Islamedia - Ustadz pengasuh Pusat Konsultasi Syariah yang dimuliakan Allah, ada dua pertanyaan seputar produk perbankan syariah.
1. Dalam akad titipan/wadi'ah klasik, penyimpan tidak boleh menggunakan barang yang dititipkan kepadanya (kecuali atas izin pemilik) dan bila ada kerusakan penyimpan tidak dibebani tanggung jawab atasnya. Namun dalam produk tabungan perbankan syariah (yang kemudian disebut wadi'ah yad dhamanah), bank boleh memanfaatkan uang tersebut baik dihibahkan, diinvestasikan, maupun dihutangkan kepada pihak lain. Tetapi tetap wajib bertanggung jawab dan menjamin untuk mengembalikan titipan (bila diminta pemilik/nasabah), apapun yang terjadi. Benarkah, karena alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa produk tabungan yang ada di perbankan syariah berlaku atasnya hukum hutang dan bukan hukum wad'ah/titipan (konsekuensinya bonus dari bank untuk tabungan termasuk riba)? Adakah asholah wadi'ah yad dhamanah ini di jaman ulama klasik?
2. Dalam praktik mudharabah dengan revenue sharing, pengelola wajib mengembalikan pokok modal baik usahanya menghasilkan keuntungan atau kerugian. Apakah di sini yang seharusnya berlaku adalah hukum hutang piutang (sehingga bagi hasilnya termasuk kategori tambahan manfaat atas pinjaman / riba) karena karakteristik wajib mengembalikan pinjaman apapun yang terjadi tadi?
Sekian pertanyaan saya, jazakumullah khairan.
Assalamu alaikum wr.wb.
Pertama,
Para ulama sepakat jika penerima simpanan adalah yad damanah (ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohannya), sesuai dengan Hadits Rasulullah saw yang artinya : Umar bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya, ia meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “penerima titipan itu tidak menjamin”
Kedua,
Sesuai dengan karakteristik akad wadî’ah (titipan) yaitu tabarru’ (sumbangan), wadî’ (penerima titipan) berkewajiban untuk menjaga titipan tersebut sebagai substansi akad wadî’ah (titipan). Jika memanfaatkan simapanan tersebut dengan cara menginvestasikanya atau meminjamkan kepada orang lain, maka yad bank menjadi yad dhoman.
Masalah wadihah yadh dhoman di bahas panjang lebar dalam kitab-kitab muthowwalat (seperti al Mughni karya Ibnu Quddamah) dalam pembahasan tentang jenis-jenis taqshir dan ta’adi yang dilakukan oleh penerima titipan (wadi’).
Ketiga
Menurut para ulama Wadiah yad dhaman termasuk kategori akad qardh (pinjaman). Bank sebagai peminjam dan nasabah sebagai pihak yang meminjamkan. Dan bank harus mengembalikan pinjaman tanpa lebihan.
Adapun bonus yang tidak disyaratkan di muka dan siatnya tidak pasti sesuai dengan keinginan bank, maka bukan riba tetapi hadiah.
Pertanyaan kedua: Kaidah pembagian kerugian
Para ulama sepakat bahwa kerugian di tanggung pemilik modal karena kerugian berarti berkurang atau hilangnya modal, maka kerugian harus di tanggung pemilik modal tersebut. Kecuali jika kerugian tersebut diakibatlan keteledoran mudharib (pengelola) atau wan prestasi
Bahkan keuntungan menjadi pengaman modal sehingga keuntungan tidak bleh di bagikan kecuali setelah di pastikan modal tersebut utuh dan dikembalikan ke pada shohibul mal. Rasulullah bersabda :
Yang artinya : “Perumpamaan seorang mukmin seperti seorang pedagang, ia tidak mendapatkan keuntungannya sebelum mendapatkan modalnya”.
(lihat : Bidayatul mujtahid, 644, Mughnil muhtaj 292, Bada’i shonai 5/83, al Mughni, 6/437)
Prinsip Bagi Hasil revenue sharing
Ahmad Baraba menyebutkan bahwa Bagi hasil dalam operasional bank syariah mengenal prinsip profit loss sharing dan revenue sharing
Pada dasarnya prinsip profit loss sharing lebih dianjurkan oleh sebagian besar ulama, namun demikian harus diakui prinsip ini menuntut transparansi, akurasi ( dengan dukungan tehnologi dan cost accounting yang sophisticated) dan kejujuran mudharib dalam perhitungan laporan laba rugi nya.
Profit loss sharing artinya bagi hasil dilakukan setelah pendapatan (revenue)dari hasil investasi yang sumber dananya berasal dari shahibul maal dikurangi dengan beban yang terkait langsung ataupun tidak langsung secara proporsional dengan kegiatan pengelolaan investasi tsb.
Revenue sharing artinya pendapatan yang diperoleh dari hasil investasi yang sumber dananya berasal dari shahibul maal langsung dibagihasilkan dengan asumsi seluruh beban operasional ditanggung oleh mudharib. (Akuntansi Perbankan Syariah, Ahmad Baraba, Agustus 2008).
Pengembalian Modal ketika rugi
Penulis juga belum menemukan ketentuan pengembalian modal kepada pemilik modal ketika rugi dalam konsep revenue sharing sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan.
Bahkan dalam panduan pengawasan syariah terhadap bank di sebutkan bahwa revenue sharing dibolehkan sebagai salah satu system Bagi hasil dalam operasional bank syariah.
Prinsip ini dapat diterapkan antara bank sebagai shahibul maal dengan nasabah sebagai mudharib dalam akad mudharabah namun harus dapat diyakini mudharib dapat memenuhi syarat-syarat good corporate governance.
Dengan memperhitungkan berbagai faktor yang ada maka untuk saat sekarang masih diperkenankan antara bank dengan pemilik dana atau nasabah atau shahibul maal menggunakan revenue sharing sebagaimana yang berlaku di semua bank syariah di Indonesia dan Malaysia.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb
Dr Oni Sahroni - syariahonline.com
Heboh! Pria Tanpa Identitas Ditemukan Meninggal di Pasar Langsa, Ada Obat
Lambung di Saku BajunyaÂ
-
Saat ditemukan di pos jaga Latos itu, kondisi pria itu seperti tertidur di
bangku beton pos. Namun, saat didekati oleh saksi ternyata pria ini...
50 menit yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar