Oleh : Cahyadi Takariawan dan Ida Nur Laila
Pengertian Konflik
You cannot not to be in conflict. Demikianlah ungkapan banyak kalangan masyarakat. Konflik itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan adalah mengelola konflik dengan tepat sehingga tidak menimbulkan efek negatif atau dampak yang merusak. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam konteks yang luas, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234). Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana menghindari konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan kelompok. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam kehidupan keluarga, sosial dan organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun kelompok.
Penyebab Konflik
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya konflik dalam kehidupan rumah tangga, di antaranya adalah:
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pemikiran, perasaan, kecenderungan, dan peran antara suami dan isteri
Sejak awal, pernikahan adalah mempertemukan dua pribadi, dua jiwa, dua pemikiran, dua perasaan, dua kecenderungan yang tidak sama. Ini sudah menjadi benih konflik, kalau masing-masing tidak mencoba memahami pasangannya.
2. Perbedaan pengalaman hidup dan latar belakang kultur sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda antara suami dan isteri
Saat pernikahan, bertemulah dua pribadi dengan latar belakang keluarga yang berbeda, kebudayaan yang berbeda, pengalaman yang berbeda. Mendefinisikan kata “sederhana” dan “apa adanya” akan berbeda, karena latar belakang yang memang tidak sama.
3. Perbedaan kepentingan antara suami dan isteri
Suami dan isteri bisa memiliki kepentingan yang tidak sama. Misalnya kepentingan pengembangan potensi isteri, pengembangan karir suami, dan lain sebagainya, dihadapkan kepada berbagai keterbatasan yang dimiliki.
4. Perubahan-perubahan dalam keluarga dan masyarakat
Keluarga adalah “organisme hidup”, dimana masing-masing pihak berkembang dan dinamis. Ada banyak perubahan setiap hari, yang karena kesibukan dan keterjebakan kepada rutinitas, perubahan tersebut tidak dimengerti.
Bagaimana Menghadapi Konflik
1. Sebelum terjadi Konflik
a. Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari konflik.
Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan”. Kesepakatan antara suami dan isteri ini sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan tidak ada konflik. Buat “road map” atau “plan” bagaimana langkah untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang berbeda dalam pembuatan langkah ini.
b. Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah kepada Allah.
Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidupan rumah tangga anda. Jika anda selalu menguatkan motivasi ibadah dalam rumah tangga, akan membawa suasana yang nyaman dalam kehidupan. Motivasi ibadah ini sesungguhnya telah meredam banyak sekali potensi konflik.
c. Kuatkan visi keluarga, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan menggapai surgaNya di akhirat.
Visi akan menjadi panduan arah kehidupan rumah tangga anda. Visi adalah pernyataan luhur yang akan anda capai dalam kehidupan keluarga. Visi menggambarkan “siapa jatidiri keluarga anda”.
d. Milikilah ketrampilan komunikasi.
Biasakan mengobrol dengan pasangan, jangan ada sumbatan dalam berkomunikasi. Tidak perlu membuat kesepakatan waktu-waktu khusus, karena komunikasi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan sarana apa saja.
2. Saat Konflik
a. Redam emosi dan kemarahan dalam-dalam.
Bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara dalam suasana emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan dalam suasana emosional. Jangan turuti ego anda. Tenanglah, sabarlah. “Badai pasti berlalu”.
b. Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah tangga yang anda miliki.
Inilah guna motivasi dan visi keluarga. Saat menghadapi konflik ingatlah motivasi anda berumah tangga adalah ibadah kepada Allah. Ingatlah bahwa visi keluarga anda adalah untuk mendapatkan surga dunia dan surga akhirat.
c. Laksanakan kesepakatan anda “langkah keluar dari konflik.”
Anda telah memiliki kesepakatan langkah keluar dari konflik. Seperti anda membawa payung, tinggal anda gunakan saat hujan tiba. Anda tidak dibuat bingung akan melangkah kemana, karfena flowchart telah anda miliki.
d. Jangan berpikir hitam putih, “siapa salah siapa benar”.
Dalam menghadapi konflik suami dan isteri, jangan terpaku pada pemikiran pembuktian siapa yang salah dan siapa yang benar. Berpikirlah “win win solution”, mencoba mencari solusi dengan semua pihak dimenangkan.
e. Selesaikan oleh anda berdua
Hadapilah konflik oleh anda berdua. Jangan melebar kemana-mana. Pihak ketiga (keluarga besar, konsultan, lembaga konsultasi, organisasi/instansi, dll) hanya dilibatkan saat seluruh cara tidak membawa hasil perbaikan. Anda berdua harus di pihak yang sama, “Ini masalah kita”.
f. Jangan pernah menampakkan konflik di depan anak-anak.
Bahaya, dan negatif bagi anak-anak anda jika tampak anda konflik di hadapan mereka. Bersikaplah baik di hadapan anak-anak. Jangan ajari konflik, jangan buat mereka trauma dan frustrasi menghadapi ayah ibunya.
3. Setelah Konflik
a. Lupakan konflik anda, dan jangan ungkit lagi
Sudahlah, semua sudah berlalu. Sudah terlanjur terjadi. Tak akan bisa ditarik kembali. Maka sikap yang tepat adalah, segera lupakan konflik itu. Fokus pada kehidupan keluarga, masa depan anak-anak, merenda hari esok yang lebih baik. Harapan itu selalu ada.
b. Minta maaf kepada pasangan anda, dan maafkanlah pasangan anda
Jangan berat meminta maaf. Jangan bertanya “Apa salah saya sehingga harus minta maaf?” Ketahuilah, dalam sebuah konflik, semua pihak memiliki andil kesalahan. Maka segeralah minta maaf, dan maafkan pasangan anda.
c. Fokus melihat sisi kebaikan pasangan
Jangan terfokus melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan. Dunia anda akan sempit jika hanya terpaku kepada hal-hal yang negatif dari pasangan. Luaskan bentangan jiwa anda, dengan memfokuskan diri melihat sisi-sisi kelebihan dan kebaikan pasangan.
d. Berpikir positif
Miliki kebiasaan berpikir positif. Setiap kejadian dalam hidup pasti ada hikmahnya untuk pendewasaan diri dan keluarga kita. Setiap masalah pasti ada jalan keluar yang akan semakin membawa kematangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Tak ada yang sia-sia dalam hidup kita.
e. Jangan anda ceritakan konflik anda kepada orang lain
Cukuplah anda simpan dan anda catat berkas konflik di atas pasir. Jangan dipahat di lempeng besi. Tak perlu orang lain tahu konlik yang anda hadapi.
Pancoran Barat, 16 Januari 2011
http://cahyadi-takariawan.web.id/
Capai Rp120 Juta Sebulan, Berikut Rincian Gaji dan Pendapatan DPR RI,
Tunjangan Meroket
-
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengakui bahwa kenaikan pendapatan anggota
dewan berasal dari penyesuaian sejumlah tunjangan.
1 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar