1/24/2011 12:08:00 AM | Posted by islamedia
Islamedia - Menjadi bagian dari masyarakat yang majemuk atau plural tentunya adalah sebuah prestasi dan peluang tersendiri bagi seorang yang menamakan dirinya leader maupun petarung. Integritas dan independensi menjadi suatu hal yang paling teruji tentunya. Kesanggupan untuk mempertahankan nilai-nilai prinsipil serta kebijakan dalam mengadvokasi segala kepentingan dan tentunya tetap menjaga hubungan yang baik dengan segenap mitra adalah langkah-langkah yang senantiasa di tempuh dan di lakoni oleh para pemegang kebijakan.
Partai keadilan sejahtera dahulu, kini dan hari esok adalah tetap sama sebagaimana yang telah di fahami oleh kader-kader yang memang mengerti akan nilai-nilai universalisme islam itu sendiri. Tetapi seiring berjalannya waktu dan bergantinya periode dari setiap kepengurusan, akan ada saja warna-warna yang menghiasi segala kebijakan baik yang bersifat lokal, nasional bahkan regional. Tarulah saat ini, sering kita mendengar opini dari kader pks yang mengatakan bahwa pks kini bukan yang dulu lagi, pks telah berubah seperti parpol-parpol lainnya, orientasi kekuasaan, atau berubah menjadi pragmatis. Kita tidak akan menanggapi hal ini seperti tanggapan Politisi Anis Matta yang menggunakan doktrin materi yang bersifat religius, karena saat ini sebagian besar orang tidak sepenuhnya percaya dan menerima doktrin religius yang hanya sifatnya dogma. Akan tetapi dengan intelektual dan realitas yang bisa dengan mudah di fahami oleh nalar atau logika. Walaupun memang sedikit mengherankan juga sebenarnya yang berkata seperti ini apakah kader atau simpatisan PKS, kalau simpatisan mungkin sebuah kewajaran tetapi kalau kader pks, kita merasa sedikit sanksi, bukankah laju kaderisasi yang telah di jalani oleh kader-kader PKS selama ini sangat terkenal loyal dan militan, atau bisa jadi kader ini memang belum memahami strategi dan konsep yang telah di tetapkan PKS walaupun memang ada beberapa perubahan tetapi perubahan yang demikian itu adalah hal yang sifatnya temporal. Kita tidak membicarakan taqlid buta atau tsiqoh tanpa kepahaman, bahkan ke depannya simpatisan, kader dan publik akan melihat kebijakan pks mulai merambah ke segala lini-lini kehidupan baik yang sifatnya ideologis, kultural budaya, kawasan regional bahkan internasional yang mencakup segala kepentingan-kepentingan yang ada. Tidak menutup kemungkinan bahkan sebuah keharusan nantinya PKS akan merangkul dunia barat dan non muslim untuk menjalin kesepakatan demi kebangkitan dunia islam itu sendiri yang memang berkarakter universal.
- Independensi Partai
Mempertahankan independensi ideologis maupun lembaga yang bersifat struktural, PKS selalu memperhatikan hal tersebut, kontrak politik yang selama ini berjalan, kami melihatnya sudah sangat efektif, kenapa demikian ? karena yang ingin di tampilkan sebenarnya adalah koalisi antar partai politik yang menggunakan “akal sehat”. Tidak seperti masa-masa orde baru, Segala kebijakan yang terjadi saat ini dari pemerintah maupun koalisi bersama antar partai tetap dalam kewajaran yang memang sudah di sepakati ketika kontrak politik sebelumnya, seperti beberapa waktu lalu muncul koalisi Sekber, hal ini sudah ada dalam kontrak politik antara PKS dengan SBY sebelum PKS menyatakan bergabung, yang dimana saat itu kita melihat PKS adalah partai yang paling akhir bergabung di koalisi SBY, hal ini dikarenakan kontrak politik yang di tuangkan oleh PKS belum di sepakati oleh SBY, setelah di sepakati kedua belah pihak barulah PKS menyatakan bersedia. Hal yang demikian ini adalah gambaran bagi kita, bahwasanya PKS dalam menjalankan roda musyarokah ini sangat berhati-hati dan tentunya tetap mempertahankan independensi partai. Begitupun dengan penetapan calon disetiap pilkada, PKS selalu memperhatikan berbagai macam faktor sehingga wajarlah kalau PKS selalu yang paling akhir menyatakan keputusannya di setiap pilkada terkait pencalonan yang di usung.
- Kemenangan 2014
Kader PKS adalah kader yang intelek dan berwawasan luas, kemenangan yang ditargetkan di 2014, dalam hal perolehan suara, bukanlah sekedar optimisme tetapi sebuah realitas dengan fakta-fakta yang konkrit. Bagi sebagian pengamat politik mengatakan bahwa PKS akan semakin menurun perolehan suaranya di 2014 dengan melihat arus peningkatan suara perolehan dari 1999-2004 yang cukup besar kemudian di 2004-2009 hanya meningkat 1 %, bagi mereka artinya semakin ke depan PKS akan seperti parpol yang lain tetap mengalami penurunan perolehan suara, hal ini di asumsikan karena pks dari tahun 1999-2004 mampu meraih suara yang sangat signifikan karena program sosialnya, terjun langsung ke masyarakat dalam membantu dan memfasilitasi masyarakat baik saat musibah ataupun kondisi-kondisi tertentu, tetapi tren ini menurun di tahun 2004-2009 sehingga perolehan suaranyapun anjlok yang mengatakan bahwa pks tidak mempunyai program sosial yang besar seperti dulu, padahal bagi pks program sosial itu tetap besar dan berjalan dengan efisien akan tetapi sekarang menggunakan payung chariti atau lembaga kemanusiaan.
Berikut gambaran mengenai fakta-fakta menyongsong kemenangan PKS 2014 dalam tinjauan politik praktis,
1. Tren penurunan perolehan suara parpol selama 3 kali pemilu berturut-turut, kecuali Demokrat sebagai partai baru. Golkar dan PDIP yang selama ini mengungguli PKS penurunan suaranya sangat drastis, hal ini mencerminkan akan turunnya perolehan suara mereka di 2014. Adapun demokrat berbagai kasus yang dialami pemerintahan dua kali pemilu ini menjadi pelajaran yang berharga bagi publik bahwasanya perubahan yang di gembar-gemborkan adalah sekedar jualan politik saja. Sehingga dalam hal ini, publik akan melirik parpol yang senantiasa progres dalam setiap program dan konsepnya yang bermutu, saya kira kita tidak akan menyangsikan PKS. Kemudian melihat dari segi ideologis, golkar dan demokrat yang selama ini menjadi partai “tengah” akan di lengserkan oleh PKS yang memang sudah mulai menuju ke arah “tengah” yang mana sebelumnya sangat “ke-kanan-an”, memang peluang besar itu akan mulai bergeser ke PKS karena PDIP sebenarnya dari segi ideologis terbilang sangat “ke-kiri-an”.
2. Tokoh-tokoh PKS masa pembelajaran kenegaraannya sudah mengalami “efek kematangan”, semua melihat dan mengetahui sejak dari pemilu 1999 hingga sekarang, tokoh-tokoh politik PKS yang selama ini berkecimpung di pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif awalnya adalah kader-kader yang baru keluar dari kampus, mereka semua tergolong politisi baru, sehingga pengetahuan dan pengalaman kerjanya sangat pas-pasan, beda dengan parpol lainnya, tentu anda fahami bahwa Demokrat adalah pecahan dari Golkar, sehingga tidak mengherankan kalau demokrat sudah terbilang mapan dalam “bermain politik”. Dalam masa 11 tahun ini, kader-kader PKS telah terbilang matang pembelajarannya sehingga ke depannya ide-ide kenegaraan akan menjadi wacana dan realita yang akan di agendakan oleh PKS.
3. Kini saatnya merambah dunia eksternal, Periode sebelumnya bagi PKS, adalah pembenahan institusi internal, sehingga selama ini kader-kader PKS jarang tampil di publik dalam menuangkan ide-ide cemerlangnya. Karena memang untuk meraih sesuatu yang besar, pembenahan “kedalam” bagi PKS adalah suatu yang urgent dan sangat di kedepankan. Sehingga pada masa ini hal itu telah usai , kini PKS akan tampil dengan narasi-narasi baru, ide-ide yang sangat komprehensif dan universal, wacana-wacana kenegaraan akan digulirkan ke publik, sehingga PKS akan menjadi pelopor dalam setiap wacana dan debat publik, tetapi tentunya hal tersebut bukan sekedar wacana tetapi sebuah konsep yang akan bersama kita perjuangkan.
Menghadapi arus kemenangan bagi PKS, menarik untuk mencermati beberapa masukan dari para pengamat politik terhadap PKS, yaitu sedianya untuk segera berbenah dalam hal administratif, mulai dari logo, dan jargonnya. merekai memandang logo PKS saat ini tidak relevan lagi untuk menjadi lambang partai yang terbilang besar, karena sedianya publik ingin melihat sesuatu yang sederhana dan praktis, bagi beberapa partai ideologis, logo itu adalah perbedaan tersendiri. Seperti PDIP sebutan untuk logo partainya adalah banteng merah, PPP tentu kepada ka’bah, golkar partai beringin, begitupun dengan PAN lebih pas disebut partai matahari sedangkan PKS mau disebut apa ? partai ka’bah,bukan, partai padi juga bukan. Mungkin hal-hal yang biasa seperti ini kiranya menjadi perhatian, karena bagaimana pun publik tetap mempunyai peranan dalam mengusung dan mensosialisasikan pilihannya, begitupun dengan jargonnya PKS yang begitu panjang, mereka mengatakan bahwa hal itu sangat tidak mencerminkan dengan keberadaan kader PKS yang notabenenya adalah para intelektual. Wallahu A’lam
Opini dari :
Ikhsan Pallawa
(Koordinator Pusat Kajian Kepemimpinan Indonesia Masa Depan)
Sedianya Kritik dan saran ditujukan ke: ipallawa@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar