Minggu, 30 Oktober 2011

Revolusi Arab Bisa Pudarkan Hegemoni AS

Diposkan oleh DPC PKS PIYUNGAN Sabtu, Oktober 29, 2011



Oleh: Musthafa Abd Rahman*

TEWASNYA mantan penguasa Libya, Moammar Khadafy, Kamis (20/10), memperpanjang daftar pemimpin Arab yang tersingkir akibat gelombang revolusi, atau sering disebut pula Musim Semi Arab (Arab Spring).

Ini dimulai dari revolusi Tunisia yang memaksa Presiden Zein Abidine Ben Ali lari tunggang langgang ke Arab Saudi pada Januari lalu. Kejadian serupa menimpa Presiden Mesir Hosni Mubarak yang dipaksa lengser pada Februari lalu dan kini dalam proses pengadilan di Kairo.

Salah satu isu yang kini terus menjadi sorotan, bahkan menjadi polemik, adalah tentang peran asing, khususnya AS, di balik revolusi Arab itu. Tentu tidak bisa dimungkiri dukungan kuat AS dan Barat terhadap revolusi Arab.

Presiden AS Barack Obama, misalnya, secara tegas meminta Presiden Hosni Mubarak mundur saat revolusi Mesir pada Februari. Obama kini juga meminta Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dan Presiden Suriah Bashar al-Assad mundur.

Andil AS dalam penumbangan rezim Khadafy di Libya tak kalah besar. AS tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk operasi militer bagi perlindungan warga sipil di Libya. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir ini, AS mengerahkan pesawat tanpa awak, Predator, untuk memburu pasukan loyalis Khadafy.

Dukungan AS dan Barat terhadap revolusi Arab itu bukan tanpa pamrih. AS dan Barat yang selama ini dikenal pendukung kuat rezim-rezim diktator Arab tiba-tiba berubah arah. AS dan Barat tampaknya segera menyadari, percuma mempertahankan kapal yang sudah mau tenggelam.

Mereka pun segera membonceng gerakan revolusi rakyat, yang dimulai dari Tunisia, diikuti Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah. Tujuannya adalah agar AS dan Barat tidak kehilangan pengaruh di kawasan strategis itu (Timur Tengah).

Akan tetapi, banyak analisis di Timur Tengah menyebutkan, perubahan sikap AS dan Barat itu sangat spekulatif. Belum tentu pemain-pemain baru Timur Tengah yang lahir dari hasil pemilu demokratis nanti bersedia menjalin hubungan istimewa dengan Barat, khususnya AS.

Pasalnya, sistem pengambilan keputusan Pemerintah Arab baru mendatang akan berubah total. Opini publik akan menjadi barometer dalam pengambilan keputusan. Adapun opini publik di dunia Arab justru cenderung melihat negatif peran AS selama ini. Arab tidak simpati kepada AS lewat isu Palestina, dan prahara terorisme yang dianggap berlebihan sejak peristiwa serangan 11 September 2001 di AS.

Karena itu, mulai muncul analisis tentang kemungkinan mundurnya peran AS dan Barat di dunia Arab pascarevolusi. AS tampaknya sudah mengantisipasi tentang risiko kemerosotan pengaruhnya di kawasan strategis itu.

AS pun kini melakukan pertarungan dengan melobi kekuatan-kekuatan internal di Tunisia, Mesir, dan Libya agar mereka bersedia menjadi bumper bagi kepentingan AS di negara- negara tersebut.

Dekati media besar

Di Mesir, AS mendekati media massa berpengaruh, seperti beberapa televisi satelit dan media cetak milik pengusaha yang dekat dengan AS, serta sejumlah politisi pro-Barat. Bahkan, AS juga melakukan kontak intensif dengan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin) yang diperkirakan akan menjadi salah satu pemain utama di pentas politik Mesir mendatang.

Untuk Libya, Pemerintah AS segera mencairkan pula aset- aset Libya di AS yang sebelumnya dibekukan, yakni sebanyak 1,5 miliar dollar AS. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dalam kunjungannya ke Tripoli, Selasa (18/10), juga berjanji akan menggelontorkan bantuan 40 juta dollar AS untuk mendukung program keamanan di Libya.

Di Suriah, AS memilih berada di belakang Turki untuk mendukung gerakan revolusi rakyat melawan rezim Presiden Bashar al-Assad. AS berada di balik manuver-manuver oposisi Suriah yang sebagian besar bertitik tolak dari Turki. Pembentukan Dewan Transisi Nasional Suriah, misalnya, dideklarasikan di Istanbul, Turki, pada akhir September. Deklarasi ini juga mendapatkan dukungan penuh dari AS.

Meski demikian, manuver- manuver AS itu tetap belum menjamin terlindunginya kepentingan AS di Timur Tengah, seperti terjadi pada era kepemimpinan para rezim diktator.

AS dituntut harus mengubah kebijakan makro di Timur Tengah, terutama menyangkut isu Palestina, jika kepentingannya di kawasan itu tetap terpelihara. Kemarahan opini Arab terhadap AS sudah luar biasa. Ini adalah akibat dukungan tanpa batas AS terhadap Israel sejak negara Israel berdiri pada tahun 1948 hingga saat ini.

Keunggulan militer Israel secara mutlak hingga bisa memenangi semua perang melawan Arab hanya terjadi lantaran dukungan tanpa batas AS kepada Israel itu. AS kini lagi-lagi berusaha dengan segala cara untuk menghentikan program nuklir Iran agar Israel tetap memegang hegemoni dalam persenjataan nuklir di Timur Tengah.

AS dan Barat, bahkan Israel, harus sadar bahwa perubahan besar telah terjadi di Timur Tengah saat ini. Kasus serangan massa Mesir terhadap kantor Kedubes Israel di Kairo pada pertengahan September menunjukkan adanya perubahan besar di Mesir saat ini.

Pernyataan Perdana Menteri (PM) Mesir Essam Sharaf kepada televisi Turki dan Mesir pada pertengahan September lalu tentang perjanjian damai Camp David juga merupakan peringatan terhadap Israel.

Sharaf saat itu menegaskan, perjanjian damai Camp David pada tahun 1979 antara Mesir dan Israel bukan hal yang sakral. Perjanjian itu masih bisa didiskusikan kembali dan diamandemen untuk kepentingan perdamaian.

Bisa dibayangkan, PM Sharaf hanya seorang PM yang ditunjuk dewan agung militer yang berkuasa di Mesir. Namun, dia berani mengeluarkan pernyataan seperti itu. Jika pemerintah baru kelak terpilih secara demokratis, tentu pemimpin akan lebih berani melakukan apa saja, termasuk membekukan perjanjian damai Camp David, jika hal itu menjadi tuntutan rakyat Mesir.

Kasus hubungan Turki-Israel adalah contoh lain. PM Turki Recep Tayyip Erdogan berani menurunkan tingkat hubungan Israel-Turki hingga tingkat paling rendah, yakni tingkat sekretaris II. Turki melakukan ini setelah Israel menolak meminta maaf atas kasus penyerangan kapal Mavi Marmara bulan Mei tahun lalu.

Pemerintahan di negara-negara Arab mendatang yang lahir dari revolusi rakyat pasti akan berani mengambil keputusan besar terhadap AS ataupun Israel. Keberanian akan memuncak jika AS ataupun Israel tidak mengubah kebijakan klasik yang cenderung keras dan suka mendikte.

Oleh sebab itu, tak ada pilihan bagi AS, kecuali harus mengubah kebijakan makro di Timur Tengah, khususnya yang menyangkut isu Palestina, jika tak ingin kehilangan segalanya di Timur Tengah pasca-revolusi.

Tercapainya transaksi Gilad Shalit pekan lalu antara Israel dan Hamas merupakan percikan kecil yang positif akibat perubahan sikap Israel ke arah yang lebih lunak. Transaksi tersebut adalah menukarkan serdadu Israel, Gilad Shalit, yang disekap Hamas sejak tahun 2006 dengan 1.027 tahanan Palestina. Tercapainya transaksi tersebut tentu tak lepas dari adanya perubahan situasi di kawasan akibat revolusi Arab.

Tuntutan berikutnya adalah kesediaan Israel untuk bersikap atau menjadi lebih lunak dalam perundingan damai dengan Palestina. Perundingan ini perlu untuk membuka jalan bagi berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur.

Dalam hal ini, AS bisa berperan dengan menekan Israel demi terwujudnya negara Palestina tersebut. Dengan demikian, AS berharap kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah tetap terjaga pascarevolusi.***

*)KOMPAS.com


*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia

Jumat, 28 Oktober 2011

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalan Utamanya

10/29/2011 12:12:00 AM | Posted by islamedia

oleh Ust. Farid Hasan Nu'man

Islamedia.web.id - Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya, khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak amal kebaikan pada bulan tersebut.


1. Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.[1]
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان".
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah DzulQa’dah, DzulHijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
2. Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama ( Tgl 1-10 Dzulhijjah)
Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al Quran:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
Demi fajar, dan malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)
Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali pada sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.
Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al ‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh. (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 7048, Ahmad No. 26456)
Hanya saja para ulama mendhaifkan hadits ini. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)
Didhaifkan pula oleh Syaikh Al Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)
3. Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)
Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)
Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.
Apakah yang sedang wuquf dilarang berpuasa ‘Arafah?
Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:
وقد استحب أهل العلم صيام يوم عرفة إلا بعرفة
Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah. (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)
Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.
Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
قُلْت قَدْ صَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَ وَثَّقَ مَهْدِيًّا الْمَذْكُورَ: ابْنُ حِبَّانَ
Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban. (At Talkhish, 2/461-462)
Namun ulama lain menyatakan bahwa hadits ini dhaif. (Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410, At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461, dan lainnya)
Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.
Imam Al Munawi mengatakan:
قال الحاكم : على شرط البخاري وردوه بأنه وهم إذ مهدي ليس من رجاله بل قال ابن معين : مجهول ، وقال العقيلي : لا يتابع عليه لضعفه
Berkata Al Hakim: “Sesuai syarat Bukhari,” mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: “Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.” (Faidhul Qadir, 6/431)
Lalu, Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.
Syaikh Al Albani berkata:
قلت : وإسناده ضعيف ومداره عند الجميع على مهدي الهجري وهو مجهول
Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul. (Tamamul Minnah Hal. 410)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata:
إسناده ضعيف، لجهالة مهدي المحاربي -وهو ابن حرب الهجري-، وذكره ابن حبان في "الثقات"، وهو تساهل منه.
Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen). (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)
Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban adalah imam hadits yang dinilai terlalu mudah men-tsiqah-kan perawi yang majhul.
Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir, 2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)
Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan:
وفي إسناده نظر، فإن مهدي بن حرب العبدي ليس بمعروف
Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani. (Nailul Authar, 4/239)
Maka, pandangan yang lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:
لم يثبت أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد نهى عن صيام هذا اليوم
Tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah). (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)
Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.
Diriwayatkan secara shahih:
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ

Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya. (HR. Bukhari No. 5636)
Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan:
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَسَانِيدَ جِيَادٍ أَنَّهُ لَمْ يَصُمْ يَوْمَ عَرَفَةَ بِهَا وَلَا يَصِحُّ عَنْهُ النَّهْيُ عَنْ صِيَامِهِ
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu. (Adh Dhuafa, No. 372)
Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah. Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut:
عن نافع قال سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة بعرفة قال لم يصمه رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أبو بكر ولا عمر ولا عثمان
Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)
Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Oleh karena itu, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.
سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة فقال حججت مع النبي صلى الله عليه و سلم فلم يصمه وحججت مع أبي بكر فلم يصمه وحججت مع عمر فلم يصمه وحججت مع عثمان فلم يصمه وأنا لا أصومه ولا أمر به ولا أنهى عنه
Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata: isnaduhu shahih.)
Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/25)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa:
أما الحاج فلا يسن له صوم يوم عرفة، بل يسن له فطره وإن كان قوياً، ليقوى على الدعاء، واتباعاً للسنة
Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah.(Ibid, 3/24) Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.
Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:
- Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).
- Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.
- Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka puasanya itu menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.
- Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)

4. Shalat Idul Adha dan Menyembelih Hewan Qurban

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Shalat Idul Adha (juga Idhul Fitri) adalah sunah muakadah. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
شرعت صلاة العيدين في السنة الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر الرجال والنساء أن يخرجوا لها.
Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)
Ada pun kalangan Hanafiyah berpendapat wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di antara sunah dan fardhu.
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:
صَلاَةُ الْعِيدَيْنِ وَاجِبَةٌ عَلَى الْقَوْل الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ - وَالْمُرَادُ مِنَ الْوَاجِبِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : أَنَّهُ مَنْزِلَةٌ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالسُّنَّةِ - وَدَلِيل ذَلِكَ : مُوَاظَبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا مِنْ دُونِ تَرْكِهَا وَلَوْ مَرَّةً
Shalat ‘Idain adalah wajib menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah –maksud wajib menurut madzhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)
Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu, Nabi menyebutkan shalat yang lima. Lalu Arab Badui itu bertanya:
هَل عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَال لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: “Tidak ada, kecuali yang sunah.” (HR. Bukhari No. 46)
Bukti lain bahwa shalat ‘Idain itu sunah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah sebagaimana shalat wajib lainnya. Shalat tersebut sama halnya dengan shalat sunah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa shalat ‘Idain adalah sunah.
Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Ta’ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2). Juga karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240)
Insya Allah, secara khusus pada kesempatan lain akan kami bahas pula adab-adab pada hari raya.
Selanjutnya berqurban, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama.
Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah No. 3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 7334)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.
Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr, No. 102.
Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth mendhaifkan hadits ini, dan beliau mengkritik Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi dengan sebutan: “wa huwa wahm minhuma – ini adalah wahm (samar/tidak jelas/ragu) dari keduanya.” Beliau juga menyebut penghasanan yang dilakukan Syaikh Al Albani dengan sebutan: “fa akhtha’a – keliru/salah.” (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 8273)
Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah:
وَقَدْ اسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى وُجُوبِ التَّضْحِيَةِ عَلَى مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ لِأَنَّهُ لَمَّا نَهَى عَنْ قُرْبَانِ الْمُصَلَّى دَلَّ عَلَى أَنَّهُ تَرَكَ وَاجِبًا كَأَنَّهُ يَقُولُ لَا فَائِدَةَ فِي الصَّلَاةِ مَعَ تَرْكِ هَذَا الْوَاجِبِ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى { فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ } وَلِحَدِيثِ مِخْنَفِ بْنِ سُلَيْمٍ مَرْفُوعًا { عَلَى أَهْلِ كُلِّ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ } دَلَّ لَفْظُهُ عَلَى الْوُجُوبِ ، وَالْوُجُوبُ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ
“Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas ketika Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu merupakan meninggalkan kewajiban, seakan Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah. (Subulus Salam, 4/91)
Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), sebab yang pertama mauquf (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id.
Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani:
وَقِيلَ لَا تَجِبُ وَالْحَدِيثُ الْأَوَّلُ مَوْقُوفٌ فَلَا حُجَّةَ فِيهِ وَالثَّانِي ضَعْفٌ بِأَبِي رَمْلَةَ قَالَ الْخَطَّابِيُّ : إنَّهُ مَجْهُولٌ وَالْآيَةُ مُحْتَمِلَةٌ فَقَدْ فُسِّرَ قَوْلُهُ ( { وَانْحَرْ } ) بِوَضْعِ الْكَفِّ عَلَى النَّحْرِ فِي الصَّلَاةِ أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَابْنُ شَاهِينَ فِي سُنَنِهِ وَابْنُ مَرْدُوَيْهِ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَفِيهِ رِوَايَاتٌ عَنْ الصَّحَابَةِ مِثْلُ ذَلِكَ وَلَوْ سُلِّمَ فَهِيَ دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ النَّحْرَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ تَعْيِينٌ لِوَقْتِهِ لَا لِوُجُوبِهِ كَأَنَّهُ يَقُولُ إذَا نَحَرْت فَبَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ فَإِنَّهُ قَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَنَسٍ { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْحَرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَأُمِرَ أَنْ يُصَلِّيَ ثُمَّ يَنْحَرُ } وَلِضَعْفِ أَدِلَّةِ الْوُجُوبِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَالْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّهَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بَلْ قَالَ ابْنُ حَزْمٍ لَا يَصِحُّ عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهَا وَاجِبَةٌ .
“Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Hadits kedua (dari Mikhnaf bin Sulaim) dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah. Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak dikenal).” Sedangkan firmanNya: “…berkurbanlah.” adalah tentang penentuan waktu penyembelihan setelah shalat. Telah diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam sunan-nya, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat beberapa riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang menunjukkan bahwa menyembelih kurban itu dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu secara khusus menjelaskan tentang waktu penyembelihnnya, bukan menunjukkan kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau menyembelih maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Anas: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau diperintahkan untuk shalat dulu baru kemudian menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan mereka yang mewajibkannya. Sedangkan, madzhab jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in, dan ahli fiqih, bahwa menyembelih qurban adalah sunah mu’akkadah, bahkan Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari kalangan sahabat yang menunjukkan kewajibannya.” (Ibid)
Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun dari rambutnya dan kulitnya.” (HR. Muslim No. 1977) [2]
Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya oleh karena itu Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini sebagai dalil tidak wajibnya berkurban alias sunah.
Berikut ini keterangannya:
قال الشافعي إن قوله فأراد أحدكم يدل على عدم الوجوب
Berkata Asy Syafi’i: “Sesungguhnya sabdanya “lalu kalian berkehendak” menunjukkan ketidak wajibannya. (Subulus Salam, 4/91)
Insya Allah tentang Fiqih Qurban akan kami bahas pada hari-hari yang akan datang.
5. Tidak Berpuasa pada Hari Raya ( 10 Dzulhijah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzul Hijjah)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari ‘Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk islam, itu adalah hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya: hasan shahih, Ad Darimi No. 1764, Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.” )
Dari Nubaisyah Al Hudzalli, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No. 1141)
Inilah di antara dalil agar kita tidak berpuasa pada hari raya dan hari-hari tasyriq, karena itu adalah hari untuk makan dan minum. Sedangkan untuk puasa pada hari ‘Arafah sudah dibahas pada bagian sebelumnya.
Imam At Tirmidzi berkata:
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ الصِّيَامَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ إِلَّا أَنَّ قَوْمًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ رَخَّصُوا لِلْمُتَمَتِّعِ إِذَا لَمْ يَجِدْ هَدْيًا وَلَمْ يَصُمْ فِي الْعَشْرِ أَنْ يَصُومَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ وَبِهِ يَقُولُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Para ulama mengamalkan hadits ini, bahwa mereka memakruhkan berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali sekelompok kaum dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan selain mereka, yang memberikan keringanan untuk berpuasa pada hari-hari tasyriq bagi orang yang berhaji tamattu’ jika belum mendapatkan hewan untuk berqurban dan dia belum berpuasa pada hari yang sepuluh (pada bulan Dzulhijjah, pen). Inilah pendapat Malik bin Anas, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. (Sunan At Tirmidzi, lihat komentar hadits No. 773)
Pada saat itu dibolehkan mengadakan acara (haflah) makan dan minum, karena memang kaum muslimin sedang berbahagia. Hal itu sama sekali bukan perbuatan yang dibenci.
Al Hafizh Ibnu Hajar memberikan penjelasan terhadap hadits ini, katanya:
وأن الأكل والشرب في المحافل مباح ولا كراهة فيه
Sesungguhnya makan dan minum pada berbagai acara adalah mubah dan tidak ada kemakruhan di dalamnya. (Fathul Bari, 4/238)
6. Berdzikir Kepada Allah Ta’ala pada hari-hari Tasyriq
Dalam riwayat Imam Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzalli, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No. 1141), dan dalam riwayat Abu Al Malih ada tambahan: “dan hari berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim No. 1141)
Pada hari-hari tasyriq kita dianjurkan banyak berdzikir, karena Nabi juga mengatakan hari tasyriq adalah hari berdzikir kepada Allah Ta’ala. Agar kebahagian dan pesta kaum muslimin tetap dalam bingkai kebaikan, dan tidak berlebihan.
Imam Ibnu Habib menjelaskan tentang berdzikir pada hari-hari tasyriq:
يَنْبَغِي لِأَهْلِ مِنًى وَغَيْرِهِمْ أَنْ يُكَبِّرُوا أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ إِذَا اِرْتَفَعَ ثُمَّ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ بِالْعَشِيِّ وَكَذَلِكَ فَعَلَ وَأَمَّا أَهْلُ الْآفَاقِ وَغَيْرُهُمْ فَفِي خُرُوجِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى وَفِي دُبُرِ الصَّلَوَاتِ وَيُكَبِّرُونَ فِي خِلَالِ ذَلِكَ وَلَا يَجْهَرُونَ
Hendaknya bagi penduduk Mina dan selain mereka untuk bertakbir pada awal siang (maksudnya pagi, pen), lalu ketika matahari meninggi, lalu ketika matahari tergelincir, kemudian pada saat malam, demikian juga yang dilakukan. Ada pun penduduk seluruh ufuk dan selain mereka, pada setiap keluarnya mereka ke tempat shalat dan setelah shalat hendaknya mereka bertakbir pada saat itu, dan tidak dikeraskan. (Imam Abul Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, 2/463)

Maka, boleh saja bertakbir saat hari-hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) sebagaimana yang kita lihat pada sebagian masjid dan surau, yang mereka lakukan setelah shalat. Hal ini berbeda dengan Idul Fithri yang bertakbirnya hanya sampai naiknya khatib ke mimbar ketika shalat Idul Fithri, yaitu takbir dalam artian ‘takbiran’-nya hari raya. Ada pun sekedar mengucapkan takbir (Allahu Akbar) tentunya boleh kapan pun juga.
Demikian. Semoga bermanfaat .......
Wallahu A’lam


[1] Sebagian imam ahli tafsir menyebutkan bahwa, hukum berperang pada bulan-bulan haram adalah dibolehkan, sebab ayat ini telah mansukh (direvisi) secara hukum oleh ayat: “Perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menjumpainya ….”. Sementara, ahli tafsir lainnya mengatakan, bahwa ayat ini tidak mansukh, sehingga larangan berperang pada bulan itu tetap berlaku kecuali darurat. Dan, Imam Ibnu Jarir lebih menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini mansukh (direvisi) hukumnya. (Jami’ Al Bayan, 9/478-479. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Ibnu Rajab mengatakan kebolehan berperang pada bulan-bulan haram adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama), pelarangan hanya terjadi pada awal-awal Islam. (Lathaif Al Ma’arif Hal. 116. Mawqi’ Ruh Al Islam)

[2] Berkata Imam An Nawawi tentang maksud hadits ini:

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة ، وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة : لَا يُكْرَه ، وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يَحْرُم فِي التَّطَوُّع دُون الْوَاجِب .
Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki 10 hari bulan Zulhijjah dan orang yang hendak berquban. Sa’id bin Al Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Asy Syafi’I mengatakan: sesungguhnya haram baginya memotong rambut dan kukunya sampai dia berqurban pada waktu berqurban. Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan: hal itu makruh, yakni makruh tanzih (makruh mendekati boleh), tidak haram. Abu Hanifah mengatakan: tidak makruh. Malik mengatakan: tidak makruh. Pada riwayat lain dari Malik; makruh. Pada riwayat lain: diharamkan pada haji yang sunah, bukan yang wajib. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/472

Kamis, 27 Oktober 2011

Shalat Khusyu` Bukan Kontemplasi

Oleh Ust.Ahmad Sarwat, Lc

Ibarat seorang pengemudi di jalan raya, dikatakan khusyu` kalau dia konsentrasi dalam berkendaraan. Konsentrasi yang dimaksud tentu bukan berarti matanya tertutup atau telinganya disumbat sehingga tidak melihat atau mendengar apapun, agar konsentrasi.

Malah bila dia melakukan hal-hal di atas, besar kemungkinan akan terjadi kecelakaan di jalan. Sebab apa yang dilakukannya bukan konsentrasi, melainkan menutup diri dari semua petunjuk dan lalu lalang di jalan raya.

Maka seorang yang shalat dengan khusyu`` bukanlah orang yang shalat dengan menutup mata, telinga dan diri dari keadaan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, justru orang yang shalatnya khusyu`` itu adalah orang yang sangat peduli dan sadar atas apa yang terjadi pada dirinya, lingkungannya serta situasi yang ada saat itu.

Rujukan Tentang Khusyu` Dalam Shalatnya
Siapakah orang yang paling khusyu` shalatnya di dunia ini? Apakah orang yang mengaku telah menemukan metode kontemplasi, yoga dan sejenisnya, ataukah Rasulullah SAW?
Ini pertanyaan penting ketika kita bicara tentang khusyu` dalam shalat. Sebab kita seringkali lupa, bahwa shalat itu sebuah ritual ibadah, bukan produk karsa atau karya manusia. Ritual shalat juga bukan sebuah hasil koreografi buatan manusia.
Ritual shalat itu pada hakikatnya adalah tata cara untuk beribadah kepada Allah SWT, dimana Allah ingin disembah dengan cara yang Dia tentukan sendiri.
Dan untuk itu, Allah SWT telah mengutus Rasulullah SAW sebagai perantara yang menyampai bentuk teknisnya. Dan untuk mengetahui bagaimana bentuk shalat itu, kita hanya punya satu rujukan, yaitu Rasulullah SAW.
Pasti kita sepakat mengatakan bahwa nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling khusyu` dalam shalat. Sebab kalau seorang Muhammad SAW shalatnya tidak khusyu`, lalu kepada siapa lagi kita merujukkan masalah shalat ini?
Karena kita hanya dibenarkan merujuk kepada beliau SAW, maka otomatis semua definisi dan standarisasi khusyu` yang benar hanyalah semata-mata yang paling sesuai dengan shalat beliau.
Kita tidak dibenarkan untuk membuat definisi dan standar shalat khusyu` sendiri menurut logika serta khayal kita. Sebab nanti akan muncul ribuan bahkan jutaan definisi shalat khusyu` yang sangat beragam, bahkan satu dengan lainnya saling bertolak-belakang.
Padahal satu-satunya rujukan dalam masalah shalat hanyalah apa yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Bahkan beliau tegaskan lagi dengan sabdanya, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat."
Maka gambaran shalat khusyu` itu perlu kita pahami secara lebih luas, tidak terbatas pada bentuk-bentuk yang selama ini umumnya dipahami orang. Sebab kenyataannya begitu banyak fakta yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat dengan berbagai keadaan, dan kita tetap mengatakan bahwa semua yang dikerjakan oleh beliau itu adalah bentuk nyata dari shalat yang khusyu`.
Dan sungguh ajaib, ternyata beliau SAW banyak melakukan gerakan dalam shalat yang mungkin oleh orang awam di antara ummat sudah dianggap tidak boleh atau malah membatalkan shalat.
Mungkin kebanyakan orang juga menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh bleiau SAW bukan hanya tidak khusyu` tetapi sudah dianggap membatalkan shalat. Tetapi itulah realitanya, beliau disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih melakukan banyak gerakan dalam shalat, dan shalat itu tidak batal. Bahkan kita tetap mengatakan bahwa beliau adalah orang yang paling khusyu` shalatnya.
Di antara gerakan beliau SAW itu adalah :
1. Menggendong Bayi
Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong bayi. Rasanya kita mungkin malah belum pernah seumur-umur shalat sambil menggendong bayi. Bahkan mungkin sebagian kita malah akan bilang bahwa shalat sambil menggendong bayi itu tidak sah. Dan kalau baru urusan sah saja pun tidak, apalagi khusyu`.
Namun kita menemukan hadits-hadits yang shahih yang menggambarkan bagaimana beliau SAW shalat sambil menggendong cucunya.
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  كَانَ يُصَلِّى وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ ص
Dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab bin Rasululah SAW.(HR. Muslim)
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ  يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ وَهْىَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِىِّ  عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abi Qatadah radhiyallahuanhu berkata, Aku pernah melihat Nabi SAW mengimami orang shalat, sedangkan Umamah binti Abil-Ash yang juga anak perempuan dari puteri beliau, Zainab berada pada gendongannya. Bila beliau SAW ruku` anak itu diletakkannya dan bila beliau bangun dari sujud digendongnya kembali (HR. Muslim)
2. Memperlama Sujud Karena Dinaiki Cucu
Dan masih dalam bab shalat dengan cucu, Rasulullah SAW pernah memperlama sujudnya, karena ada cucunya yang naik ke atas punggungnya.
عَنْ شَدَّادِ اللَّيْثِي  قَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ  فِي إِحْدَى صَلاتَيْ العَشِيِّ الظُّهرِ أَوِ العَصْرِ وَهُوَ حَامِلُ حَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ فَتَقَدَّمَ النَّبِيُّ ص فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلىَّ فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَي صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا. قَالَ: إِنِّي رَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا الصَّبِيُّ عَلىَ ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ ص وَهُوَ سَاجِد. فَرَجَعْتُ فيِ سُجُوْدِي. فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ ص الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ: ياَ رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَي الصَّلاَةَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتىَّ ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ. قَالَ: كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتىَّ يَقْضِيَ حاَجَتَهُ - رواه أحمد و النَّسائي والحاكم
Dari Syaddan Al-Laitsi radhiyallahuanhu berkata,"Rasulullah SAW keluar untuk shalat di siang hari entah dzhuhur atau ashar, sambil menggendong salah satu cucu beliau, entah Hasan atau Husain. Ketika sujud, beliau melakukannya panjang sekali. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil berada di atas punggung beliau SAW. Maka Aku kembali sujud. Ketika Rasulullah SAW telah selesai shalat, orang-orang bertanya,"Ya Rasulullah, Anda sujud lama sekali hingga kami mengira sesuatu telah terjadi atau turun wahyu". Beliau SAW menjawab,"Semua itu tidak terjadi, tetapi anakku (cucuku) ini menunggangi aku, dan aku tidak ingin terburu-buru agar dia puas bermain. (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim)
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah Saw itu tetap masih punya kontak dengan dunia luar, sehingga cucunya yang asyik main kuda-kudaan di atas punggungnya pun diberi kesempatan memuaskan hasratnya, sambil beliau tetap menunggu dengan posisi bersujud.
Kalau orang menyangka bahwa khusyu` itu harus melakukan perenungan dan kontemplasi, tidak mungkin memperlama sujud karena memberi kesempatan anak naik ke atas punggungnya.
3. Mempercepat Shalat Mendengar Tangis Bayi
Lagi-lagi masih terkait dengan anak kecil, kali ini dengan bayi. Adalah Rasulullah SAW mempercepat shalatnya saat menjadi imam, hanya lantaran beliau mendengar ada anak kecil menangis.
Kalau disangka bahwa shalat khusyu` itu adalah hanya ingat Allah dan tidak ingat hal-hal yang lain, maka tidak mungkin beliau SAW mempercepat shalatnya begitu mendengar tangis bayi.
4. Mencegah Orang Lewat Di Depannya
Kalau dikatakan bahwa khuyu` itu adalah memusatkan pikiran hanya kepada Allah SWT saja, tentu Rasulullah SAW tidak akan memerintahkan untuk mencegah seseorang lewat di depan orang shalat. Sebab orang yang sedang konsentrasi mengingat Allah SWT itu tentu tidak akan tahu kalau ada orang lain lewat di depannya.
Namun justru beliau SAW memerintahkan untuk menghalangi bahkan membunuhnya.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  قَالَ : إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّى فَلاَ يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلْيَدْرَأْهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabd,"Jika kamu shalat jangan biarkan seorang pun lewat di depannya, haruslah dia mencegahnya semampunya. Kalau orang yang mau lewat itu mengabaikan, maka bunuhlah dia, karena dia adalah setan. (HR. Muslim)
Larangan lewat di depan orang shalat itu bukan larangan main-main. Kedua belah pihak, baik orang yang shalat atau pun orang yang lewat, keduanya harus mengindarinya.
Kalau orang yang shalat harus mencegahnya, maka orang yang mau lewat juga diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya :
عن أَبي جُهَيْمٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  : لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَىِ الْمُصَلِّى مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
Dari Abu Juhaim radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu tahu apa yang akan menimpanya, maka menunggu selama 40 akan lebih baginya dari pada lewat di depan orang shalat. (HR. Muslim)
Rasulullah SAW tidak menjelaskan apa yang beliau maksud dengan angka 40 itu, apakah 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.
5. Membunuh Kalajengking & Ular
Kalau khusyu` itu dimaknai sebagai konsentrasi yang tidak ingat apa-apa kecuali hanya kepada Allah saja, maka pastilah Rasulullah SAW tidak khusyu` shalatnya.
Mengapa?
Karena beliau SAW pernah memerintahkan orang yang shalat untuk membunuh ular serta hewan liar lainnya.
Tentunya tidak ada seorang pun yang kualat mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak khusyu` shalatnya, atau bahwa beliau SAW memerintahkan orang untuk shalat dengan tidak khuyus`.
Orang yang sedang shalat lalu hendak dimangsa hewan yang beracun, maka dia boleh membunuhnya, tanpa kehilangan kekhusyuan shalatnya.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ  قَالَتْ :كاَنَ رَسُولُ اللهِ  يُصَلِّي فِي البَيْتِ فَجَاءَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طاَلِبٍ كَرَّمَ اللهُ تَعَالىَ وَجْهَهُ فَدَخَلَ فَلَمَّا رَأَى رَسُولَ اللهِ  يُصَلِّي قَامَ إِلَى جَانِبِهِ يُصَلِّي قَالَ: فَجَاءَتْ عَقْرَبُ حَتىَّ انْتَهَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ  ثُمَّ تَرَكَتْهُ وَأَقْبَلَتْ إِلَى عَلِيٍّ. فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ عَلِيٌّ ضَرَبَهَا بِنَعْلِهِ فَلَمْ يَرَ رَسُولُ اللهِ  بِقَتْلِهِ إِيَّاهَا بَأْساً - رواه البيهقي والطبراني.
Dari Aisyah radhiyallahuanha istri Nabi SAW berkata bahwa Rasulullah SAW sedang shalat di rumah, datanglah Ali bin Abi Thalib. Ketika melihat Rasulullah SAW sedang shalat, maka Ali pun ikut shalat di sebelah beliau. Lalu datanglah kalajengking hingga berhenti di dekat Rasulullah SAW namun meninggalkannya dan menghadap ke Ali. Ketika Ali melihat kalajengking itu, Ali pun meninjaknya dengan sandalnya. Dan Rasulullah SAW memandang tidak mengapa pembunuhan itu terjadi (dalam shalat). (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ  أَمَرَ بِقَتْلِ الأَسْودَيْنِ فيِ الصَّلاَةِ العَقْرَبِ وَالحَيَّةِ - رواه أحمد والترمذي وابن خُزَيمة وابن ماجة.
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh dua hewan hitam, yaitu kalajengking dan ular. (HR. Ahmad, At-Tirmizy, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah)
اُقْتُلُوا الأَسْودَينِ - رواه أبو داود والبيهقي
Bunuhlah dua hewan hitam (kalajengking dan ular). (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
6. Lupa dan Sujud Sahwi
Rasulullah SAW saat menjadi imam pernah lupa gerakan shalat tertentu, bahkan salah menetapkan jumlah bilangan rakaat, sehingga beliau melakukan sujud sahwi.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah shalat 5 rakaat tanpa sadar. Kemudian selesai shalat ketika diingatkan, beliau pun mengaku bahwa telah lupa jumlah rakaat, sehingga beliau melakukan sujud sahwi.
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَال : صَلَّى بِنَا رَسُول اللَّهِ  خَمْسًا فَقُلْنَا : يَا رَسُول اللَّهِ أَزِيدَ فِي الصَّلاَةِ ؟ قَال : وَمَا ذَاكَ ؟ قَالُوا : صَلَّيْتَ خَمْسًا ! " إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَذْكُرُ كَمَا تَذْكُرُونَ وَأَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ
Abdullah bin Mas`ud radhiyallahuanhu berkata,"Rasullullah SAW mengimami kami 5 rakaat. Kami pun bertanya,"Apakah memang shalat ini ditambahi rakaatnya?". Beliau SAW balik bertanya,"Memang ada apa?". Para shahabat menjawab,"Anda telah shalat 5 rakaat!". Beliau SAW pun menja-wab,"Sesungguhnya Aku ini manusia seperti kalian juga, kadang ingat kadang lupa sebagaimana kalian". Lalu beliau SAW sujud dua kali karena lupa. (HR. Muslim)
7. Al-Fath
Rasulullah SAW mensyariatkan fath kepada makmum bila mendapati imam yang lupa bacaan atau gerakan, sedangkan buat jamaah wanita cukup dengan bertepuk tangan
التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ
Tasbih untuk laki-laki dan bertepuk buat wanita (HR. Muslim)
8. Shalat Khauf
Rasululah SAW mengajarkan shalat khauf dengan berjamaah yang gerakannya sangat unik dan jauh dari kesan khusyu`
Sebab shalat itu dilakukan sambil menyandang senjata, dengan mata jelalatan kemana-mana, berjaga kalau-kalau tiba-tiba muncul musuh.
Bahkan barisan pun dipecah dua dengan melakukan ruku, i`tidal sujud dan duduk antara dua sujud secara bergantian antara barisan depan dan barisan belakang. Kalau barisan depan ruku dan sujud bersama imam, maka barisan belakang tetap berdiri sambil berjaga, tidak ikut imam.
Selesai barisan depan, giliran barisan belakang yang ruku dan sujud, sedangkan barisan depan berdiri sambil berjaga-jaga.
Dan shalat seperti itu adalah shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat dalam pertempuran.
9. Shalat di atas Kendaraan
Rasulullah SAW pernah melakukan shalat di atas kendaraan, yaitu hewan tunggangan beliau, seekor unta. Unta beliau itu berjalan, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, beliau membiarkan tunggangannya menghadap kemana pun.
Namanya orang menunggang unta, tentu harus berpegangan dan konsentrasi, dan kalau harus khusyu` dalam shalat, dengan pengertian harus melakukan kontemplasi dalam shalat sambil melupakan apa-apa di sekelilingnya, pastilah beliau SAW jatuh dari unta.
Maka apa yang dilakukan beliau SAW dengan shalat di atas unta itu juga termasuk shalat yang khusyu` dalam pandangan syariah Islam.
10. Memindahkan Kaki Istrinya
Rasulullah SAW pernah memindahkan tubuh atau kaki isterinya saat sedang shalat karena dianggap menghalangi tempat shalatnya.
11. Menjawab Salam dengan Isyarat
Rasulullah SAW mengajarkan orang yang shalat untuk menjawab salam dengan isyarat.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ دَخَلَ النَّبِيُّ  مَسْجِدَ بَنِي عَمْرُو بْنِ عَوْفٍ - يَعْنِي مَسْجِدَ قُباَء - فَدَخَلَ رِجَالٌ مِنَ الأَنْصَارِ يُسَلِّمُونَ عَلَيهِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَسَأَلْتُ صُهَيباً وَكَانَ مَعَهُ : كَيْفَ كاَنَ النَّبِيُّ  يَفْعَلُ إِذَا كَانَ يُسلَّمُ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي؟ فَقَالَ: كاَنَ يُشِيْرُ بِيَدِهِ - رواه ابن حِبَّان وابن خُزَيمة وابن ماجة والدارمي والنَّسائي .
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW masuk ke masjid Bani Amr bin `Auf (masjid Quba`). Datanglah beberapa orang dari Anshar memberi salam kepada beliau SAW. Ibnu Umar bertanya kepada Shuhaib yang saat itu bersama Nabi SAW,"Apa yang dilakukan beliau SAW bila ada orang yang memberi salam dalam keadaan shalat?". Shuhaib menjawab,"Beliau memberi isyarat dengan tangannya. (Hr. Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan An-Nasa`i)
إِذَا سُلِّمَ عَلىَ أَحَدِكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلاَ يَتَكَلَّمُ وَلْيُشِرْ بِيَدِهِ - رواه مالك
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berakta,"Bila salah seorang dari kalian diberi salam dalam keadaan shalat, maka janganlah berkata-kata, tetapi hendaklah dia memberi isyarat dengan tangannya". (HR. Malik)
عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ  قَالَ : لَمَّا قَدِمْتُ مِنَ الحَبَشَة أَتَيْتُ النَّبِيَّ  وَهُوَ يُصَلِّي فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَأَوْمَأَ بِرَأْسِهِ - رواه البيهقي
Dari Abi Hurairah dari Ibnu Mas`ud radhiyallahuanhuma berakata : Ketika Aku tiba dari Habaysah, Aku mendatangi Rasulullah SAW yang sedang shalat, lalu Aku memberi salam kepadanya. Beliau pun memberi isyarat dengan kepalanya. (HR. Al-Baihaqi)
12. Makmum Wajib Ikut Imam
Di antara bentuk khuysu` yang Nabi ajarkan adalah bahwa makmum wajib tetap ikut imam, dalam segala gerakannya. Kalau khusyu` diartikan memutuskan hubungan dengan dunia luar, tidak ingat apa-apa dan masuk ke alam lain, tentu seorang makmum tidak akan bisa mengikuti gerakan imam, sebab dia asyik sendiri dengan kontemplasinya.
Padahal tegas sekali Rasulullah SAW memerintahkan buat makmum untuk selalu memperhatikan imamnya. Beliau bersabda :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ – رواه مسلم
Sesungguhnya seseorang dijadikan imam untuk diikuti. Bila imam bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Bila imam sujud maka sujudlah kalian. Bila imam bangun dari sujud maka kalian bangunlah dari sujud. Bila imam mengucap sami`allahuliman hamidah, maka ucapkanlah rabbana wa lakal hamdu. Bila imam shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian semua sambil duduk. (HR. Muslim)
13. Memegang Mushaf
Meski ada khilaf dalam hukum shalat sambil memegang mushaf, namun ada keterangan dari bahwa Aisyah radhiyallahuanha tentang shalat dengan memegang mushhaf.
عَنْ عَائِشَةَ ض زَوْجِ النَّبِيِّ  أَنَّهَا كَانَ يَؤُمُّهَا غُلامُهَا ذَكْوَان فيِ المُصْحَفِ فيِ رَمَضَان - رواه البيهقي وابن أبي شيبة.
Dari Aisyah istri Rasulullah SAW bawah ghulamnya menjadi imam shalat atas dirinya sambil memegang mushaf. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah)
رَوَى ابْنُ التَّيْمِي عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ تَقْرَأُ فيِ المُصْحَفِ وَهِيَ تُصَلِّي - رواه عبد الرزاق
Ibnu At-Taimi meriwayatkan dari ayahnya bahwa Aisyah radhiyallahuanha membaca mushaf dalam keadaan shalat. (HR. Abdurrazzaq)
14. Tersenyum
Seorang yang sedang shalat lalu tersenyum, oleh Rasulullah SAW tidak dikatakan shalatnya batal. Beliau menegaskan bahwa yang membatalkan shalat itu adalah tertawa, khususnya bila tertawa dengan mengeluarkan suara bahkan terbahak-bahak.
Dari dari tidak batalnya shalat karena tersenyum adalah hadits-hadits berikut ini :
عَنْ جَابِرِ ض عَنِ النَّبِيِّ  قال : التَّبَسُّمُ لاَ يَقْطَعُ الصَّلاَةَ وَلَكنْ القَرقَرة - رواه البيهقي وابن أبي شيبة.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda,"Senyum itu tidak membatalkan shalat tetapi yang membatalkan adalah tertawa. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah)
لاَ يَقْطَعُ الصَّلاَةُ الكَشَرُ وَلَكِنْ تَقْطَعُهَا القَهْقَهَةُ - ورواه الطبراني
Kelihatan gigi ketika tersenyum tidak membatalkan shalat, yang membatalkan shalat itu adalah tertawa dengan suara keras. (HR. Ath-Thabarani)
15. Membersihkan Tempat Sujud
Bila tempat sujud kotor atau berdebu, seorang yang sedang mau melakukan sujud dibolehkan membersihkannya, asalkan gerakannya sekali saja dan tidak berulang-ulang.
Ini menunjukkan bahwa shalat yang diajarkan oleh Rasulllah SAW tidak harus masuk ke alam lain, sehingga tidak ingat apa-apa atau tidak merasakan rasa sakit. Bahkan sekedar debu yang ada di tempat sujudnya boleh dibersihkan terlebih dahulu.
لاَ تَمْسَحْ وَأَنْتَ تُصَلِّي فَإِنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَوَاحِدَة تَسْوِيَةَ الحَصَا رواه أبو داود
Dari Mu`aiqib radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda,"Janganlah kalian menyapu (tempat sujud) ketika sedang shalat. Tetapi bila terpaksa dilakukan, lakukan sekali saja untuk menyapu kerikil (HR. Abu Daud)
16. Melirik
كَانَ رَسُولُ اللهِ  يَلْتَفِتُ فيِ صَلاَتِهِ يَمِيناً وَشِمَالاً وَلاَ يُلَوِّي عُنُقَهَ خَلْفَ ظَهْرِهِ.
Rasulullah SAW melirikkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa menolah (HR. Al-Hakim dan Ibnu Khuzaemah)
17. Berjalan Sambil Shalat
Bahkan beliau pun juga pernah berjalan membukakan pintu untuk Aisyah istrinya, padahal beliau dalam keadaan sedang melakukan shalat sunnah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut :
اِسْتَفْتَحْتُ البَابَ وَرَسُولُ الله  يُصَلِّي تَطَوُّعاً وَالبَابُ عَلَى القِبْلَةِ فَمَشَى عَنْ يَمِيْنِهِ أَوْ عَنْ يَسَارِهِ فَفَتَحَ البَابَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلاَّهُ.
Dari Aisyah radhiyalahuanha berkata,"Aku minta dibukakan pintu oleh Rasulullah SAW padahal beliau sedang shalat sunnah, sedangkan pintu ada di arah kiblat. Beliau SAW berjalan ke kanannya atau ke kirinya dan membuka pintu kemudian kembali ke tempat shalatnya. (HR. An-Nasa`i)
Dengan semua fakta di atas, masihkah kita akan mengatakan bahwa shalat khusyu` itu harus selalu berupa kontemplasi ritual tertentu?

Haruskah shalat khusyu` itu membuat pelakunya seolah meninggalkan alam nyata menuju alam ghaib tertentu, lalu bertemu Allah SWT seolah pergi menuju sidratil muntaha bermikraj? Benarkah shalat khusyu` itu harus membuat seseorang tidak ingat apa-apa di dalam benaknya, kecuali hanya ada wujud Allah saja? Benarkah shalat khusyu` itu harus membuat seseorang bersatu kepada Allah SWT?

Kalau kita kaitkan dengan realita dan fakta shalat nabi SAW sendiri, tentu semua asumsi itu menjadi tidak relevan, sebab nabi yang memang tugasnya mengajarkan kita untuk shalat, ternyata shalatnya tidak seperti yang dibayangkan.

Beliau tidak pernah `kehilangan ingatan` saat shalat. Beliau tidak pernah memanjangkan shalat saat jadi imam shalat berjamaah, kecuali barangkali hanya pada shalat shubuh, karena fadhilahnya.

Kalaupun diriwayatkan beliau pernah shalat sampai bengkak kakinya, maka itu bukan shalat wajib, melainkan shalat sunnah. Dan panjangnya shalat beliau bukan karena beliau asyik `meninggalkan alam nyata` lantaran berkontemplasi, namun karena beliau membaca ayat-ayat Al-Quran dengan jumlah lumayan banyak. Tentunya dengan fasih dan tartil, sebagaimana yang Jibril ajarkan.

Bahkan beliau pernah membaca surat Al-Baqarah (286 ayat), surat Ali Imran (200 ayat) dan An-Nisa (176 ayat) hanya dalam satu rakaat. Untuk bisa membaca ayat Quran sebanyak itu, tentu seseorang harus ingat dan hafal apa yang dibaca, serta tentunya memahami makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam tiap ayat itu. Kalau yang membacanya sibuk `berkontemplasi dengan dunia ghaib`, maka tidak mungkin bisa membaca ayat sebanyak itu.

Maka shalat khusyu` itu adalah shalat yang mengikuti nabi SAW, baik dalam sifat, rukun, aturan, cara, serta semua gerakan dan bacaannya. Bagaimana nabi SAW melakukan shalat, maka itulah shalat khusyu`.

Dan ibarat seorang pengemudi di jalan raya, dikatakan khusyu` kalau dia konsentrasi dalam berkendaraan. Konsentrasi yang dimaksud tentu bukan berarti matanya tertutup atau telinganya disumbat sehingga tidak melihat atau mendengar apapun, agar konsentrasi.
Malah bila dia melakukan hal-hal di atas, besar kemungkinan akan terjadi kecelakaan di jalan. Sebab apa yang dilakukannya bukan konsentrasi, melainkan menutup diri dari semua petunjuk dan lalu lalang di jalan raya.
Maka seorang yang shalat dengan khusyu` bukanlah orang yang shalat dengan menutup mata, telinga dan diri dari keadaan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, justru orang yang shalatnya khusyu` itu adalah orang yang sangat peduli dan sadar atas apa yang terjadi pada dirinya, lingkungannya serta situasi yang ada saat itu.

Jawaban Ust Farid Nu'man seputar maraknya fitnah terhadap PKS


Posted by Jalan Panjang on 03:36 in Menjawab Fitnah, Tastqif | 0 komentar

Ust Farid Nu'man 'penulis buku Ikhwanul Muslimin Anugrah Allah yang terzalimi"
sumber : http://abuhudzaifi.multiply.com/reviews/item/1
(sebarkan jika brmanfaat :) )
Tanya-Jawab pertama


assalamu'alaikum ustad
1. bagaimana kalo kita mau beli rumah/kendaraan tapai ga bisa tunai?mau ga mau harus kredit.apakah kredit ada unsur riba?bagaimana solusinya?
2.mohon komentar untuk kasus yg lagi heboh biar kita bisa mengambil sikap yg tepat
http://www.eramuslim.com/berita/foto/yusuf-supendi-ke-kpk.htmhttp://www.eramuslim.com/berita/nasional/yusuf-supendi-tepat-waktu-di-kpk.htm


Wa 'Alaikum salam .......

1. Bai'u bi taqsith (kredit) hukumnya mubah, inilah difatwakan para ulama seperti Syaikh bin Baz, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, dan lainnya. Sesuai dengan keumumannayat: Allah menghalalkan jual beli. Tapi kemubahannya itu selama nominal cicilannya tetap dari awal sampai akhirnya. Jika berubah, maka perubahan tersebut adalah riba. misal cicilan tahun pertama 1 juta, ternyata tahun ke 2 menjadi 1, 2 juta gara-gara mengikuti suku bunga bank atau inflasi, dll. Maka, itu kredit yg diharamkan, krn adanya unsur riba.

Sebaiknya adalah KPR dengan Bank Syariah, supaya juga bebas dr sistem yg ribawi pula.

2. Saat ini, saya termasuk yg tidak menyetujui sikap ust Yusuf Supendi. Dahulu, pemikiran saya selalu bersamanya dalam kekritisannya. Namun saat ini ketika internal sudah banyak melupakan masa-masa lalu, dan mencoba menjalani suasana yg lebih kondusif, seharusnya itu dipertahankan. Jangan terus-menerus mengungkit-ungkit padahal di dalam sudah dianggap selesai. Hal ini mirip seperti Aisyah yang terus-menerus menuntut dicari siapa pembunuh Utsman kepada Khalifah Ali, tetapi Ali lebih memilih bagaimana meredam banyak pemberontakan saat itu. Para ulama lebih membenarkan pendapat Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu.

Saat ini, PKS sedang berusaha meredam berbagai tuduhan dan fitnah miring terhadapnya, tapi diternyata ditambah lagi masalah yg dibawa oleh Ust yusuf. Sayangnya, dan ini sangat-sangat disayangkan, Beliau telah memasuki ranah pribadi kehidupan seseorang untuk dikonsumsi oleh publik, seperti poligaminya beberapa petinggi PKS, presiden PKS mantan mujahidin Afghan, dan seterusnys. Memangnya apa masalahnya dnegan itu semua? Ini semua tidak perlu dan sama sekali tidak relevan, dan cenderung menodai kewibawaan diri Ust Yusuf sendiri. Ini bukan lagi kritis, tapi skeptis dan amarah. Imam Adz Dzahabi mengatakan, "jangan ambil ibrah dari kritikan orang yg sedang marah."

Akhirnya yg terjadi adalah banyak pihak yg berbahagia dengan peristiwa ini. Yang membenci PKS akan semakin dalam kebenciannya, yg tadinya simpati akan hilang kesimpatiannya, dan komentator yg biasa tak bersahabat dengan PKS akan semakin kenyang mengomentari PKS secara negatif, ....... dan media massa pun mendapatkan dagangan yang empuk.
Lalu, masyarakat menilai: "Semua partai di negeri ini adalah sama saja." inilah yg memang nampaknya sedang diupayakan oleh para penyerang PKS, ujung2nya adalah kehancuran PKS, cepat atau lambat.

Wallahu A'lam

Tanya-Jawab Kedua

maaf ust bagaimana tanggapan ustad?
http://www.eramuslim.com/suara-kita/dialog/strategi-partai-terbuka-ala-pks.htm
bagaimana menurut Islam tntang partai terbuka?

Bukankah ini sudah diwacanakan sejak lama? bukankah sejak PK baru berdiri memang sudah terbuka? sejak tahun 99, sudah ada pengurus PK yang non muslim di daerah Islam yang minoritas ...
Kalau pengurus DPP tdk akan terjadi adanya pengurus non muslim ...

Kenapa eramuslim selalu mengulang-ulang ini? bukankah org yang ada di eramuslim seperti mashadi, tidak menolak sejak awal? syamsul balda juga demikian ... bukankah dahulu dia adalah wakil presiden PK yang pertama? ...

Jika ingin menolak menolaklah sejak dahulu ...

Dahulu pernah saya bahas, bahwa tidak boleh memberikan loyalitas kepada org kafir, yakni menjadikan mereka sebagai pemimpin, kawan dekat, dan kekasih ...

Tetapi, para ulama seperti Imam Ibnul Qayyim mengatakan bolehnya mengangkat org kafir menjadi pembantu kita dgn syarat: posisi kita lemah (seperti itulah yg mungkin di alami oleh kader PKS di daerah minoritas muslim, jangankan mencari kader, mencari muslim saja sulit). Dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminta bantuan musyrikin bani khuza'ah untuk melawan musuhnya. jangan lupa, yang menghapus jejak nabi dan abu bakar ketika proses hijrah pun juga seorng non muslim ..

Lalu, PKS adalah sebuah partai yang memang harus terbuka, apakah PKS ingin menjadi bonsai saja? kecil dan indah tapi tdk besar-besar? apakah itu yang diinginkan eramuslim?

Nah, yang penting adalah PKS jangan sampai lupa diri, jangan meninggalkan pos tarbiyahnya, dan jangan melupakan misi awalnya ...

Untuk link yang antum sebutkan dr eramuslim, itu menunjukkan penulisnya memiliki beberapa masalah:

- mudah percaya dengan inilah.com (atau yang lainnya) yg memang suka memotong berita, dibanding berita dari PKS sendiri yg lebih utuh, maka apakah bisa objektif? ahsannya antum buka teks lengkap pidato Nasir Jamil:

http://www.islamedia.web.id/2011/04/isi-pidato-utuh-pandangan-fpks-tentang.html

- eramuslim (atau penulisnya) menurut saya minim dalam memahami apa maksud "terbuka" dan tdk paham apa hukum seorang muslim mengutip ayat kitab suci agama lainnya.

Saya sudah buat tulisan tentang itu .. mudah2an bbrapa hari lagi sudah ada di MAP ini.

Wallahu A'lam

Tanya jawab Ketiga

oh ya ustad mohon tanggapannya tntang ini
http://www.eramuslim.com/berita/foto/selamat-datang-di-surga-villa-mewah-ketua-dewan-syuro-pks-hilmi-aminuddin.htm

kalo pimpinannya saja hidup wah smentara rakyat hidup susah,maka mau dibawa k mana dakwah ini?apakah harapan itu masih ada?ada sama siapa?

akhi fillah ..., coba antum renungkan, apa perlunya eramuslim memberitakan ini? Jika mereka ingin memperbaiki, datangilah Hilmi Aminuddin dan nasihati dia. Bukan membeberkannya di situs ... kesalahan apa yang dibuat HA kepada eramuslim?
Yang jauh lebih kaya dari Hilmi Aminuddian banyak, dan mereka juga berasal dari tokoh-tokoh Islam, tetapi kenapa sebegitu tendensiusnya eramuslim thdap HA dan PKS?

ya , saya tahu siapa dibalik eramuslim ini ... apakah karena tokoh2 eramuslim sudah dipecat dari PKS sehingga mereka semarah ini, sebagaimana YS?

Apa perlunya membicarakan kekayaan HA, padahal HA sendiri tidak pernah memamerkannya, tidak menyombongkannya .. kecuali kalau ada bukti jika HA mendapatkan kekayaan ini secara ilegal alias haram, itu pun juga tidak tepat dibeberkan sebelum dibuktikan dipengadilan.

Maka, ana nasihatkan kepada antum (akh juvefans) utk berhati-hati dengan situs yang satu ini ... sebab asas mereka adalah kebencian, bukan lagi objektifitas ... saya pun sering mengkritik PKS dan beberapa tokohnya, tapi kritiklah dengan ilmu, sesuai kebutuhannya, terukur, dan tidak membabi buta, dan bukan ainu sukhti (mata kebencian) ..

Dahulu eramuslim telah mencela Syaikh Al Qaradhawi dengan sebutan "kurang kerjaan" (ternyata itu ditulis oleh Mashadi), lalu saya kritik tulisan itu karena lemah, kurang adab, dan jahil terhadap syariat. dan, Alhamdulillah .. bberapa hari kemudian tulisan "kurang kerjaan" tersebut dihapus dan redaksi eramuslim minta maaf.

lalu skrg, eramuslim mengomentari Nasir Jamil secara berlebihan, hanya bermodal potongan berita dari Inilah.com ... tanpa mau membaca berita pidato secara utuh.

sejak hari pertama berita tentang Nasir Jamil, sudah banyak email masuk ke saya menanyakan itu, dan saya sudah nasihatkan para ikhwah utk jgn ambil kesimpulan dulu, sebab Inilah.com, detik.com, tempointeraktif, dan semisalnya, punya track record yg tidak bagus jika memberitakan PKS dan kalangan muslim lainnya .. Maka, sangat disayangkan jika eramuslim menjatuhkan wibawa dirinya dgn hanya bermodalkan inilah.com saja.

Lalu, tentang kekayaan HA ... perlu antum ketahui, org yang lebih besar dari dia, dan lebih masyhur darinya yakni Imam Malik memiliki rumah sebesar istana Bani Abbasiyah. jika dia hendak mengajar taklim, maka pengawal2nya sudah menyiapkan banyak kuda utk dia pilih.

Syaikh Al Qaradhawi pun memiliki rumah yang sangat2 besar, bahkan saking besarnya, perpustakaan yang dimilikinya memuat 60.000 buku yang baru kelar ditata setahun lamanya.

jadi, seorang ustadz atau syaikh, tidak mengapa dia kaya, yang penting didapatkannya dnegan cara halal. dia tidak menggembargemborkannya, dia tetap mau hidup sedrhana dengan umatnya, tidak menyeru manusia pada kekayaan, tidak lupa dengan zakat dan sedekahnya, tidak lupa dengan tetangganya dan fakir miskin ... apakah hal-hal ini sudah diperiksa oleh eramuslim dari Hilmi Aminuddin? apakah memang eramuslim beharap HA menjadi faqir saja?

terakhir, jika BENAR bahwa -misalnya- HA memang memiliki kekayaan yg tidak wajar ..., apakah dakwah berhenti karena seorang HA yang sudah seperti itu? hatta HA murtad pun, apakah dakwah berhenti? Betapa lembek dan rapuh kepribadian kita, jika mengeluh, kesal, dan sedih, hanya karena disebabkan ketergelinciran seorang ustadz atau tokoh .... dakwah ini tidak dibangun atas kultus terhadap seorang dua org ... antum lihat, ada sebagian ikhwah yang berhenti dakwah, lari dr tarbiyah hanya karena ustadz2 kesayangan mereka di pecat .. apa yg mereka perjuangankan? memperjuangkan ustadznya atau Islamnya?

Ingat, kita berdakwah untuk Allah, untuk islam, bukan untuk Hilmi Aminuddin ... ada atau tidak ada dia, maka dakwah tetap berjalan sesuai agendanya

Wallahu A'lam


Tanya-Jawab Keempat
Assalaamu'alaikum.

Ustadz sy jg pengen bertanya tentang PKS;

1. Sy jg ngga nyangka klo ternyata elit2 PKS banyak yg bermasalah, perbuatan asusila, penggelapan uang anak yatim, poligami tanpa wali, dan hidup bermewah-mewahan. Mereka2 yg dihukum sama PKS pun sy baru tau sekarang2, haruskah kesalahan orang yg di level elit harus ditutupi-tutupi? Pernahkan di Zaman Rosullulloh ada kisah tentang menutupi aib, sedangkan kesalahannya merugikan orang banyak? Klo di Ikhwanul Muslimin pernah terjadikah hal yg sama dengan PKS?

2. ....Peristiwa ini tragis. Partai yang slogannya menyentuh batas langit itu ternyata realitasnya ancur-ancuran. Yusuf Supendi menguak tentang 'harta haram dan istri haram' para petingginya. Sekarang wakilnya melihat 'tontonan haram' di tempat yang 'diharamkan' melakukan sesuatu di luar konteks memperjuangkan amanat rakyat....(detiknews). Menurut sy dosa2 yd dilakukan elit2 PKS td termasuk dosa besar semua, BERZINA, ASUSILA, KORUPSI, nonton PORNO, hukuman apa menurut ustadz yg pantes dijatuhkan kpd mereka?

3. Sikap apa yg terbaik tuk kader PKS ke depan nya menurut ustadz? Syukron

Wa 'Alaikum salam ........

1. Akhi fillah ... kesalahan manusia ada dua model:

a) kesalahan yang hanya membawa mudharat kepada pribadi, dan dia pun tidak pernah menggemborkan kepada org lain. Maka, aib ini memang harus ditegur secara diam-diam, dan tdk boleh disebarkan demi nama baik org tersebut, apalagi jika org tersebut track recordnya baik. Kita pun diperintahlkan untuk menutupi aib tersebut, dan niscay Allah akan menutp aib kitab di hari kimata nanti.

Rasulullah bersabda:

من ستر أخاه المسلم في الدنيا ستره الله في الآخرة

Brgsiapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. (HR. Ahmad No. 7926, Syaikh Syu'aib Al Arnauth: shahih)

Oleh karena itu, aib-aib yang terkait kehidupan pribadi memang tdk boleh disebarkan, seperti seorang yang ta'adud dengan cara yang tidak wajar, melihat vcd porno, ... dan maksiat lain yang sama sekali tdk membawa mudharat buat org lain dan agama, kecuali pelakunya menyerukan manusia utk mengikuti perbuatannya, maka mesti ditegur terang2an.

Dan banyak kasus pada masa sahabat nabi, ketika mereka melakukan kesalahan pribadi dan diam-diam, maka mereka di tegur secara diam-diam ... Itulah yang dilakukan PKS. Maka, PKS tidak mau menceritakan pelanggaran-pelanggaran trsebut secara rinci, hanya disebut telah melanggar AD/ART, demi menjaga nama baik org tersebut.

2. Kesalahan yang bisa merugikan org bnyak, seperti korupsi, merampok, menyebarkan ajaran sesat, maka harus ditegur secara terang2an, karena org tersebut telah membukanya sendiri, dan untuk melokalisir penyimpangan yang dibawanya, dan agar org lain waspada terhadapnya.
Ini juga banyak kasus pada masa nabi, sahabat, dan setelahnya.

Untuk kasus IM, dulu ada petinggi IM yg melakukan penyimpangan, akhirnya di pecat oleh Ustadz Al Banna, namun Al Banna tetap menutupi aibnya.

2. Akhi fillah .... antum bisa buktikan mana elit PKS yang berzina? ASUSILA yang mana? KORUPSI yang mana? atau itu masih tuduhan, yg terlanjur dipercaya?, nonton PORNO si fulan sedang diproses, dan ada kemungkinan dia akan dihukum berat.

Kenapa kita lebih percaya detik.com, inilah.com, tempointeraktif, yang memang sudah lama tidk menyukai PKS? dan apakah antum sendiri apakah berinteraksi dengan elit PKS?

Allah Ta'ala memerintahkan kita tabayyun jika datang berita dari seorang fasik, apalagi jika berita itu datangnya dari sumber kefasikan seperti internet dan TV ... saya akan rinci:

tuduhan Yusuf Supendi, bahwa
- Anis Matta menggelapkan dana 10 milyar sewatu pilkada jakarta, tidak terbukti sampai saat ini, dan sudah diperiksa oleh audit independent. Ini juga ditegaskan oleh tim sukses DPW jakarta saat itu.

- Salah satu ekit PKS, yakni MS nikah lagi -katanya- dgn janda tanpa wali. Beliau sudah diberikan hukuman, dan ini sebenarnya khilafiyah fiqih, sebagian ulama ada yg membolehkan nikah dgn janda tanpa wali karn janda walinya adalah dirinya sendiri, walau sy tdk setuju pendapat ini. (Kenapa YS masih mengungkit-ngungkit ini? padahal ini urusan rumah tangga org lain, dan aib pribadi, dan sudah terjadi bbrapa tahun lalu ..... dan apakah ini yg dimaksud dengan zina? bukan ... khilafiyah seperti ini tdk boleh lgsung dituduh berzina, sebab menurut ulama yang menyatakan sah tentu itu bukan zina, walau pndapat ini dipendang lemah pihak lain)

- lalu, YS rencana ingin membongkar masa lalu Anis Matta ketika masih remaja yang menurutnya nakal, presiden PKS adalah mantan mujahidin Afghan, ..... memangnya kenapa? ini urusan pribadi orangnya yg sama sekali tdk merugikan siapa pun, apalagi menjadi mujahidin afghan, apa salahnya?

- Kasus misbakhun, - beliau sebenarnya bukan Kader PKS, dia adalah simpatisan saja, dan kasusnya pun sangat jelas muatan politisnya, yaitu setelah kasus bank century PKS bersebrangan dgn PD, ... tau-taunya nama beliau disebut pemilik LC fiktif, dan beliau beserta timnya sudah membantahnya

- Ada kasus dewan PKS yang korupsi, itu terjadi karena kebodohan mereka dan kepolosannya, asal- ikut2an dgn yang lain ... ini terjadi di 2 tempat.

Yang pantas di hukum adalah para pemfitnah, dan org yang menuduh zina jika tidak terbukti dan tidak mampu menghadirkan 4 saksi, maka dia harus dihukuim qadzaf 100 kali cambuk.

Ada pun yang nonton porno ketika paripurna, saya yakin akan dihukum berat, krn tifatul sudah janji hal tersebut.

3. Sikap terbaik adalah tetap waspada atas jeratan syetan, dan jebakan musuh-musuh Dakwah, Terus bersabar, dan kedepankan husnuszhan. Cari berita kepada yang bisa dipercaya, yang membawa berita secara utuh. sumber yg antum kutip (detk.com, juga yg lain spt inilah, com, tempointeraktif, okezone, dll) sudah sering memotong-motong berita, seperti kasus revolusi Mesir katanya PKS ikut andil dgn 7000 kadernya, kaus Nasir Jamil, kasus Daging Sapi import, dan kasus lain sebelum dan sesudahnya ... semuanya sudah dijelaskan bahwa itu karena kedustaan wartawannya. ( Detik pun minta maaf)

Budayakan tabayyun ... pada masa-masa fitnah seperti ini.

Org PKS ada kesalahan, dan kebaikan. Namun, jika air sudah dua kullah, maka najis tdk berpengaruh. Artinya, kebaikan manusia jika sudah demikian banyak, maka kesalahan mereka yg dilakukan segelintir elitnya tidaklah meneggelamkan semua kebaikan mereka secara umum.

Di tambah lagi, banyak pihak yang bermain, membantu, dan mendukung utk melakukan segala hal agar PKS itu hancur. Saya sering mendapatkan sms, email, tentang berbagai cerita PKS, tapi setelah cek bahkan turun di lapangan, itu semua tidak ada ..., namun sdh banyak yang terlanjur percaya. sungguh mencengangkan!

Sangat disayangkan jika kita mudah percaya hal-hal yg seperti itu, kalau kita mau saklek, berita2 tsb adalah dhaif kalo standar ilmu hadits dipakai utk menilai validitas berita saat ini.

ceritaku (marah, senyum dan keikhlasan)

10/20/2011 08:05:00 AM | Posted by Abu Rafah

Islamedia.web.id - Malam sabtu itu 10 kader memasang banner dikawasan jalan baru. Hampir semua pohon berhasil dipasang atribut. Tak luput tembok pembatas ramai dipasang stiker dan poster. Malam itu atribusasi dimulai jam 23.00-01.00. Ratusan banner telah terpasang manis dengan senyum gambar calon gubernur Banten yang seolah meng-upplouse kerja para jundi dakwah.

Banner yang disiapkan telah habis terpasang semua. Sebagian dari kami istirahat sejenak di salah satu rumah kader yang tidak jauh dari lokasi pemasangan. Dan sebagian yang lain masih memasang atribut yang tersisa. Sekitar 20 menit setelah memasang Banner salah satu dari kami sebut saja akh Ruslan namanya berniat menyusul kawan2 yang masih memasang dikawasan tersebut.

Tiba dilokasi tersebut, Ruslan melihat 2 orang tengah berboncengan motor sembari memikul banner dalam jumlah yang banyak. “wah mereka pasang-pasang juga ternyata” begitu pikir Ruslan. akh Ruslan melanjutkan perjalanan menuju rekan-rekan yang masih sibuk memasang atribut yang tersisa..dan astaghfirullah…banner-banner yang baru saja dipasang itu telah habis.

Dengan cepat, Ruslan menjemput kami dan mengabarkan apa yang terjadi. Bergegas kami ke lokasi, dan mengejar orang yang sempat terlihat oleh Ruslan. “ini adalah panji kita, yang dibiayai oleh para kader-kader kita, yang kadang uang untuk beli susu anaknya disisihkan untuk infaq pembuatan atribut ini. Sedapat mungkin kita harus mempertahankannya!!”

Beberapa anak muda yang masih nongkrong dimalam menjelang pagi itu, mengatakan ; “benar tadi ada 2 orang berboncengan dengan membawa banner berwarna hijau kea rah sana; mereka menunjuk kea rah wilayah penguasa Tangerang. Kami pun terus mengejar, dan menyisir wilayah tersebut, memperhatikan setiap gang yang kami lewati, barangkali kami bisa menemukan sekelompok anak muda yang sedang berpesta kegirangan dengan hasil kerjanya malam ini.

Tak lupa kami pun menembus rumah megah berwarna krem, rumah siapa lagi kalau bukan rumah penguasa Tangerang, hanya beberapa orang disana terlihat tengah asyik mengobrol sembari bermain catur. Nampaknya mereka adalah keamanan rumah itu. Kami pun tak menemukan panji-panji kami disitu.

Kami putuskan stop pencarian dan kembali ke markaz.

Kesal, marah, benci, dongkol jujur kami rasakan. Lelah masih belom hilang, keringat masih basah ditubuh kami, tapi panji kami telah habis hilang direbut oleh mereka bermental pengecut, maaf kalau teman saya bilang “Banci”.

Apakah salah kami marah kawan?? Apakah salah jika kami lantas berbicara keras kawan?? Entah mengapa saya harus mengatakan itu “manusiawi”. Kedzaliman jelas nampak didepan mata, keganjilan begitu nyata di hadapan kami. Kami kesal dengan arogansi penguasa saat ini, kami teriak keras pada mereka para PNS yang tidak netral dan tak mampu bergerak dan penuh ketakutan pada pemimpinnya karena harus diancam begini dan begitu. Kami “kasar” pada system yang berjalan pincang dan sangat tidak sehat di wilayah kami!!

Antum mungkin akan bilang “sabar akhi…” afwan saya harus katakan, “sungguh berbeda memang medan kata-kata dengan medan lapangan” antum yang tidak terlibat mungkin akan bilang “sabar” atau mungkin akan memandang kami “kasar”. Sedangkan kami yang terlibat langsung dengan kencah peperangan dilapangan, kami menganggap kami masih terlalu “lembut”!

Mungkin itu juga yang dirasakan oleh saudara kita Fahri Hamzah. Beliau berada dilapangan sedang kita hanya penonton yang paling pandai berkomentar!! Para supporter bola juga seolah menjadi manusia paling jago dan paling professional dalam berlaga dilapangan.

“ahh…kipernya oon banget sih!! Harusnya dia jeli kemana arah bola melayang!!”

“bodoh banget sih dia!! Harusnya di oper dalu jangan langsung tembak!!”

Hey!! Para supporter!! Turun sini kelapangan, dan buktikan kata kata anda!! Begitu mungkin teriakan keras pemain bola, saat aksinya dilapangan dikomentarin salah melulu.

Kekesalan kami dimalam sabtu itu membuat kami semakin memanas…salah satu dari kami malah telah bersiap memegang sebuah golok, yang lain telah siap dengan bambu, yang lain tengah menyiapkan paku-paku, ada juga telah siap di tangannya palu!!

Hey!! Jangan su’udzon dulu!! Kami bukan mau tawuran! Kami tengah menyiapkan atribut lagi untuk dipasang..hehehe. bambu-bambu itu harus dibelah belah lagi menjadi 2. Dan paku serta partner setianya palu untuk memasang di lokasi yang sudah dicopot sama “banci” (kata temen saya loh, bukan kata saya..”kasar” yah…hehehe)

“mau nyopot banner ini yah??? Besok aja yahh…pleaseee….” Salah satu dari kami bergoyan seperti itu. Dia kasih saran agar banner selanjutnya dibuat ada tulisan seperti itu..suasana jadi lebih santai yang awalnya tegang. Salah satunya menambahkan…”trus dikasih gambar kartun yah, tangannya sambil memohon, trus matanya sambil berkaca-kaca gitu” hehehe…

Jangan….kasih tulisan gini aja…”yang nyopot pasti pilih Jazuli!!” disanggah lagi sama yang lain, gini aja tulisannya “yang nyopot DISUMPAHIN pilih JAZULI!!” hahaha…kami jadi tertawa lepas, seolah lupa dengan kejadian yang membuat kami kesal sampe ubun-ubun. Ketika tawa kami mereda…seorang diantara kami nyeletuk dan menghibur diri…”Alhamdulillah ya…banner kita laku keras” di sambung dengan yang lain…”iya yah..alhamdulilah ya..sesuatu banget buat mereka…” kembalilah tawa itu menghangatkan suasana malam menjelang pagi itu…

Tak terasa desiran ukhuwah mengalir dan menghibur para ukhuwah’ers dimalam itu…”semoga perjuangan kita tak sia-sia ya ikhwah fillah…”

Malam menunjukan pukul 02.15, semakin larut, kami memutuskan untuk dilanjutkan esok malam, karena besok pagi semua harus bekerja lagi.

10 kader itu akhirnya menghentikan kerjanya..sebuah senyuman perpisahan malam itu tetap menghiasi meski panji-panji yang telah mereka pasang telah habis di curi. Mereka harus isttirahat sejenak, karena esok harus kembali melanjutkan perjuangan.

Ya Allah…semoga tak ada yang sia-sia dari kerja-kerja dakwah mereka, semoga KAU hibur para pejuang dakwah itu, dengan kemenangan pilgub yang sedang mereka ikhtiarkan…amin…

Malam ahadnya mereka kembali beraksi…dengan atribut yang lebih banyak lagi dan waktu yang lebih panjang lagi..mereka memasang atribut sampai kumandang adzan shubuh menggema…diakhiri dengan shubuh berjama’ah dan almatsurot bersama-sama…

Aku pun melantunkan sebuah nasyid penggugah ukhuwah dan penyemangat perjuangan..melantunkan syahdu diatas motor yang ku tunggangi..

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu

Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya

Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam
Ya Robbi bimbinglah kami…

Rapatkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakkal padaMu

Hidupkan dengan ma’rifatMu
Matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya

Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam

Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…

Jam 05.15 aku sampai dirumah…istriku menyambut dengan secangkir the manis hangat…

“Gimana bi, lancar pasang2nya malam ini”

“Alhamdulillah lancar mi…tapi wallahu’alam apakah hilang lagi atau tidak seperti kemarin”

“mudah2an gak seperti kamarin ya bi…oya bi,,aku nanti liqo berangkat jam 05.45. Abi bias anterin umi?? Atau abi istirahat aja kan pasti capek dan ngantuk..

“oh bias mi…tenang aja, masih 20 watt ko matanya…hehehe”

Sengaja saat mengantar istri liqo, aku lewat jalan memutar melewati kawasan jalan baru yang semalamn kami pasang atribut disana…

Aku pun tersenyum…dan segera memainkan handphone untuk SMS beberapa ikhwah…

“Alhamdulillah ya…banner kita laku keras!!”


teruntuk jiwa2 yang ikhlas...

meski lelah terasa,

mata kantuk dan lelah memerah,

kau tak henti menancapkan paku pada panji2 dakwah

kau tak henti memikul ratusan banner sebagai amanah

menempelkannya pada setiap pohon,

mengikatnya pada setiap tiang,

menancapkannya pada setiap tembok...


Ratusan Banner itu tlah kau pasang dini hari..

saat yang lain tertidur dan terbuai mimpi...

kau malah berpeluh keringat bekerja untuk da'wah ini...

terkadang, palu palu itu memukul jemarimu...

terkadang, gigitan2 nyamuk mengganggumu...

terkadang, gertakan "musuh" mencegahmu...


Allah tengah menguji keikhlasanmu kawan...

keikhlasan untuk terus bergerak, sementara ada saudaramu yang tak bisa berbuat apa2...

keikhlasan untuk terus bergerak, walaupun esok kau harus kembali bekerja

keikhlasan untuk terus bergerak, walaupun pada akhirnya....

walaupun pada akhirnya....

walaupun pada akhirnya....

BANNER2 YANG KAU PASANG ITU TELAH LENYAP/DIRUSAK SETENGAH JAM SETELAH PEMASANGAN BERLALU....


MASYAALLAH...keringat masih belum kering, dan lelah masih begitu terasa, namun KEDZALIMAN itu begitu dekat mengintai kami...kami lengah sedikit, pasukan PENGECUT itu, merusak dan membawa banner kami. kurang dari setengah jam banner kami lenyap seperti kemarin malam.

pasrah, geregetan, kesal bukan main, tapi kami ikhlas...Allah telah menjadi saksi atas tadhiyah ikhwah sekalian dalam memasang banner yang tiada lelah pada malam ini. Allah melihat setiap amal kita, dan Allah juga melihat kedzaliman mereka...Insyaallah Allah akan terus bersama kita...

laa takhof walaa tahzan..innallaha maána....(ar)

Selasa, 25 Oktober 2011

Haneya Sampaikan Selamat Kepada Rakyat Libia Atas Kemenangan Revolusinya


[ 25/10/2011 - 02:01 ]

Gaza-PIP: PM Ismail Haneya, Selasa (25/10) menyampaikan selamat kepada Ketua Dewan Transisi Nasional Libia, Mushtafa Abdul Jalil, dan rakyat Libia serta kelompok revolusi, atas nama pemerintah dan rakyat Palestina atas kemenangan besar yang diraih revolusi Libia menumbangkan kedzaliman dan tirani.

Dalam surat yang dikirimkan kepada Ketua Dewan Transisi Nasional Libia, Haneya menyatakan, “Kami bersama rakyat Palestina memantau perkembangan revolusi Libia, sebab Libia memiliki kedudukan yang kokoh di hati rakyat Palestina, juga revolusi ini meraih kesuksesan yang memiliki dampak positif bagi persoalan Palestina dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina untuk menentukan kedaulatannya.”

Haneya menambahkan, “Kemenangan revolusi Libia merupakan kemenangan bagi revolusi Palestina atas penjajah.” Haneya menyebutkan bahwa penderitaan yang dialami rakyat Libia disebabkan kedzaliman dan tirani dari dekat, sementara penderitaan yang dialami rakyat Palestina berasal dari penjajah asing.” Karena itu kami merasakan kegembiraan pada hari kemenangan dan deklarasi kemerdekaan seluruh Libia, kami merasakan bahwa harapan baru mulai terkuak bagi Palestina dari Tripoli dan Benghazi.” (qm)

Senin, 24 Oktober 2011

Bekerja itu ibadah


Bekerja bukan hanya kebutuhan, tapi juga kewajiban. Berpahala jika dilakukan, berdosa kalau ditinggalkan. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah saw bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu?”

“Ada, ya Rasulullah!” jawabnya, “Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum.”
“Bawalah kemari kedua barang itu,” sambung Rasulullah saw. Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah saw segera melelangnya. Kepada para sahabat yang hadir pada saat itu, beliau menawarkan pada siapa yang mau membeli. Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, “Dua atau tiga dirham?” tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelang pertama kali yang dilakukan Rasulullah.
Tiba-tiba salah seorang sahabat menyahut, “Saya beli keduanya dengan harga dua dirham.”
Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima uangnya. Uang itu lalu diserahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, “Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini.”
Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah saw melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata, “Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan.”
Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan berlalu ia menemui Rasulullah melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan ia berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian. Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, “Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat.”
Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Rasulullah saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).
Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan setan,” (HR Thabrani).
Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.
Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain,” (HR Bukhari dan Muslim).
Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Orang yang sibuk bekerja tidak akan ada waktu untuk bersantai-santai dan melakukan ghibah serta membincangkan orang lain. Ia akan menggunakan waktunya untuk meningkatkan kualitas kerja dan usaha.
Begitu pentingnya arti bekerja, sehingga Islam menetapkannya sebagai suatu kewajiban. Setiap Muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan. Sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.
Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam tataran teori, tapi juga memberikan contohnya. Rasulullah saw adalah seorang pekerja. Para sahabat yang mengelilingi beliau juga adalah para pekerja. Delapan sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk surga adalah para saudagar yang kaya.
Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah SWT? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, “Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya),” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi)
Karena bekerja merupakan kewajiban, maka tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara sang mentari sudah terpancar bersinar.