Kamis, 03 Maret 2011

Nasib Mengenaskan Para Tokoh Inkar Sunnah

Oleh: Abduh Zulfidar Akaha


a. Cakralawi Mati Tidak Ada Keluarga yang Mau Mengubur

Maulawi Abdullah Cakralawi bisa dikatakan sebagai tokoh terdepan dan termasuk pioneer dalam sejarah inkar Sunnah di India, bahkan di dunia secara umum. Dia adalah pendiri sekaligus pemimpin kelompok inkar Sunnah Ahludz-Dzikri wal Qur`an, dan dialah yang dikatakan oleh Prof. DR. Muhammad Ali Qashwari sebagai orang bayaran Inggris untuk mengacak-acak Islam dari dalam dengan menyebarkan paham sesat inkar Sunnahnya.

Pada penghujung tahun 1902 M, para ulama di India (termasuk Pakistan dan Bangladesh) berkumpul untuk menandatangani sebuah pernyataan bersama yang berisi fatwa pengafiran Cakralawi. Ini adalah ijma’ ulama setempat ketika itu yang menyatakan bahwa Cakralawi bukan bagian dari agama Islam dan kaum muslimin.

Ketika Cakralawi mati pada tahun 1914 M, tidak ada satu pun dari anggota keluarganya bahkan keluarga besarnya yang bersedia mengurus jenazahnya. Sampai akhirnya, ada seorang muridnya yang mau menguburkan mayatnya.[1]



b. Ismail Adham Mati Bunuh Diri

Ismail Adham adalah seorang Doktor muda lulusan Universitas Moskow, Uni Soviet (Rusia), dan pernah mengajar di sebuah perguruan tinggi di Ankara, Turki. Pada tahun 1934 M dia membuat geger kaum muslimin di Mesir dan para ulamanya di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif dengan bukunya yang berjudul “Mashadir At-Tarikh Al-Islamiy” (Sumber-sumber Sejarah Islam). Buku ini dianggap sangat melecehkan akidah Islam dan sumber-sumber hukumnya.

Buku yang menghebohkan ini mendorong Syaikh Muhammad Ali Ahmadain, salah seorang ulama Al-Azhar, untuk menulis buku bantahannya. Beliau menulis buku berjudul “As-Sunnah Al-Muhammadiyyah wa Kaifa Washalat Ilayna” (Sunnah Nabi Muhammad dan Bagaimana Ia Sampai Kepada Kita) yang ditanggapi positif oleh kalangan Al-Azhar hingga sudah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dicetak oleh penerbit. Tidak berapa lama setelah buku ini terbit, Ismail menderita penyakit paru-paru akut. Akhirnya, karena tidak tahan dengan penyakitnya yang sangat menyiksa, dia pun bunuh diri sebelum usianya genap tiga puluh tahun.[2]



c. DR. Rasyad Khalifah Tewas Dibunuh

Rasyad Khalifah adalah Doktor teknik pertanian lulusan California University, Amerika Serikat. Pada tahun 1966 dia pulang ke Mesir dengan membawa seorang istri warga negara Amerika. Tidak lama kemudian Rasyad kembali lagi ke Amerika dan memperoleh kewarganegaraan Amerika. Di Amerika, Rasyad diangkat sebagai imam besar ‘masjid’ Tucson. Dia mendirikan Qur`anic Society di sana. Dia menulis buku berjudul “Quran, Hadits, and Islam” dan beberapa makalah yang di antaranya berjudul “Islam; Past, Present, and Future” (Islam; Dahulu, Sekarang, dan Akan Datang), serta rekaman sejumlah pidato yang menghujat Sunnah Nabi dan melecehkan agama Islam.

Rasyad mengatakan bahwa Sunnah Nabi berasal dari setan, ayat-ayat Al-Qur`an yang tidak bisa tunduk pada teori ilmiah adalah ayat setan, para ulama kaum muslimin adalah paganis, Imam Al-Bukhari kafir, mempercayai hadits sama saja dengan mempercayai iblis, dia menerima wahyu dari Allah sejak umur empat puluh tahun, Sunnah adalah penyebab runtuhnya Daulah Islamiyah, dan sebagainya. Pada bulan Desember 1989, Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz Rahimahullah mengeluarkan fatwa yang menyatakan kekafiran dan kemurtadannya. Tidak berapa lama setelah keluar fatwa Syaikh Bin Baz ini, Rasyad Khalifah ditemukan tewas mengenaskan dibunuh oleh seseorang.[3]



d. Nasib DR. Thaha Husain

DR. Thaha Husain adalah seorang tokoh yang kontroversial, meskipun dia lebih dikenal sebagai seorang sekular, tetapi dalam berbagai bukunya –terutama buku Fi Asy-Syi’ri Al-Jahili– juga banyak ditemukan isinya yang menghujat Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Tak salah jika sebagian ulama memasukkan Thaha Husain ke dalam barisan tokoh inkar Sunnah, sebagaimana yang dilakukan Ustadz Ahmad Sa’duddin.

Pada tanggal 13 September 1926 M, Thaha Husain terpaksa duduk di atas kursi pesakitan dalam sebuah sidang ilmiah di Parlemen Mesir untuk mendengarkan tuntutan hukum atas dirinya selama kurang lebih dua setengah jam. Dalam sidang tersebut diputuskan;

- Penarikan kembali buku Fi Asy-Syiri Al-Jahili dari peredaran.

- Melenyapkan buku-buku Fi Asy-Syiri Al-Jahili yang masih ada.

- Menyerahkan urusan Thaha Husain kepada pengadilan sipil dengan dakwaan pelecehan terhadap agama Islam, agama resmi negara.

- Dipecat tidak hormat dari pekerjaannya sebagai dosen perguruan tinggi.

- Dinyatakan tidak berhak menerima uang pensiun.

Sementara itu di Siria, sejumlah lembaga kebudayaan dari berbagai universitas sepakat untuk mengumpulkan buku-buku Thaha Husain di tempat terbuka untuk kemudian membakarnya di hadapan masyarakat umum. Mereka menyatakan menolak isi buku-buku tersebut dan menghimbau kepada seluruh negara-negara Arab lainnya agar melakukan terhadap buku-buku Thaha Husain sebagaimana yang telah mereka lakukan.[4]



e. Nasib Syaikh Ali Abdurraziq

Pada tahun 1925 M, rakyat Mesir dan para ulamanya dibikin heboh oleh buku Al-Islam wa Ushul Al-Hukm yang ditulis oleh Syaikh Ali Abdurraziq. Mereka mengafirkan dan menzindiqkan Ali Abdurraziq, bantahan-bantahan atas bukunya pun bermunculan di berbagai media dan mimbar masjid. Akhirnya, Pemerintah Mesir memerintahkan agar buku tersebut ditarik kembali dari peredaran dan dibakar. Ali Abdurraziq yang ketika itu menduduki jabatan sebagai hakim di Pengadilan Agama pun dipecat dengan tidak hormat. Dan, ijazah ilmiah internasionalnya yang dia peroleh dari Al-Azhar juga dicabut. Setelah itu, barulah rakyat Mesir tenang kembali.[5]



f. Kasus DR. Muhammad Ahmad Khalafallah

Pada sekitar tahun 1972 M, bertempat di Fakultas Syariah, Ushuluddin, dan Bahasa Arab, di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif, Kairo – Mesir, para ulama yang tergabung dalam Lembaga Pengajaran berkumpul dan mengeluarkan fatwa kolektif atas buku “Al-Fann Al-Qashashi fi Al-Qur`an Karim” yang ditulis oleh DR. Muhammad Ahmad Khalafallah. Para ulama Al-Azhar tersebut menyatakan bahwa isi buku tersebut adalah kufur dan membuat penulisnya keluar dari koridor agama Islam. Selain itu, para ulama Al-Azhar juga menyatakan bahwa DR. Amin Al-Khuli sebagai orang yang membantu penulisan buku tersebut pun turut terbawa dalam kekufuran. Selanjutnya, mereka menuntut pemerintah agar secepatnya mengeluarkan hukuman atas DR. Muhammad Ahmad Khalafallah.[6]



g. Nasib Syaikh Muhammad Abu Zaid Ad-Damanhuri

Tadinya, Syaikh Muhammad Abu Zaid Ad-Damanhuri ini adalah salah seorang dai dan pengurus Lembaga dakwah Dar Ad-Da’wah wa Al-Irsyad pimpinan Syaikh Al-Allamah Rasyid Ridha. Ad-Damanhuri menulis beberapa buku yang isinya menghujat dan melecehkan Sunnah Nabi. Di antara buku karyanya, yaitu “Ath-Thalaq Al-Madani fi Al-Qur`an” dan “Tafsir Al-Qur`an bi Al-Qur`an.” Dalam kedua bukunya tersebut, Ad-Damanhuri mengingatkan kaum muslimin bahwa sudah saatnya untuk membakar Sunnah Nabi dan melenyapkannya dari peredaran, dimulai dari kitab haditsnya Al-Bukhari dan Muslim. Dia juga mengatakan bahwa Adam Alaihissalam bukan seorang Nabi, para nabi tidak mempunyai mukjizat, dan tidak ada naskh dalam Al-Qur`an. Syaikh Rasyid Ridha pun marah dan mengingkari semua pendapat menyimpang anak buahnya ini.

Para ulama dan kaum muslimin di bumi Mesir pun menentang keras apa yang dikatakan Ad-Damanhuri. Hingga akhirnya dia pun diajukan ke meja hijau, dimana kemudian pengadilan menyatakan kekafirannya dan memutuskan ikatan perkawinannya dengan istrinya karena pengingkarannya terhadap dasar-dasar agama yang hukumnya sudah diketahui secara umum.[7]

* * *

Tujuh kasus di atas hanyalah sebagian contoh tentang kisah tragis orang-orang yang mengingkari Sunnah Nabi –sebagian ataupun keseluruhan–, sebagai balasan dari Allah atas dosa-dosa yang diperbuatnya. Di sana masih ada DR. Faraj Faudah yang mati ditembak; DR. Ahmad Subhi Manshur yang dipecat dari pekerjaannya sebagai pengajar di Al-Azhar, difatwakan zindiq oleh Syaikh Sayyid Sabiq, dan dijebloskan ke dalam penjara; DR. Nashr Hamid Abu Zaid yang ikatan pernikahannya dengan si istri diputuskan cerai oleh pengadilan, tetapi dia membangkang dan melarikan diri ke luar negeri; Marinus Taka (Indonesia) yang ditangkap beramai-ramai ketika sedang mengadakan pengajian, yang kemudian menangis-nangis seperti anak kecil ketika diinterogasi oleh aparat di KODIM Jakarta Utara; dan masih banyak lagi yang lain ...

Mahabenar Allah dengan firman-Nya,

وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ .

“Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Al-An’am: 119)

Sebagai seorang yang berakal sehat dan selalu berusaha menjadi muslim yang dicintai Allah (dan Rasul-Nya), tentunya kita dapat mengambil pelajaran dari nasib tragis orang-orang yang mendustakan Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas. Kita berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran dalam meniti jalan kebenaran yang diridhai-Nya. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan kepada kita hujjah yang kuat dan argumentasi yang kokoh dalam menghadapi kaum yang sesat lagi menyesatkan. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ .

“Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).” (An-Nahl: 36)

* * *

[1] Munkiri As-Sunnah Fahdzaruhum/Ustadz Ahmad Sa’duddin. Lihat di http://mojahed.net/ib/index.php?showtopic=4332&st.

[2] Ibid.

[3] Lihat; www.binbaz.org.sa//displayprint, http://www.al-barq.net/showthread.php?t=5882, dan “Inkar Sunnah dari Masa ke Masa,” makalah mata kuliah metodologi Hadits/Agung M. Ackman.

[4] Munkiri As-Sunnah Fahdzaruhum/Ustadz Ahmad Sa’duddin. Lihat di http://mojahed.net/ib/index.php?showtopic=4332&st.

[5] Ibid, menukil dari Al-Qur`aniyyun wa Syubuhatuhum/hlm 153. Diberitakan, bahwa Syaikh Ali Abdurraziq kemudian bertaubat dan mencabut pendapatnya.

[6] Ibid, mengutip dari Tafashil Al-Fatwa; Al-Fath/jilid 17/hlm 889.

[7] Ibid, mengutip dari Majalah Al-Manar edisi 12 dan 21, Majalah Ar-Rabithah Asy-Syarqiyah edisi 1 dan 2, Majalah Al-Fath edisi 2 dan 3, dan Al-Qur`aniyyun hlm 181-186.

Tidak ada komentar: