Oleh: Aba AbduLLAAH
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang amat buruk.” (QS Al-Isra’, 17/32)
Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa makna kata laa taqrabu ialah : Janganlah kalian mendekati dan melakukan perbuatan yang dapat menjadi sebab bagi terjadinya perzinaan atau mengajak kepada zina tersebut[1], karena ia adalah merupakan dosa besar dan perbuatan yang amat buruk. Maka semua perbuatan yang mendekati zina seperti berduaan, jalan bareng, memegang, saling memandang, dan sebagainya hukumnya haram berdasarkan ayat ini. Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya[2] menyebutkan bahwa penyebutan sa’a sabila dikarenakan secara duniawi perbuatan tersebut merusak keturunan dan nasab serta dapat menimbulkan fitnah, sementara Imam At-Thabari[3] menyebutkan bahwa secara ukhrawi perbuatan tersebut adalah perbuatan pelaku maksiat yang menyelisihi perintah ALLAH SWT, sehingga membawa pelakunya ke jalan neraka Jahannam.
Pengarang kitab Fathul Qadir menyatakan[4] bahwa larangan dan dosa mendekati zina disebutkan oleh ALLAH SWT dalam 3 tingkatan, pertama melalui pelarangannya yaitu suatu perbuatan yang melakukannya haram maka semua perbuatan yang mendekatinya atau bisa menyebabkan padanya menjadi haram pula, kemudian yang kedua ALLAH SWT mempertegas hukumnya dengan menyebutkan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan busuk dan keji di dunia, kemudian yang ketiga ALLAH SWT menyebutkan bahwa ia merupakan jalan yang amat buruk yang melemparkan pelakunya ke neraka.
Sementara Imam Abu Sa’ud dalam tafsirnya[5] menyebutkan bahwa ayat ini diapit oleh 2 ayat tentang larangan membunuh, ayat ke-31-nya adalah larangan membunuh anak & ayat ke-33-nya adalah larangan membunuh orang dewasa. Adapun kaitan ayat zina dengan larangan membunuh anak adalah karena perbuatan tersebut menyia-nyiakan nasab, sehingga ia merupakan perbuatan yang keji (faahisyah), adapun kaitannya dengan larangan membunuh orang dewasa yang muhshan adalah karena perbuatan zina berakibat pada hukum haad yang mewajibkan pelakunya dibunuh (rajam) dan merupakan dosa besar yang diancam dengan neraka sehingga disebut saa’a sabiilaa. Dan ketiga perbuatan tersebut (membunuh anak, berzina & membunuh orang lain) semuanya adalah dosa besar.
Imam Al-Alusi dalam tafsirnya[6] atas ayat ini mengemukakan hadits yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan (Bukhari & Muslim) dari Nabi SAW bhw “Tidaklah berzina seseorang, kecuali pada saaat ia berzina tersebut ia tidak beriman[7].” Dan dalam riwayat yang lain dikatakan : “Ketika seorang berzina maka keluarlah iman dari hatinya dan berada di atas kepalanya bagaikan asap, jika ia bertaubat & berhenti maka iman tersebut kembali kepadanya.” Lebih jauh Imam Al-Alusi menyatakan bhw para ulama muhaqqiqin menyatakan bahwa dosa zina bertingkat-tingkat, yang paling berat berdasarkan hadits adalah berzina dengan tetangga & dengan maharim-nya (orang yang diharamkan dinikahi), dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dikatakan : “Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya maka bunuhlah orang itu[8].” Demikian pula zina wanita/laki-laki yang menikah lebih besar dosanya dari wanita/laki-laki yang masih perawan/bujangan, didasarkan pada dalil haad (hukuman) nya[9]. Demikian pula zina liwaath (homo/lesbi) dosanya juga lebih besar dari zina biasa, dst.
Lebih lanjut Imam Ibnu Katsir menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad[10], kata beliau ; Telah menyampaikan pada kami Yazid bin Harun, telah menyampaikan pada kami Sulaim bin Amir dari Abu Umamah bahwa ada seorang remaja belum menikah yang mendatangi Nabi SAW lalu berkata : “Wahai RasuluLLAH, izinkanlah saya berzina!” Maka orang-orangpun berdiri & memukulinya sambil berkata : “Mah! Mah![11]” Maka kata nabi SAW : “Lepaskan dia!” Maka serentak orang-orang melepaskannya, maka kata Nabi SAW pada remaja itu : “Duduklah.” Maka remaja tersebut duduk, lalu kata Nabi SAW : “Apakah engkau suka jika ibumu berzina?” Maka jawab pemuda itu : “Tidak demi ALLAH! ALLAH menjadi saksi!” maka kata Nabi SAW : “Demikianlah orang lainpun tidak mau ibunya dizinai.” Lalu tanya Nabi SAW selanjutnya : “Apakah engkau suka anak perempuanmu berzina?” Maka jawab pemuda itu : “Tidak demi ALLAH! ALLAH menjadi saksi!” maka kata Nabi SAW : “Demikianlah orang lainpun tidak mau anak perempuannya dizinai.” Lalu tanya Nabi SAW selanjutnya : “Apakah engkau suka saudara perempuanmu berzina?” Maka jawab pemuda itu : “Tidak demi ALLAH! ALLAH menjadi saksi!” maka kata Nabi SAW : “Demikianlah orang lainpun tidak mau saudara perempuannya dizinai.” Lalu tanya Nabi SAW selanjutnya : “Apakah engkau suka bibimu berzina?” Maka jawab pemuda itu : “Tidak demi ALLAH! ALLAH menjadi saksi!” maka kata Nabi SAW : “Demikianlah orang lainpun tidak mau bibinya dizinai.” Kemudian Nabi SAW meletakkan telapak tangannya pada remaja tersebut sambil berdoa : “ALLAHummaghfir dzanbahu wa thahhir qalbahu wa ahshanna farjahu[12].” Dan setelah itu remaja tersebut tidak pernah sedikitpun melirik pada sesuatu (wanita)[13]..
Semoga shalawat serta salam tercurah pada kekasihku Nabi SAW, betapa agungnya akhlaq beliau SAW dan betapa mustajabnya doa beliau SAW, Ya ALLAH karuniakanlah kami semua dapat berjumpa & bertetangga dengan beliau SAW di Jannah kelak, aamiin ya RABB..
ALLAHu a’lamu bish Shawab…
REFERENSI:
[1] Tafsir Ibnu Katsir, III/55
[2] Tafsir Al-Baidhawi, I/443
[3] Tafsir At-Thabari, VIII/74
[4] Tafsir Fathul Qadir, III/319
[5] Tafsir Abus Sa’ud, V/170
[6] Tafsir Al-Alusi, XV/67
[7] Hadits selengkapnya lih. Shahih Bukhari, VI/2497, hadits no. 6424 & 6425; dan Shahih Muslim,
[8] Ana berusaha men-takhrij haditsnya dari kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain karya Imam Al-Hakim, namun tdk menemukannya.
[9] Haad bagi bujangan/perawan adalah didera 100x, lih. Shahih Bukhari, II/937 dan Shahih Muslim III/1316; sementara haad bagi yang muhshan (telah menikah) di-rajam sampai mati, lih. Shahih Bukhari, IV/1660 dan Shahih Muslim III/1317.
[10] Tafsir Ibnu Katsir, III/55
[11] Ana kesulitan menterjemahkan padanannya dalam bhs Indonesia, mungkin sejenis : Cis! Cis! Atau Puh! Puh! atau yang semisalnya.
[12] Artinya : “Ya ALLAH ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya dan peliharalah kemaluannya.”
[13] Lih. Musnad Imam Ahmad, V/256
Honorer Berpeluang Jadi PPPK Paruh Waktu, Ini Skemanya
-
Pendataan tenaga honorer yang belum lolos dalam rekrutmen PPPK terus
dilakukan pemerintah Provinsi dan Kabupaten-Kota.
1 jam yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar