Selasa, 22 November 2011

JANGAN JADIKAN AIR ITU BERHENTI

Serial Taujihat Ustadz



Perang Ahzab atau perang Khandaq adalah pertempuran yang sangat melelahkan.
Memang pertempuran dalam arti saling bunuh membunuh dalam jarak dekat tidak
banyak terjadi. Namun, 10000 pasukan multinasional yang mengepung Madinah
telah membuat kaum muslimin tidak sempat melakukan shalat Zhuhur, Ashar,
dan Maghrib. Bahkan hanya sekedar kencing saja juga tidak sempat.

Selesai perang yang sangat melelahkan secara phisik dan psikis ini,
Rasulullah saw hendak beristirahat barang sejenak. Karenanya, beliau
sarungkan dan gantungkan pedang dan senjata beliau.

Namun Allah swt tidak menginginkan beliau dan kaum muslimin beristirahat.
Karenanya, Allah utus malaikat Jibril as kepada Rasulullah saw.

Sambil tetap berada di atas bighal, malaikat Jibril as berkata: Kayaknya
engkau sudah meletakkan senjatamu, wahai Rasulullah saw? Sesungguhnya para
malaikat belum meletakkan senjata mereka .... (Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam).

Riwayat ini menggambarkan kepada kita agar kita tidak berhenti dari
berjihad.

Pada suatu hari, ada beberapa orang Anshar sedang berkumpul-kumpul. Mereka
saling berkata diantara mereka: Sekarang Islam telah jaya, telah eksis,
dan telah kokoh. Sebaiknya kita kembali ke ladang-ladang kita, kebun-kebun
kita, kita urus lagi harta kekayaan kita yang selama ini terbengkalai dan
kita garap lagi lahan-lahan itu dengan serius, lahan yang selama ini telah
kita tinggalkan dalam rangka berjihad fi sabilillah, dan hasilnya kita
infaqkan fi sabilillah juga, sementara jihad di medan laga biar ditangani
oleh saudara-saudara kita lainnya.

Maka Allah swt menurunkan:

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Baqarah:
195).
Sedangkan riwayat yang satu ini menggambarkan kepada kita bahwa kehancuran,
atau kebinasaan, atau istilah Al Qur?annya tahlukah adalah saat
meninggalkan jihad.

Kalau dua riwayat ini kita hubungkan dengan sirah Rasulullah saw lainnya,
kita akan ketemukan angka-angka berikut:

- Peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (ghozwah
) ada 26 ghozwah.
- Peperangan yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (
sariyyah) ada 38 sariyyah.
Maka kita akan dapat menarik satu kesimpulan bahwa manuver Rasulullah saw
dan para sahabatnya itu tiada henti dan tanpa putus. Bagaimana tidak, waktu
yang kurang lebih sepuluh tahun itu terisi oleh peperangan 64 kali
peperangan.

Sungguh, sebuah manuver yang menggambarkan betapa Rasulullah saw dan para
sahabatnya senantiasa menumpahkan segala potensi dan kemampuan yang
dimilikinya secara maksimal dan tiada henti, sehingga tidak ada waktu lagi
untuk bersitirahat dan meng-andai-andaikan hal-hal yang sifatnya duniawi.

Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk
menerjang apa saja, maka aliran air itu tiada pernah berhenti.

Kalau Al Qur?an surat Al Baqarah ayat 195 itu kita hubungkan dengan
pengibaratan air ini, kita bisa katakan bahwa justru kalau air itu
berhenti, dan tidak lagi mengalir, maka air itu akan menjadi rusak, kotor,
sarang nyamuk, dan bau serta berubah warnanya. Begitu juga dengan potensi
jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik
jihad da?awi, jihad ta?limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-I
(jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun
akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt
memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila
mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian dan
perkebunan.

Firman Allah swt diatas dipertegas juga oleh hadits Rasulullah saw yang
menyatakan:

Jika kalian telah berjual beli secara ?ienah (rekayasa dan akal-akalan
dalam praktek riba), kalian telah mengambil ekor sapi dan puas (asyik)
dengan pertanian serta meninggalkan jihad, niscaya Allah swt akan
menjadikan kehinaan menguasai kalian yang tidak akan dicabut sehingga
kalian kembali kepada agama kalian. (HR Abu Daud dan Ahmad, dan Syekh
Nashirud-Din Al Al Bani menilainya hasan).

Berkenaan dengan hal ini simaklah apa yang dikatakan oleh Sayyid Qutub
dalam salah satu bukunya:

Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati,
melainkan setelah;

1. Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini;
- Mujahadah dengan hati; bentuknya: membenci kebatilan mereka,
jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan
jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam.
- Mujahadah dengan lisan; bentuknya:
- Tabligh.dan bayan (penerangan).
- Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu.
- Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam.
- Dan mujahadah dengan tangan atau pisik; bentuknya: menolak dan
menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan
hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran
yang curang.

2. Merasakan melalui mujahadah-nya itu:
- Ujian (ibtila? atau tribulasi) dan rasa sakit.
- Bersabar atas ibtila? dan rasa sakit itu.
- Bersabar atas kekalahan. Dan
- Bersabar atas kemenangan, karena, bersabar atas kemenangan lebih
berat (sulit) dari pada bersabar atas kekalahan. Kemudian ?

3. Tetap Tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak
menolah-noleh dan terus maju meniti jalan iman dengan terus menanjak dan
tidak tersesat.
Selanjutnya Sayyid Qutub mengatakan:
Dan hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk
mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini, sebab, saat ia
mujahadah menghadapi orang banyak itu:
- Ia sendiri bermujahadah melawan dirinya sendiri.
- Dan akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang belum
pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan
tenang.
- Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang
belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana)
ini.
- Dan ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya,
persepsi-persepsinya, kebiasaannya, tabiatnya, emosinya dan responnya- akan
sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman
berat dan sulit ini?.
Lebih lanjut Sayyid Qutub mengatakan:

Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman swt:
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan
sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS Al Baqarah: 251).
Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (
nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak,
atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan:
- ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi.
- Himmah (semangat)-nya istirkha? (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng).
- Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha? (bergelimangnya harta
dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal
yang berat).
Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi.
Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang
terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan
hidup.
(Lihat : Hadzad-diin, Sayyid Qutub, hal: 12 - 13).

(Musyaffa, Dep. Kaderisasi DPP PK) musyaffa@centrin.net.id

Tidak ada komentar: