Minggu, 22 Mei 2011

Karakteristik Orang-orang yang Berobsesi kepada akhirat


Dalam masalah ini, manusia terbagi ke dalam tiga kelompok.

Kelompok Pertama
Yaitu orang-orang yang obsesi kepada akhirat mendominasi diri mereka. Alu, mereka bekerja di dunia dengan kacamata akhirat dan tahu dunia itu jembatan menuju akhirat. Mereka tahu apa saja yang ada di dunia adalah sarana yang diciptakan Allah Ta’ala untuk membantu manusia merealisir tujuan penciptaan mereka, yaitu beribadah kepada-Nya. Mereka memperlakuka dunia sebagai sarana dan meletakkannya di genggaman tangan mereka. Mereka yang mengelolanya dan tidak membiakannya mengelola diri mereka atau mengarahkan mereka semaunya. Mereka tidak menjauhkan diri dari dunia beserta isinya dan tidak menjauhkan dari manusia, karen tahu tugas mereka dengan jelas, yaitu memperbaiki diri dan orang lain, serta memanfaatkan seluruh saana dunia untuk tiba di akhirat denan aman.

Kelompok Kedua
Yaitu orang-orang yang cinta dunia begitu menguasai mereka, hingga membuat mereka lupa total kepada akhirat dan tidak tahu dunia itu jembatan menuju akhia mereka kia dunia itu segala-galanya. Mereka tidak tahu dengan jelas alau semua sarana di dunia sebenanya untuk membantu manusia merealisir tujuan penciptaan meeka, yaitu eribadah kepada Allah Ta’ala. Naifnya, mereka meyakini semua sarana dunia itu tujuan final penciptan mereka, lalu mereka menyembahnya selan Allah Ta’ala, meletakkannya di hati mereka yang kemudian mengarahkan mereka semaunya, dan mereka menghabiskan seluruh usia mereka untuknya. Harta tujuan mereka. Wanita tujuan mereka. Aak uuan mereka. Jabaatn tujuan mereka. Status sosial tujuan mereka. Makanan tujuan mereka. Pakaian tujuan mereka. Dan, syahwat-syahwat lain tujuan mereka, bukannya tujuan tertinggi yang merupakan tujuan penciptakan mereka.

Kelompok Ketiga
Yaitu orang-orang yang tidak jelas statusnya. Mereka tidak ingin masuk kelompok pertama atau kelompok kedua. Namun, ingin mendapatkan sebagian karakteristik kelompok petama dan sebagian karakteristik kelompok kedua. Sekali waktu mereka menyembah syahwat selain Allah Ta’ala dan beperang untuknya. Dan, sekali waktu, mereka menyembah Allah Ta’ala dan mendapatkan secuil obsesi kepada akhirat. Mereka seperti orang yang berputar-putar di sekitar cagar alam dan ada kemungkinan besar menggembalakan hewan gembalanya di cagar alam itu. mereka berada dalam situasi kritis dan tidak aman mereka tidak kokoh di jalan yang lurus dan meninggalkan statusnya yang tidak jelas itu.
Tentang ketiga kelompok di atas, orang zuhud, Yahya bin Muadz, berkata, “Manusia terbagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dengan dunia. Kedua, orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada dengan akhirat. Ketiga, orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus. Kelompok pertama merupakan orang-orang sukses, kelompok kedua orang-orang celaka, dan kelompok ketiga orang-orang yang dalam kondisi kritis.”
Orang-orang yang berobsesi kepada akhirat merupakan kelompok pertama dan orang-orang yan beruntung di antara kelompok yang ada. Karena itu, perlu ada studi khusus tentang karakteristik mereka, aga kita bisa meneladani mereka. Di antara karakteristik mereka yang paling menonjol adalah sebagai berikut:

1. Sedih karena Akhirat
Kendati mereka mengharapkan rahmat Allah Ta’ala dan ampunan-Nya, mereka tidak pasrah begitu saja. Mereka sedih atas kelalaian dan dosa yang telah mereka lakukan, kendati dosa kecil dan remeh. Mereka sedih atas penderitaan, kedzaliman, dan musibah yang dialami kaum Muslimin. Mereka punya jiwa yang sart dengan kasih sayang dan kepekaan, karena obsesi kepada akhirat mendominasi mereka.
Hati yang tidak sedih itu seperti rumah rusak. Demikian perumpamaan yang dibuat murid Al-Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar. Lebih lengkapnya, ia bekata, “Jika hati tidak sedih, maka rusak, seperti halnya rumah yang jika tidak ditempati maka rusak.”
Sedih itu menghirupkan hati dan menggerakkan perasaan yang tersembunyi di dalamnya. sedang tidak sedih mematikan perasaan, lalu hati membeku, mati, dan menjadi seperti rumah rusak seperti dikatakan Malik bin Dinar. “Rumah” tersebut lengang, menjadi kandang hewan, belalang, dan jin. Juga menjadi tempat buang kotoran, lalu bau busuk menebar dari sana-sini, dan dibenci semua orang yang berhati sehat.
Sedih itu bertingkat-tingkat. Kadar hilangnya obsesi kepada dunia ditentukan oleh sejauhmana kesedihan Anda karena akhirat. Sedih karena akhirat merupakan sarana “pembersihan” permanen dan selalu terjadi saat hati hidup. Imam Malik bin Dinar berkata, “Kadar hilangnya obsesi kepada akhirat dari hati Anda sangat ditentukan oleh kadar obsesi Anda kepada dunia. Dan, kadar hilangnya obsesi kepada dunia dari hati Anda ditentukan oleh sejauhmana kadar obsesi Anda kepada akhirat.”
Sedih karena akhiat membuat orang punya perasaan takut Allah Ta’ala meng-hisap dirinya pada Hari Kiamat, lalu ia meng-hisap dirinya sebelum ia dihisap kelak di akhirat.

2. Selalu Mengadakan Muhasabah (Evaluasi Diri)
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata, “Hisap-lah diri kalian sebelum kalian di-hisap. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi Hari Kiamat.”
Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu rutin mengadakan muhasabah pada dirinya atas seluruh perkataan dan perbuatannya.
Tentang An-Nafsu Al-Lawwamah, yang dijadikan bahan sumpah oleh Allah Ta’ala ketika befirman,

“Aku bersumpah dengan Hari Kiamat. Dan, aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali.” (Al-Qiyamah: 1-2).

Dijelaskan di Tafsir Al-Qurthubi, “Al-Hasan Al-Bashri berkata, ‘Demi Allah, jiwa seperti itu jiwa orang Mukmin. Ia selalu mengecam jiwanya dengan mengatakan, apa yang aku inginkan dengan perkataanku? Apa yang aku inginkan dengan apa yang aku makan? Apa yang aku inginkan dengan pembicaraanku kepada diriku? Sedang orang jahat, ia tidak pernah meng-hisap dirinya’.”
Salah seorang tabi’in, Bilal bin Sa’ad, meng-hisap dirinya atas hilangnya rasa sedih dirinya karena akhirat. Ia berkata, “Ah sedihnya aku, sebab aku tidak sedih.”

3. Selalu Beramal untuk Akhirat
Sedih yang terjadi pada generasi salaf karena obsesi kepada akhirat tidak membuat mereka mengucilkan diri di sudut-sudut masjid dan rumah-rumah mereka, guna menangisi diri mereka dan membiarkan orang-orang sesat berkubang dalam kesesatan, tanpa memperbaiki orang-orang sesat itu. justru, sedih motivator terbesar yang mengerakkan mereka peduli pada diri sendiri, dengan mengadakan perbaikan, penyucian, dan segera beramal sebelum kesempatan hilang. Juga peduli pada orang lain, dengan memperbaiki mereka, mendakwahi mereka, bersabar atas gangguan dan ujian di jalan dakwah. Malik bin Dinar bekata, “Setiap sesuatu punya serbuk bersabar dalam mengerjakan amal shalih, kecuali dengan sedih.”
Amal shalih tidak hanya shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan dzikir saja. Amal shalih ialah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala dan amal paling Dia cintai adalah jihad di jalan-Nya. Tingkatan ihad paling tinggi ialah menumpahkan darah (perang) di jalan Alah dan tingkatan terendahnya ialah menolak kemungkaran dengan hati. Di antara kedua tingkatan tersebut terdapat beberapa tingkatan jihad.

4. Trenyuh Melihat Pemandangan Kematian
Karena hati generasi salaf hidup, mer3eka mengaitkan apa saja yang mereka lihat di dunia dengan akhirat. Sesuatu yang paling menakutkan mereka ialah pemandangan kematian.
Ya, pemandangan kematian membekas kuat di hati seorang dari mereka hingga berhari-hari dan menambah semangatnya menuju akhirat, sebab khawatir ajal datang menjemputnya, sementara dia belum mengerjakan amal yang menaikkannya ke tingkat paling tinggi. Seorang tabi’in, Ibrahim An-Nakhai, berkata, “Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal dunia atau mendengar ada orang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari, karena kami tahu ada sesuatu (ajal datang pada orang tersebut, lalu membawanya ke surga atau neraka.”
*(diambil dari buku terjemahan dengan judul Taujih-taujih ruhiyah oleh Syaikh Abdul Hamid Al Bilali)

Tidak ada komentar: