleh Allah, yang dimasukkan dalam kategori kezaliman besar. Kebaikan amal tidak akan berarti di sisi Allah apabila disertai dengan syirik, sebagaimana firman Allah:
“Dan sesungguhnya telah iwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: Jika kamu mempersekutukan (Tuhan) niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (Az Zumar: 65).
Dosa yang disebabkan oleh syirik termasuk dosa besar yang tidak terampuni oleh Allah, kecuali setelah dilakukan taubatan nasuha:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampouni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) bagi siapapun yang dikehendakinya. Barangsiapapun yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (An Nisa’: 48).
Allah mengancam orang-orang musyrik dengan neraka, mereka diharamkan masuk ke dalam surga:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun” (Al Maidah: 72).
Para ulama membagi syirik menjadi dua bagian. Pertama adalah syirik akbar atau syirik besar, kedua adalah syirik ashghar atau syirik kecil.

1. Syirik Akbar
Syirik besar adalah syirik yang tidak diampuni oleh Allah dan menyebabkan pelakunya tidak masuk ke dalam surga selamanya. Ada dua jenis syirik akbar:
Pertama, Zhahirun Jaliyun, yaitu syirik akbar yang jelas dan terang. Yang masuk dalam kategori ini adalah menyembah tuhan lain selain Allah. Mereka menyembah satu atau beberapa tuhan disamping menyembah Allah, baik tuhan-tuhan itu berupa benda angkasa, benda mati, binatang, manusia atau makhluk ghaib.
Dikatakan sebagai zhahirun jaliyun karena sangat jelas dan terang kesyirikan yang mereka lakukan dengan adanya ritual penyembahan terhadap tuhan-tuhan selain Allah.
Kedua, Bathinun Khafiyun, syirik akbar yang tersembunyi dan tersamar. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Berdoa dan memohon pertolongan kepada orang mati (tidak meminta pertolongan kepada orang yang telah dikubur)
Termasuk dalam kategori ini adalah meminta pertolongan dan pemenuhan hajat kepada orang yang telah mati, seperti meminta penyembuhan bagi orangsakit, penyelesaian masalah dan kesulitan hidup, meminta agar memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, meminta kemenangan atas musuh, meminta agar cepat mendapatkan jodoh, lapang rizki, mudah naik pangkat, cepat dan sukses menyelesaikan kuliah, dan lain sebagainya. Baik orang mati yang diminta itu adalah dari kalangan masyarakat awam, ataupun dari kalangan wali, orang-orang shalih, bahkan para Nabi.
Keseluruhan permohonan dan doa tersebut hanya layak diberikan kepada Allah, karena hanya Allah yang bisa mengabulkan permohonan hamba. Orang mati tidak bisa memberikan sesuatu kepada dirinya sendiri, apalagi bagi orang lain. Untuk itulah doa kepada orang yang telah mati masuk dalam kategori syirik besar.
b. Menjadikan selain Allah sebagai Pemilik Hak Pembuat Syari’at (legislasi)
Kewenangan membuat aturan kehidupan, hukum dan undang-undang hanyalah hak Allah. Apabila ada yang meyakini bahwa ada pihak lain yang berhak menetapkan aturan syari’at selain Allah, maka keyakinan ini termauk syirik besar. Contoh perbiatan dalam kategori ini adalah menghalalkan sesuatu yang Allah haramkan, mengharamkan sesuatu yang Allah halalkan, menetapkan hukum yang tidak diizinkan Allah atau bertentangan dengan hukum Allah, juga menetapkan metodologi dan pemikiran yang bertolakbelakang dengan syariat-Nya.
Ahlul Kitab disebut sebagai musyrik karena mereka memberikan hak pembuatan hukum kepada pendeta atau rahib, lalu mereeka mentaati setiap produk hukum yang dibuat oleh para pendeta dan rahib tersebut. Allah mensejajarkan perbuatan mereka ini dengan [penyembahan terhadap isa bin Maryam:
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan)_ Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan YangEsa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Ia; Mahasuci Allah dari apa yang mkereka perselisihkan” (At Taubah:31).
Ketika Adiy bin Hathim yang baru saja masuk Islam mendengan Nabi saw membca ayat di atas, ia berkata, “Mereka tidak menyembah para pendeta dan rahib”. Maka Nabi bersabda:
“Betul, sesungguhnya mereka mengharamkan yang halal, dan menghalakna yang haram, lalu mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembaahan mereka kepada para pendeta dan rahib” (riwayat At Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Jarir).

2. Syirik Ashghar
Syirik kecil termasuk dosa besar, yang lebih besar timbangan dosanya dibandingkan dengan dosa besar lainnya. Di antara bentuk syirik kecil adalah:
1. Bersumpah dengan selain Allah (tidak bersumpah dengan selain Allah)
Seseorang yang bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan Nabi, Ka’bah, wali, pembesar, tanah air, nenek moyang atau benda-benda, termasuk kategori syirik kecil. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah kafir atau syirik” (Riwayat At Tirmidzi).
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda:
“Jangan bersumpah dengan nenek moyang kalian” (Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Sabda beliau dalam hadits yang lain:
“Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah atau diam” (Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad Abu Dawud).
2. Memakai Gelang dan Benang Penangkal
Hukum kausalitas yang berlaku di alam tidaklah bertentangan dengan tauhid. Seseorang yang sakit dan berobat kepada dokter serta meminum obat, atau dilakukan operasi agar sembuh, bukanlah penyimpangan tauhid. Akan tetapi, melakukan tindakan yang tidak ilmiah dan tidak dibenarkan syari’at dalam rangka menolak bahaya atau membentengi diri dari bencana adalah penyimpangan tauhid.
Seseorang yang memakai gelang, kalung, cincin atau benang (kain) penangkal yang dimaksudkan untuk menolak bencana, merupakan contoh syirik kecil yang bertentangan dengan prinsip tauhid. Imran bin Husain menceritakan bahwa Rasulullah melihat sebuah gelang pada tangan seseorang. Beliau bersabda, “Celaka, apa ini?” Orang tersebut menjawab, “Untuk melindungi diri dari penyakit wahinah”. Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah, ia tidak menambahmu selain kelemahan. Buang jauh darimu, sesungguhnya jika kamu mati dan masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung selamanya” (riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
Demikian pula ketika Hudzaifah bin Al Yaman menjenguk orang yang sakit, lalu melihat di tangannya ada gelang atau benang untuk mengusir demam, ia langusng memutuskannya, sembari membaca firman Allah:
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah” (Yusuf: 106).
3. Mengalungkan jimat (tidak meruqyah kecuali dengan Al-Quan yang ma’tsur)
Tamimah atau jimat bisa berupa untaian batu atau benda lainnya yang dikalungkan di leher atau dibawa oleh seseorang, dengan keyakinan bisa mengusir jin atau menjadi benteng dari pengaruh-pengaruh jahat yang diberikan orang lewat sorotan mata. Termasuk kategori tamimah adalah jimat yang ditulis, jarum atau susuk, dan sebagainya. Uqbah bin Amir menceritakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
“Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada’ah semoga Allah tidak memberikan ketenangan kepadanya” (Riwayat Ahmad).
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah syirik” (riwayat Ahmad).
4. Mantera atau jampi (ruqyah) (tidak meruqyah kecuali dengan Al-Quan yang ma’tsur)
Ruqyah adalah kalimat atau gumaman tertentu yang tidak ada dasar atau contohnya dari Nabi, serta diyakini bisa menangkal bahaya. Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik” (riwayat Ahmad, Abu Daud, ibnu Majah).
5. Sihir (tidak meminta pertolongan pada orang yang berlindung kepada jin dan tidak berhubungan dengan jin)
Sihir termasuk kategori syirik kecil, yaitu suatu cara penipuan atau pengelabuan dengan mantera, atau cara-cara lainnya. Dikategorikan syirik karena ada unsur permohonan kepada selain Allah, baik kepada jin atau makhluk-makhluk lainnya. Abu Hurairah berkata, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa membuat suatu simpul tali lalu meniup padanya (sebagaimana biasa dilakukan tukang sihir), maka ia telah melakukan sihir. Dan barangsiapa yang melakukan sihir, ia telah melakukan syirik; dan barangsiapa yang menggantungkan benda (jimat) nbiscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada benda itu” (Riwayat An Nasa’i).
6. Ramalan Perbintangan(tidak meramal nasib dengan telapak tangan)
Ramalan perbintangan (tanjim) bisa dikategorikan pula sebagai sihir, yang masuk dalam kategori syirik kecil. Meyakini bisa mengetahui kondisi masa depan tertentu melalui perantaraan bintang (astrologi). Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengutip ilmu pengetahuan dari bintang, ia telah mengutip saytu cabang dari sihir; ia bertambah sesuai dengan tambahan yang dikutip” (riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad).
Ilmu ini berbeda dengan astronomi yang memiliki sandaran ilmiah yang kuat. Ramalan perbintangan ini tidak memiliki landasan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
7. Tiwalah atau pelet
Tiwalah atau di Indonesia dikenal dengan istilah pelet, adalah upaya tertentu untuk menjadikan laki-laki disenangi oleh perempuan, atau perempuan disenangi oleh laki-laki. Bisa berbentuk tulisan tertentu, atau menggantungkan sesuatu atau melafalkan kalimat tertentu. Keseluruhannya termasuk syirik kecil. Rasulullah saw telah bersabda:
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik” (riwayat Ahmad, Abu Daud, ibnu Majah).
8. Perdukunan dan ramalan (tidak menghadiri majelis dukun dan peramal)
Kahanah (perdukunan) dan ‘Arrafah (ramalan) termasuk syirik kecil. Dukun atau tukang ramal mengaku mengetahui hal-hal ghaib di masa sekarang atau masa yang lalu atau masa yang akan datang. Mereka mengaku mengetahui rahasia yang ghaib, baik mengenaik masa, manusia atau perbuatan pada umumnya, dengan cara berhubungan dengan jin, atau dengan perantaraan melihat benda tertentu, atau dengan cara lainnya.
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu menanyakan sesuat5u dan membenarkan, maka ia tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari” (riwayat Muslim dan Ahmad).
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu ia membenartkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah mendustakan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw” (riwayat Abu Dawud, At tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
9. Bernadzar untuk selain Allah (tidak meminta berkah dengan mengusap kuburan)
Bernadzar untuk selain Allah termasuk syirik kecil, seperti bernadzar untuk kuburan atau orang yang telah mati, atau yang lainnya. Nadzar termasuk kategori ibadah dan pendekatan kepada Allah, oleh karena itu tidak boleh dilaksanakan untuk selain Allah. Seseorang yang datang ke kuburan kemudian mengatakan, “Apabila sakit si Fulan sembuh maka saya akan berikan sesaji berupa makanan untukmu”. Perbuatan ini adalah syirik, karena bernadzar untuk selain Allah.
Allah telah berfriman:
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak ada seorangpun penolong baginya” (Al-Baqarah: 270).
10. Menyembelih untuk selain Allah
Melaksanakan kurban atau menyembelih hewan untuk selain Allah termasuk perbuatan syirik kecil. Ali bin Abi Thalinb menceritakan bahwa Rasulullah menyampaikan empat ajaran kepadanya:
“Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya. Allah melaknat orang yang menyembelih bukan untuk Allah. Allah melkanat orang yang melindungi penjahat; dan Allah melaknat orang yang ,mengubah batas-batas tanah” (Riwayat Muslim, An nasa’i dan Ahmad).
11. Thiyarah (tidak tasya’um)
Thiyarah adalah perasaan sial atau tidak beruntung yang disebabknan oleh suara yang didengaratau kejadian yang dilihat atau dialaminya, atau yang semacam dengan itu. Rasulullah saw telah bersabda:
“Barangsiapa mengurungkan hajatnya karena thiyarah (merasa ada kesialan) berarti ia telah syirik” (Riwayat Ahmad).
Demikianlah beberapa jenis syirik yang merusakkan keimanan. Seluruhnya wajib dihindari oleh setiap muslim agar keimanannya tetap terjaga.

Ketiga, Nifaq
Perusak keimanan berikutnya, selain kufur dan syirik, adalah tindakan nifaq. Pelakunya disebut sebagai munafiq. Nifaq adalah kondisi yang berbeda antara apa yang diyakini dengan apa yang ditampakkan dalam perbiuatan. Ada dua jenis munafiq:
1. Munafiq I’tiqadi
Yaitu kondisi seseorang yang tidak beriman kepada Allah, akan tetapi menampakkan perbuatan yang seakan-akan beriman kepada Allah. Mereka ini sesungguhnya kafir kapda Allah dan Rasulullah, hanya saja ada tujuan tertentu yang membuat mereka menutupi kekafirannya.
Al Qur’an banyak sekali menyebutkan sifat-sifat orang munafiq ini, di antaranya adalah:
a. Melakukan kerusakan di muka bumi
Orang-orang munafiq banyak melakukan kerusakan di muka bumi, sementara mereka mengaku telah banyak melakukan perbaikan. Allah telah berfirman:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ! Mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orng yang membuat kerusakan, ytetapi mereka tidak sadar” (Al Baqarah: 11-12)

b. Menipu orang beriman
Mereka menganggap orang-orang beriman sebagai bodoh karena keimanan mereka, dan melakukan penipuan dengan menyembunyikan kekfuran mereka. Allah telah berfirman:
“Apabila dikatakan kepada mereka: Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman! Mereka menjawab: Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman? Ingatlah, sesungguhnyalah mereka orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu” (al-Baqarah: 13).

Penipuan mereka ditampakkan dengan sikap yang tidak konsisten dalam kehidupan:
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang byang beriman mereka mengatakan: Kami beriman. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: Ses8ungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanya berolok-olok” (al-Baqarah:14).
c. Menolak berhukum dengan syariat Allah
Orang-orang munafik, meskipun berusaha manampakkan diri sebagai orang yang beriman, akan tetapi mereka tidak mau berhukum dengan syari’at Allah. Sikap mereka ini dicatat dalam Al Qur’an:
“Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu” (An Nisa’: 60).
“Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul ! Niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” (An-Nisa’: 61).
d. Menyeru kepada kemungkaran dan mencegah dari kebaikan
Jika orang-orang beriman melakukan amar makruf nahi munkar, maka orng-orang munafik melakukan hal yang sebaliknya. Mereka melakukan amar munkar nahi makruf, menyuruh mengerjakan yang mungkar dan menghalangi dari perbuatan baik. Allah telkah berfirman:
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggam tangannya” (At-Taubah: 67).
e. Mengambil orang kafir sebagai wali
Orang-orang munafik menjadikan orang kafir sebagai pelindung dan pembela serta penguat mereka dalam kehidupan keseharian. Mereka meninggalkan orang-orang yang beriman dan lebih cenderung dan condong kepada kekafiran. Allah telah berfirman:
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi temn-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang beriman” (An-Nisa’: 138-139).
f. Memusuhi orang beriman
Karena orang-orang munafik lebih dekat kepada orang-orang kafir, maka wajar kalau sikap yang muncul kemudian adalah memusuhi orang-orang beriman. Allah berfirman:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir , saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (Al-Mujadilah: 22).
Demikianlah kemunafikan akan merusakkan keimanan seseorang yang telah bersyahadat. Munafik i’tiqadi ini yang sangat berbahaya karena tidak jelas identitasnya. Berbeda dengan orang kafir, mereka terang-terangan menentang kebenaran tanpa disembunyikan. Namun orang munafik sering menampakkan penerimaannya, akan tetapi hati dan sikap mereka menolak kebenaran.
2. Munafiq Amali
Jenis munafiq yang kedua adalah munafiq amali. Mereka ini adalah orang-orang yang beriman, akan tetapi memiliki perangai dan ciri-ciri yang ditunjukkan oleh rasulullah saw sebagai orang-orang munafik. Ciri-ciri mereka adalah:
a. Jika berbicara, mereka berdusta
b. Jika berjanji, mereka mengingkari
c. Jika dipercaya mereka khianati
Berbeda dengan jnis munafiq i’tiqadi yang dasar hatinya kufur, orang-orang munafik amali ini adalah orang beriman. Dalam perspektif aqidah, mereka tidak dihukumi sebagai kafir, akan tetapi dengan sifat-sifat tercela tersebut, mereka adalah orang-orang fasiq dan maksiyat kepada Allah.

Keempat, Riddah
Perusak keimanan berikutnya adalah riddah, pelakunya disebut sebagai murtad, yaitu seseorang yang meninggalkan agama Islam, sedangkan dia itu berakal, merdeka dan dalam keadaan tidak dipaksa. Demikian juga kondisi seseorang yang mengingkari hal-hal yang merupakan prinsip dasar Islam, seperti menolak kewajiban shalat atau zakat; atau seseorang yang melakukan perbuatan atau mengatakan kalimat yang tidak bisa ditafsirkan lain kecuali kekufuran.
Allah Ta’ala menggambarkan fenomena riddah ini dalam firmanNya:
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah orang yang sia-sia dalam amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al-Baqarah: 217).

Ada tiga jenis riddah, yaitu:
1. Riddah I’tiqad
Yang dimaksud riddah i’tiqad adalah seseorang yang murtad disebabkan oleh faktor keyakinan atau aqidahnya. Para ulama telah bersepakat, bahwa orang yang mensekutukan Allah, mendustakan keberadaan Allah, mendustakan Rasul-rasul, malaikat, kitab-kitab, hari akhir, dan taqdir Allah, mereka telah keluar dari Islam.
Demikian juga para ulama telah bersepakat bahwa seseorang yang mendustakan kebenaran Rasulullah saw sebagai utusanNya, atau mendustakan kebenaran Al Qur’an sebagai kitab suci dari Allah, mereka telah murtad.
2. Riddah Aqwal
Yang dimaksud riddah aqwal adalah seseorang yang murtad disebabkan oleh ucapan mereka. Apabila ada orang Islam yang mengikararkan bahwa dirinya telah keluar dari Islam, tanpa ada yang memaksa, dan dalam keadaan berakal, maka ia telah murtad\dari Islam. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengatakan ‘Aku berlepas dari Islam’ jika ia benar ucapannya, maka dia sebagaimana yang telah diucapkan. Jika ia berbohong, maka ia tidak akan kembali kepada Islam dengan baik” (riwayat Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah).
Demikian pula barangsiapa yang mencaci maki Allah, Al Qur’an dan RasulNya dengan ucapannya, mereka telah murtad dari Islam. Allah telah berfirman:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: Sesungguhnya kami hanyalah bersendau gurau dan bermain-main saja. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu sekalian berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir setelkah beriman” (At-Taubah: 65-66).
Demikian pula para ulama telah bersepakjat bahwa orang-orang yang menuduh A’isyah ra dengantuduhan dusta (hadits ifk), mereka telah murtad dari Islam. Allah telah berfirman:
“Sesungguhnhya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga... Dan barangsiapa yang mengambil bagian terbesardalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar” (An-Nur:11).
3. Riddah Af’al
Yang dimaksud dengan riddah af’al adalah seseorang yang murtad karena perbuatannya. Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang bersujud dan menyembah bintang, matahari, atau berhala-pberhala lainnya sebagai sesembahan, ia telah murtad dari Islam. Demikian pula seseorang yang terang-terangan tidak mau melakukan kewajiban ibadah yang telah disyariatkan, seperti shalat, puasa Ramadhan dan zakat, maka ia telah murtad dari Islam.
Sebagaimana juga seseorang yang terang-terangan mengikuti kegiatan ibadah agama lain di luar Islam dengan kesadaran dan terus menerus, maka ia telah keluar dari Islam. Termasuk murtad adalah orang yang menolak berhukum dengan ketetapan Allah, bahkan ia mengambil hukum-hukum yang lain di luar Islam. Allah telah berfirman:
“Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah maka mereka adalah orang yang kafir” (Al-Maidah: 44).
Demikianlah empat hal yang merusakkan keimanan seseorang. Hendaknya kita menjauhi hal-hal yang bisa menghancurkan nilai keimanan kita.

*Lihat buku Iman dan Mahabatullah karya Cahyadi Takariawan, Wahid Ahmadi dan Abdullah Sunono; Intermedia halaman 77-96

Tidak ada komentar: