Mari Bermuhasabah!
Desember 2, 2010
oleh intimagazine
Hakikatnya, pergantian tahun tidak ada bedanya dengan pergantian bulan, minggu, hari, jam, atau detik. Bagi seorang muslim, semua pergantian waktu itu harus disikapi dengan sikap yang sama: memperkuat dzikirullah, mengingat Allah ta’ala.
Inilah yang disyaratkan Allah ta’la dengan firman-Nya,
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran, 3: 190 – 191)
Terlebih lagi bagi kita bangsa Indonesia, dimana pergantian tahun datang setelah kita melewati ujian bencana alam yang cukup berat. Banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta.
Memahami hakikat ini, setiap kita hendaknya mau meluangkan waktu untuk tadzakkur dan tafakkur. Menyegarkan kembali ruhul ibadah, membiarkan tetesan khauf (takut) membasahi qalbu. Menghirup sejuknya raja’ (berharap), tawakkal (berserah diri), dan khusyu’ (tunduk), dengan raghbah (penuh minat), dan rahbah (cemas). Pergantian waktu, hendaknya kita gunakan untuk inabah (kembali), isti’anah (memohon pertolongan), isti’adzah (memohon perlindungan), dan istighotsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan).
Mari kita bercermin. Adakah ruhani kita tumbuh subur, ataukah kering kerontang? Nafsu apakah yang menguasai jiwa kita, apakah nafsu amarah bi-shu, nafsu lawwamah, ataukah nafsu muthmainnah?
Pergantian tahun ini hendaknya menyadarkan kita, tentang pentingnya ri’ayah ma’nawiyah, pemeliharaan maknawi kita agar terhindar dari al-wahn, kelemahan jiwa, yang ditandai dengan hubbud dunya wa karohiyatul maut, cinta dunia dan takut mati; menyadarkan kita tentang perlunya jiwa mendapat al-ghida (gizi) yang cukup, berupa ibadah yang dibarengi ruh, bukan sekedar rutinitas dan seremonial belaka; menyadarkan kita tentang perlunya jiwa yang sakit mendapatkan asy-syifa (pengobatan), berupa taubat dan istighfar.
Wahai Rabb kami, sungguh kami telah menzalimi diri. Seandainya Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami. Sungguh kami termasuk orang merugi…
Honorer Berpeluang Jadi PPPK Paruh Waktu, Ini Skemanya
-
Pendataan tenaga honorer yang belum lolos dalam rekrutmen PPPK terus
dilakukan pemerintah Provinsi dan Kabupaten-Kota.
1 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar