Selasa, 01 Februari 2011

Sekejapku bersama Izrail (Kisah Nyata Ikhwah)

Diposkan oleh admin di 09.00



Reporter: Dhanie Asy-Syakib
Tarbiyah Tsaqofiyah yang menjadi program unggulan Bidang Kaderisasi DPC PKS Piyungan tahun ini, terus hadir dengan menyajikan tema-tema menarik untuk dikaji dan digali, tentu dengan menghadirkan para pemateri (baca: Ustadz) yang kafa’ah di bidangnya.

Begitupun pada hari, Ahad, 23 Januari 2011, bertepatan dengan Ahad Legi (nama “pasaran” orang Jawa digunakan untuk memudahkan para peserta Tatsqif, yang mayoritas memang berada di masyarakat pedesaan). Tatsqif di pagi hari itupun kembali hadir menyapa para perindu syurga dengan tema besar “Pengalaman Mati Suri”.

Tema yang sekilas “menakutkan”, namun ternyata penting bagi para kader dan simpatisan PKS Piyungan, terlebih mereka yang memang ber-azzam hidupnya berujung dengan husnul khotimah kelak, dengan bekal amal sholeh yang banyak dan berkwalitas. Subhanalloh, terbukti peserta yang hadir di kajian pagi itu cukup banyak, seluruh ruangan di Masjid Al-Ikhlas Sampakan, penuh terisi para pencari ilmu.

Memang kematian, sebuah keniscayaan, yang pasti akan dialami bagi setiap yang bernyawa, termasuk kita manusi. Nah, by the way, kematian bukan butuh pengalaman, namun justru yang dibutuhkan adalan PERSIAPAN menghadapi kematian dan bekal sudahnya. Karena juga, orang yang pengalaman kematian (baca: sudah mengalami mati), tentu tidak semua orang. Kalaupun toh itu ada, tentu juga karena Karunia besar dari ALLOH dan sebagai ibroh yang diberikan oleh ALLOH kepada si hamba agar semakin taat kepada KHOLIQnya. Mengingat kematian sebagai salah satu ikhtiyar kita untuk bekal kita kelak. “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)

Materi ini lebih menarik karena yang menyampaikan sudah mengalami peristiwa tersebut, yakni mati suri. Beliau adalah Ust Juni Al-Jundi, seorang aparat di Dinas Pertanian yang tinggal di wilayah kecamatan Depok, Sleman, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Didampingi moderator, akh Eko “Adam’ HP, Ketua DPRa PKS Srimartani, yang juga seorang host dan penyiar radio ternama di Yogyakarta, Kisah “pengalaman” beliau ini berawal dari sakit yang diderita beliau yang berkenaan dengan kulit tangan yang terluka. Suatu hari, beliau yang masih sakit, bersih-bersih di sekitar rumahnya, yang ternyata tak sedikit dijumpai tikus. Beliau membersihkan lingkungannya tersebut hanya dengan menggunakan tangan tanpa kaos tangan, sehingga tanpa disadari, beliau memegang dan membersihkan air kencing tikus, yang ternyata mengandung virus membahayakan (Virus Leptosira), jika masuk ke peredaran darah manusia. Terlebih beliau memang sedang sakit luka dikulit tangannya, sehingga virus dari tubuh tikus melalui air kencing tikus tersebut masuk ke peredaran darah beliau.

Singkat cerita, beliau mengalami demam tinggi dan masuk ke IGD sebuah Rumah Sakit di Yogyakarta, dan beliau memang divonis mengalami virus yang disebabkan dari tikus. Kondisi beliau tak sadarkan diri samapai 13 hari. Selama tak sadarkan diri itulah beliau mengalami peristiwa-peristiwa yang sangat penting dan menjadi ibroh bagi beliau, terlebih ALLOH memberikan karunia hidup kembali.

Urgensi dari pengalaman mati suri, papar beliau, adalah ikhtiyar kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dan bekal sesudahnya. Sebagai tadzkiroh kita agar kita bisa selalu INGAT kematian(sebagaimana dalam kitab At-Tadzkirah karya Imam Qurtubi, tambah ust Jundi), adalah dengan mengetahui tanda-tanda peringatan kematian tersebut, yakni ; Sakit (demam), Rambut yang sudah beruban/putih dan Kematian di sekitar kita.

Ya, kematian adalah kepastian yang akan dialami setiap yang bernyawa, termasuk kita manusia. Karenanya hikmah yang bisa petik adalah, upaya kita untuk menjadi orang yang “cerdas”, sesuai dengan hadits Nabi ; “ Orang Cerdas adalah orang yang selalu mengendalikan nafsunya dan beramal untuk bekal sesudah matinya”.

Lantas, untuk menyelaraskan maksud kita diatas, tentu segenap peluang yang kita punyai akan kita manfaatkan sebaik mungkin agar kematian benar-benar menjadi pintu keberkahan kita, perjumpaan seorang hamba yang merindukan kekasih sejatinya, ALLOH SWT. Apapun yang telah dianugerahkan ALLOH kepada kita, anugerah jasmani ma’nawi, maliyah da’wiyah dll tentu akan kita dedikasikan kepada ALLOH sebagai bekal kita sesudah kematian kita kelak.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…”. Dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat) Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Wallohu a’lam.
*posted by: pkspiyungan.blogspot.com

Tidak ada komentar: